Episode 18

4.4K 216 2
                                    

Taqabballahu minna waminkum guys, minal aidzin walafidzin, mohon maaf lahir dan batin. Maafin saya kalo ada salah kata atau pengucapan yang bikin kalian gak suka^^

Selamat hari raya idul fitri kawan-kawan, dan selamat hari kenaikan isa almasih, bagi yang menjalankan kedua hari itu ~(^з^)-♡

Selamat hari raya idul fitri kawan-kawan, dan selamat hari kenaikan isa almasih, bagi yang menjalankan kedua hari itu ~(^з^)-♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Butuh pertimbangan yang cukup matang memang, mengingat tanggung jawab Asher sebagai kepala keluarga tidaklah mudah. Bukan hanya untuk main-main saja seperti kemarin sebelum menikah, kini keadaannya sudah berbeda.

Di dalam ruangan Jackson yang dingin karena hembusan angin AC, Asher memantapkan pilihan dan yakin tidak akan menyesal nantinya di kemudian hari. Lagi pula ia lelah terus ditikung oleh sesama rekan kerjanya sendiri, ada saja job yang Asher punya direbut paksa oleh temannya—tidak bisa dikatakan teman sebenarnya—itu, sungguh menjengkelkan.

"Asher Asher, udah mau punya anak juga malah mutusin buat berhenti. Apa isi kepala lo ini, Ser? Gak paham lagi gue sama lo, baperan," cibir Jackson masih agak kesal pada Asher yang mengundurkan diri.

"Gue bukan baperan Bang, nyadar diri aja gaji gue kecil, gak bisa buat foya-foya. Mau nyoba usaha sendiri, kalo gagal tolong langsung terima gue lagi di sini."

"Gak tau malu lo." Selembar kertas gulung tanpa ada setitik pun tinta melayang bebas mengarah ke Asher yang segera menghindar.

"Bukan gak tau malu Bang, coba lo ada di posisi gue sekarang. Ya emang bersyukur banget ekonomi cukup buat kita berdua mah, toh hasil dari warkop gue gak mengecewakan juga. Selain karena penghasilan gue di sini dikit, ditambah si Tria suka nyuri duit yang seharusnya buat gue. Kalo gak gitu mah gue udah kaya dari lama kali," papar Asher menyelaraskan punggungnya ke sandaran kursi tepat di depan meja kebesaran Jackson.

"Kesel juga lama-lama, atasan juga mihak ke dia. Gue sebagai remahan kue brownies cuma bisa diem, mau protes takut dipecat."

"Gak ada bedanya lo dipecat sama ngundurin diri, sama-sama keluar juga dari studio."

"Setidaknya mengundurkan diri itu gak malu-maluin kayak dipecat. Bisalah dibilang keluar dengan cara terhormat." Mengedikan bahu tak acuh, Asher meraih kamera milik Jackson yang tersimpan dekat pigura pria itu dengan ibunya.

"Bagi gue sama aja."

"Karena lo selalu ngerasain berada di level atas, dateng ngelamar aja ke studio langsung jadi wakil direktur, gak heran juga karena bapak lo yang jadi ceo-nya." Seperti bentuk balas dendam, Asher melempar balik gulungan kertas  yang tadinya bergelinding di bawah kursi yang diduduki Asher.

Jackson berdecak seraya menggaruk kepala, sedikit tersinggung walau yang dikatakan Asher tadi benar adanya, tidak meleset sedikit pun.

Selama ini memang hidupnya selalu berada di genggaman sang ayah, dikendalikan lewat harta yang ayahnya punya, selalu berkegantungan dan malas untuk berusaha. Mencari kerja di tempat lain saja rasanya Jackson tidak ada minat, terlalu memalukan harus ditempatkan di posisi rendah.

ASHER: LOVE MISTAKESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang