2

1.6K 173 2
                                    

"if I get hurt, I only have myself to blame"

"Dan Ayah bilang jika aku bisa menyelesaikan project kali ini dengan bagus. Ia akan mengizinkan aku, Winter, Giselle dan Ningning menginap di villa Giselle di Jeju. Aku tidak menyangka dia akan mengizinkanku" cerita Karina sambil sesekali melihat kearah jalan.

"Tuan Yoo hanya mencemaskanmu, kau tahu kan kalau siros-"

"Ya ya ya, tapi hei! Aku tidak apa-apa. Ayah meninggalkanku dengan perjalanan bisnis. Tapi tidak mengizinkanku berlibur sendiri. Bukankah sama saja? Itu tidak adil." Keluhnya.

Jeno hanya tersenyum pada Karina tapi masih fokus menyetir Range Rover miliknya. Sesekali ia melirik pada gadis manis disampingnya. Karina hari ini sangat cantik dengan dress rancangan Ralph Lauren dan pita yang menghiasi rambutnya. Mereka mampir ke salah satu restaurant hot pot kesukaan Karina dan berbagi cerita disana.

6 tahun menjalin hubungan dengan Karina, tidak pernah ada konflik. Semuanya tampak tersusun dan terdikte rapi. Mereka melakukan kencan seperti pasangan lainnya dan terbuka satu sama lain.

Setidaknya itulah yang dilihat Karina.

"Kenapa tersenyum?" tanya Jeno saat melihat Karina yang terdiam menatapnya sambil tersenyum.

"Aku tidak percaya bahwa pria di hadapanku ini adalah kekasihku"

Jeno tertawa pelan.

"Jeno"

"Kapan kita akan menikah?"

Senyum itu luntur sesaat. Namun ia kembali tersenyum, dan menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Karina. "Kita masih punya banyak waktu bukan?" ucapnya.

"A-ah... kau benar"

-o0o-

Siyeon merengkuh dalam tidurnya. Perlahan, matanya terbuka menatap jendela yang berada tepat di depan ranjang. Ia berusaha duduk, meski rasa sakit itu masih ada, dan menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Melirik meja nakas, ia menemukan dua tablet dan segelas air putih.

Dengan cepat, ia telan dua tablet putih itu dan menenguk air yang ada di gelas sampai habis. Ia melamun sebentar lalu meraih kimono berwarna peach dan memakainya.

Kaki jenjangnya mengarah kearah dapur menemukan sosok yang ia kenal membelakanginya dengan celana jeans yang membentuk tubuh atletisnya.

Lee Jeno.

Malaikatnya.

Sekaligus iblis dimatanya.

Dengan pelan, tangan mungil itu memeluk prianya dari belakang, menyandarkan pipinya ke punggung lebar Jeno, bersandar nyaman disana. Tubuh itu jauh lebih jangkung darinya membuat ia harus sedikit menjinjitkan badannya untuk bisa menyeimbangi pria itu.

Jeno mendengus pelan melihat gadisnya bermanja ria di pagi hari. "Ada apa, hm?"

Siyeon masih diam. "Kau mimpi buruk?"

Gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau begitu duduk di meja makan dan jadilah gadis yang penurut," ucap Jeno masih sibuk dengan kumpulan piring yang ada di hadapannya. Dengan perlahan ia berusaha menyingkirkan tangan Siyeon yang melingkar di pinggangnya.

"Jeno..."

"Peluk aku"

Mereka diam beberapa saat hingga akhirnya Jeno membalikkan badannya dan memeluk tubuh mungil Siyeon tepat di pinggang ramping Siyeon. Sementara gadis itu mengalungkan lengannya di leher Jeno.

Tak peduli seberapa sering ia menangis karena Jeno.

Jeno terlalu baik di mata Siyeon, dimana saat pria itu melepaskannya dan memberinya 'kehidupan' yang sedikit lebih baik adalah jasa yang tidak bisa Siyeon balas bahkan dengan nyawanya.

Untuk saat ini, semuanya terasa cukup bagi Siyeon.

Ia ingin berhenti berharap.

Setelah memastikan Siyeon menghabiskan sarapannya. Jeno tersenyum dan pergi ke kamar, ia kembali dengan botol berwarna merah muda. Dan menaruhnya di genggaman Siyeon.

Pil kontrasepsi

"Persediaanmu bulan ini pasti habis"

"Jangan lupa meminumnya"

Bersamaan dengan kalimat itu, telfon genggam milik Jeno berbunyi. Dari sudut matanya, Siyeon melihat jelas nama 'Karina' dengan tanda hati muncul di layar ponsel Jeno. Hatinya panas. Setelah mengangkat telfon itu, Jeno buru-buru mengambil jaket dan kunci mobilnya.

"Aku harus pergi, hari ini Karina akan menyelesaikan projectnya. Jangan lupa meminum pil-mu"

"Kau akan pergi dengan si dungu itu?" ucap Siyeon.

Jeno mengentikan pergerakannya, "Jangan berbicara seperti itu tentang Karina, dia gadis baik."

"Aku pergi" pamit Jeno.

Siyeon menatap kosong pada pintu apartment yang tertutup itu. Dia lempar vas bunga yang ada di dekatnya sehingga hancur berkeping-keping.

"Jalang sialan..." desis Siyeon.

Gadis itu menyambar botol pil miliknya dan membuang seluruh isinya dalam lubang toilet. Tak lupa melempar botol kosong itu kedalam tempat sampah yang ada di kamar mandi.

Aku muak

Batinnya.

in betweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang