"When you forgive, you don't change the past - you change the future"
"Kau kembali" ucap Siyeon
"Kau tempatku untuk pulang" titah Jeno.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu apartement mengalihkan perhatian mereka. Siyeon berlari kecil membukakan pintu dengan Jeno yang tersenyum manis di belakangnya.
"HAPPY BIRTHDAY!"
Teriakan Go Yujin mengejutkan Siyeon. Ia datang bersama Eric, kekasihnya. Yang tidak lain adalah sepupu Jeno. Eric memegang kue ulang tahun dengan lilin yang menyala diatasnya. Mereka semua masuk dan menyanyikan lagu ulang tahun dan Siyeon meniup lilinnya.
"Eric membeli sampanye mahal tapi aku juga membelikanmu jus jeruk. Ingat! Jangan mengonsumsi alkohol ketika sedang berbadan dua!" ucap Yujin.
Eric memeluk Jeno singkat mengucapkan selamat atas kehamilan Siyeon, lalu ia memeluk Siyeon.
Mereka berkumpul dengan canda tawa, Siyeon mendapat banyak kado dari Eric, Yujin dan Jeno. Terlalu banyak untuk dirinya sendiri, mulai dari pakaian, jam tangan, sebuah kotak musik edisi terbatas dan lainnya.
Tak lupa dengan makanan yang tersaji di hadapan mereka. Hari itu adalah hari yang indah untuk Siyeon. Selesai acara, Jeno dan Eric pergi keluar untuk mencari udara segar sembari merokok. Kini tersisa Yujin dan Siyeon yang duduk di sofa.
"Karina tau semuanya."
Yujin menatap Siyeon tak percaya. "Lalu?"
"Jeno harus memilih diantara kami"
Gadis berambut pirang itu meletakkan gelas sampanyenya dan Siyeon menghambur dalam pelukkannya menangis. Yujin sudah mengenal Siyeon sejak lama, katakanlah ia satu-satunya sahabat Siyeon. Yujin sendiri tidak yakin langkah apa yang harus sahabatnya itu ambil, mungkin jika ia jadi Siyeon, ia lebih memilih mati daripada menghadapi semuanya.
Siyeon benar-benar perempuan yang kuat.
"Hei..." bisik Yujin sembari menegakkan tubuh Siyeon "... jika memang kau merasa tidak kuat, lepaskan. Sebelum kalian membunuh satu sama lain, selamatkanlah dirimu"
"Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan Jeno"
"Tidak bisa atau tidak mau?"
Yujin menggenggam tangan Siyeon dengan erat. "Aku tahu meninggalkan Jeno begitu berat untukmu. Tapi sebelum itu, ada hal yang harus kau lakukan"
"Maafkanlah Karina dan cobalah untuk memaafkan orang-orang dari masa lalu mu" ucap Yujin
Siyeon tertegun.
"Menyimpan dendam itu seperti menggenggam bara api yang siap kau lemparkan pada mereka. Orang pertama yang tersakiti tetap saja dirimu sendiri."
"Memaafkan bukan karena mereka pantas dimaafkan, tapi karna kau pantas mendapatkan ketenangan hidup, Siyeon."
-o0o-
"Jaga Siyeon untukku!" ucap Yujin sebelum masuk ke dalam mobil bersama Eric.
Jeno dan Siyeon masuk kedalam apartemen membereskan segalanya. Gelas dan piring kotor, "Biar aku" larang Jeno.
Jeno mengambil alih wastafel dan mulai mencuci gelas. Sementara Siyeon bersandar pada meja dapur memperhatikan Jeno. Siyeon tersenyum lembut pada lelakinya.
"Kau merencanakan ini? Dengan Eric dan Yujin?"
Jeno mengangguk membalas senyum Siyeon.
Perempuan itu tersipuh, "Kau ingat tahun pertama kita kembali ke sini?" tanyanya "Itu tahun yang mengerikan, untung saja Yujin dan Eric membantu kita"
"Itu tahun yang indah, hanya ada aku, kau, Eric dan Yujin-"
"Dan Karina" ucap Siyeon. Ia ragu, tapi akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibirnya "Bagaimana keadaan Karina?"
Gerakan Jeno terhenti karena ucapan Siyeon.
"Ia baik, mungkin hari ini pulang dari rumah sak-"
"Kau tidak kesana?"
Lelaki itu menatap Siyeon, seakan tak percaya dengan apa yang gadis itu katakan. Ia menggeleng pelan dan melanjutkan cuciannya. "Hari ini ulang tahunmu, seperti janji aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan. Maka aku harus disini."
Siyeon menunduk, Jeno selalu ingat janjinya.
"Karina akan sendirian dan ia masih sakit."
Prang!!!
Jeno melempar gelas sampanye yang di genggamannye ke lantai hingga pecah berkeping-keping. "Katakan apa yang kau inginkan!" ucap Jeno.
Siyeon diam, "Aku ingin bertemu Karina."
Pria bermarga Lee itu meraih tubuh Siyeon, memegang kedua bahunya dan mencoba membaca situasi apa yang telah terjadi dengan gadis itu.
"Katakan padaku ada apa denganmu?!"
Siyeon terisak dalam tangisannya, ia menahan air mata itu untuk tidak jatuh. Tapi pertahanannya sudah lama runtuh.
"Pilihlah Karina."
"Pilihlah Karina dan tinggalkan aku."
Apa?
Jeno tidak percaya dengan kalimat yang dituturkan Siyeon. Tidak, mereka tidak bisa lepas semudah itu, tidak sesimpel itu untuk mereka berpisah.
"T-tapi kenapa?" tanya Jeno.
Siyeon terduduk di lantai, ia menutup wajahnya yang sudah tidak karuan, "K-kita sakit Jeno, kita sama-sama sakit, sekeras apapun kita bertahan, kita hanya menyakiti diri kita masing-masing."
"Kau tahu aku menyayangimu, Siyeon"
"Kau mencintai anak ini?"
"Tentu saja"
"Itu dia. Kau menyayangiku, tapi kau tidak mencintaiku. Kau mencintai anak kita."
Skak mat.
"Katakan padaku apa ada diantara kita yang pernah menyebut kata cinta? Kau mengasihaniku Jeno, sebagaimana kau mengasihani Karina. Kau mengasihaniku yang tak punya apa-apa, yang berjuang keras menghidupi diriku sendiri seperti kau mengasihani Karina, gadis baik penderita sirosis hati yang kurang kasih sayang dari ayahnya" isak Siyeon
"Tidakkah kau sadar berapa banyak perubahan yang Karina berikan padamu? Kenapa kau bisa waras dihadapannya tapi menggila dihadapanku? Itu karena selalu ada cinta diantara kalian. Saat pertama kali kita terikat, kita hampir membunuh satu sama lain, karena itulah kita sepakat untuk Karina berada di tengah-tengah kita. Hubungan kita tidak akan pernah membaik, hingga pada akhirnya kita harus berpisah"
Benar.
Apa yang dikatakan Siyeon benar, dan Jeno mengakui itu.
"Sampai bayi itu lahir, kumohon" tangis Jeno "Apapun pilihanku, setidaknya aku sudah bertemu dengannya, aku mohon padamu Siyeon."
Siyeon menatap Jeno, tangisan tidak bisa dibendung dari pelupuk matanya. "K-kau... mencintai Karina?"
Jeno diam sebelum akhirnya menjawab
"Ya, aku mencintainya."
Lee Jeno akhirnya mengakui perasaannya, perasaan yang sejak dulu ada di hati Jeno.
"Siyeon aku-"
"Bawa aku ke Karina"
"Aku tidak-"
"Jika kau tidak akan membawaku ke Karina maka aku akan kesana dengan kakiku sendiri. Pergilah, aku butuh waktu. Aku sudah menghabiskan seluruh hidupku seorang diri, maka ini bukan hal baru bagiku, aku tidak apa-apa"