Zia membuka kenop pintu berwarna hitam yang menjulang tinggi itu, Kaki nya mulai melangkah memasuki rumah yang bisa dibilang cukup besar. Zia berjalan ke arah ruang keluarga dan terdapat Papa dan Mama nya yang sedang bercanda ria di depan TV
Zia menghampiri mereka berdua yang tengah asik bercanda. "Assalamualaikum, Zia pulang" Salam Zia kepada kedua orang tuanya. Tawa mereka berhenti ketika Zia menghampiri keduanya
Tangannya hendak menyalimi tangan mereka berdua namun di tepis kasar oleh keduanya. Zia yang di perlakukan seperti itu hanya diam dan tersenyum.
"Dari mana aja kamu?! Jam segini baru pulang." Ucap Arman dengan nada dingin
"D-dari, Panti Asuhan,Pah." Jawab Zia sedikit takut karena ayahnya mulai berbicara dingin itu tandanya ia akan di marahi
"Ditelpon gak diangkat angkat, nyusahin orang tua aja kamu ini! Percuma punya handphone tapi tidak di pakai!" Sarkas Arman kepada putri nya
"Mas, gak boleh marah-marah ah sama Zia. Maklumi aja Mas, kasian tuh Zia baru pulang kamu marahin." Ucap Kartika dengan lembut sambil mengelus lengan Arman
Memang Kartika itu ketika bersama Papa Zia, baru dia baik, lembut kepada Zia. Giliran tidak ada marah marah tidak jelas
"Sayang, tapi dia itu gak pernah nurut sama Kita. Buat apa coba punya handphone tapi gak ada gunanya?" Balas Arman dengan sedikit lembut berbeda ketika berbicara dengan Zia
"P-papa, nelpon Zia? Maaf tadi handphone Zia mati. Baterai nya habis" jawab Zia pelan selama ini Zia tidak pernah melawan kepada kedua orang tua nya
"Ck! Alasan aja kamu! Papa mau ngomong sama kamu. Duduk!" Titah Arman, Zia yang di perintahkan duduk langsung menduduki sofa besar itu
"Ngapain kamu duduk disitu hah?! Duduk di bawah. Gak boleh duduk di sofa itu!" Arman sedikit berteriak dan menunjuk Karpet yang dibawah sofa besarnya
Nyali Zia menciut ketika mendengar teriakan Papanya. Lalu beranjak dari sofa itu dan duduk dibawah karpet. Rasanya ia ingin tenggelam saja setiap hari di suguhi oleh teriakan teriakan
"Sudah berapa kali saya bilang! Jangan pernah main lagi ke Panti asuhan kumuh seperti itu. Kamu sudah diberi rumah sebesar ini, Fasilitas mewah, semuanya ada tapi kenapa kamu selalu membantah saya?! Terlebih kamu tidak izin kepada saya dan kepada istri saya!" Arman sudah emosi saat iniRasain! Seru juga tiap hari liat pertengkaran ini Batin Kartika
Zia menggelengkan kepalanya. "G-gak, Papa percaya sama Zia. Zia udah izin tadi sama Mama Iya kan,Ma?" Ucap Zia melirik Kartika dengan tatapan memohon
"Gak mas, Zia tadi gak izin sama aku. Waktu aku mau antarin sarapannya, Zia gak ada di kamarnya. Aku telpon gak diangkat angkat aku khawatir mas sama,Zia" Balas Kartika dengan nada khawatir yang dibuatnya
Apa ini?! Mama tirinya ini sungguh pintar dalam membalikan fakta, jelas jelas tadi Zia berpamitan kepada Mama nya dan malahan Zia lah yang menyiapkan dan mengantarkan sarapan pagi untuk Mamanya Batin Zia
Zia menggelengkan kepada kuat berusaha membela diri nya sendiri. "Gak Pah, Mama boong. Mah bilang sama Papa sejujurnya, Zia udah pamit sama Mama kan" Sengah Zia
"Kamu pikir istri saya pembohong iya?!! Dasar anak gak tau diri udah di urus dengan baik, tapi gak tau berterima kasih!" Hardik Arman dengan penuh emosi
"Aku gak bohong loh, Mas. Zia kamu jangan pengaruhi Papa kamu yang gak gak ya! Mama selama ini selalu diam dan membela kamu, tapi apa balasan kamu sama Mama?" Lirih Kartika. Zia dibuat takjub dengan drama sang Mama tirinya itu
Zia berdiri dari tempatnya. "Pah, Percaya sama Zia ya? Zia gak mungkin boongin Papa. Mama yang boong Pah bukan Zia! " Ucap Zia pelan sambil menggenggam tangan kekar itu dan ditepis kasar olehnya
"ZIA BERANI SEKALI KAMU MENUDUH ISTRI SAYA! DASAR ANAK KURANG AJAR!" Teriak Arman keras tepat di depan muka Zia. Membuat gadis itu gemeteran
Plak!
Tamparan keras itu mendarat di pipi mulus Zia, karena kulitnya putih tercetak jelas lah di pipinya tanda kemerahan yang berbentuk tangan besar itu
Zia memegang pipinya yang terasa berdenyut nyeri. Air mata nya yang sedari tadi ia tahan agar tidak keluar pun mengalir dengan deras
"P-papa? Z-zia, gak bermaksud nuduh Mama" ucap Zia lirih tangannya masih memegang Pipi nya
"Kamu jadi anak jangan kurang ajar ya! Masih mending saya kasih kamu tumpangan dirumah ini, tapi malah ngelunjak. Kurang apa saya hah?! Rumah besar ada, Fasilitas mewah, uang banyak kurang apa lagi hah?!!" Arman mencengkeram kedua pipi Zia yang memerah itu lalu menghempaskan nya kasar
Tumpangan? Kenapa Papa selalu ngomong seperti itu. Zia gak dianggap sebagai anak nya Batin Zia
"P-percuma Pah, rumah besar fasilitas mewah dan uang banyak. T-tapi di dalamnya seperti neraka" gumam Zia lirih tapi masih sempat di dengar oleh Arman
"Ngomong apa kamu hah?! Ngomong apa!!" Bentak Arman kasar. Zia hanya menunduk takut air matanya tidak mau berhenti pundak nya mulai bergetar dirinya sudah ketakutan saat ini
"Kalo di kasih tau itu jangan nunduk terus! Tatap mata saya Zia!" Arman mencengkeram pipi Zia kuat menambah tanda kemerahan lagi di pipinya
"S-sakit P-pah, Zia minta maaf" Ucap Zia sembari menahan sesegukannya
"Mas, jangan kasar kasar sama Zia. Dia itu anak kamu" ucap Kartika ikut berbicara. Karena sedari tadi ia hanya memperhatikan perdebatan itu jujur dirinya takut melihat suami nya marah marah seperti itu
"Dia itu pembunuh! Dia udah buat istri aku meninggal." Tegas Arman matanya melihat Zia dengan penuh sorot kebencian
"Mas, mbak Astrit meninggal itu karena takdir. Bukan karena Zia" Balas Kartika dirinya harus berpura pura berakting baik di depan suaminya
"Z-zia b-bukan p-pembunuh,Pa. Zia juga merasa kehilangan mama" lirih Zia hatinya teramat sakit mendengar Papa nya selalu berbicara kalo dia adalah penyebab Mama nya meninggal
Bukan sekali dua kali, Zia di lakukan seperti ini. Bahkan sudah beberapa kali Papanya mengatakan hal itu. Tapi, tetap saja membuat hatinya terasa sakit
Arman mengepalkan tangannya kuat, setiap kali dirinya melihat Zia emosi nya kembali memuncak. Mengingatkan kematian istrinya
"Cukup Zia! Pergi ke kamar mu, saya tidak mau melihat wajah sok polos mu itu!" Arman mendorong tubuh Zia yang terlihat lemah
Alhasil, tubuh Zia terhempas kebawah dan sisinya matanya mengenai ujung meja membuat Zia meringis kesakitan
"Aww...S-sakit, Pah" cicit Zia pelan tangannya mengusap ujung matanya. Ia yakin ujung matanya memar
Sakit ya? Rasain tuh Papa kandung sendiri aja muak liat Lo! Apalagi gue Batin Kartika menertawai Zia
Arman tidak menghiraukan rintihan kesakitan anak perempuan nya itu, dirinya sudah tidak peduli lalu melenggang pergi meninggalkan anak itu sendiri diikuti oleh Kartika
****
Assalamualaikum, Part 3 nih? Gimana mengandung bawang gak? Gak ya wk
Okee gapapa masih Semangat kok!! Simpen cerita ini di perpustakaan kalian ya😊
Aku insyaallah bakal up terus kalo ada waktu ya!
Jangan lupa Vote, komen, follow juga ya! Biar tambah semangat buat cerita nya
Assalamualaikum 🤗🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
KENZIA
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA]🥰🙏 Dijodohin sama cowok yang sikapnya dingin, cuek gak mau di atur apalagi ketua geng motor?! Yang ceweknya tau agama terus gimana kisah mereka selanjutnya? Yuk baca aja! "Kenapa, Papa ingin menjodohkan Zia?" Tanya Zi...