"tell me the truth, did you ever love me?"
5 months later
"Kau lihat ini? Lucu sekali!" Yujin merapikan pakaian bayi itu kedalam box.
Hari berganti menjadi minggu dan minggu berganti menjadi bulan. Hari tepat lima bulan sejak kejadian itu. Baik Jeno dan Siyeon saling tidak bertemu dalam waktu yang lama, hanya jatah menelfon sepuluh menit dalam seminggu yang ada untuk keduanya berkomunikasi. Mereka tidak dipertemukan, demi kebaikan masing-masing.
Perut Siyeon kian membesar, menunjukkan tanda-tanda kelahiran yang semakin dekat, bahkan tinggal menghitung hari. Siyeon menatap lukisan yang ada di ruang tengah apartementnya. Ada perasaan bercampur yang tidak bisa di deskripsikan ketika ia melihat lukisan itu.
"Makanannya sudah siap!"
Bagaimana hubungan Siyeon dan Karina?
Karina memilih menarik diri dari Jeno. Setelah kejadian itu mereka tidak pernah bertemu lagi, begitu pula dengan keluarganya, ia mundur dari perusahaan ayahnya dan memutuskan untuk membuka galeri seni yang berisikan lukisannya. Dari usaha itu, ia mendapat penghasilan yang cukup untuk dirinya. Dan Siyeon? Karina menebus seluruh dosanya pada Siyeon. Sedikit demi sedikit, ia semakin sering berkunjung ke apartemen Siyeon.
Komunikasi antara Karina dan Siyeon tidak banyak. Tapi Karina sering datang dan memasakkan Siyeon makanan, atau membantu Siyeon membereskan rumah. Masih canggung, tapi tidak ada penolakan dari Siyeon dan itu cukup untuk Karina.
"Jeno akan datang? Minggu depan?" tanya Yujin.
Siyeon menangguk.
Posisi bayi mereka melintang, sehingga harus dilakukan operasi. Siyeon sudah menjadwalkan operasi itu minggu depan bersama dokter kadungan. Semua persiapan sudah matang untuk bertemu dengan bayinya.
Tapi apakah ia siap bertemu Jeno?
-o0o-
Karina menggoreskan kuasnya di kanvas lebar. Sebuah studio lukis kecil yang ada di belakang galeri seninya. Salah gedung satu aset keluarga atas nama dirinya ia ubah menjadi tempat yang membuatnya nyaman. Karina sendiri keluar dari apartemen mewahnya dan memilih tidur di galeri, ia merasa lebih bebas, jauh dari keluarganya.
Suara pintu yang di ketuk mengalihkan atensi Karina dari kanvasnya. Ia membuka pintu mendapati sosok gadis cantik berkaki jenjang berdiri di depan pintunya.
"Ada urusan apa?"
Gadis cantik itu mendelik, "Beginikah cara kau menyambutku? Aish... sangat tidak sopan" ucap Wonyoung.
Karina memutar matanya dan menarik pintu untuk menutupnya sebelum Wonyoung menahannya. "B-bolehkan aku masuk?"
-o0o-
Karina menyodorkan secangkir teh kehadapan Wonyoung. Gadis muda itu tengah memperhatikan studio Karina, lebih mirip gudang sebenarnya. Ada dapur kecil, kamar mandi di luar dan sebuah kamar. Sisanya hanya bagian kosong melompong tanpa belokkan, memang seperti gudang atau garasi.
Wonyoung duduk di kursi dan meminum tehnya.
"Apa kabarmu? Eonni?" tanya Wonyoung pelan.
"Seperti yang kau lihat, aku baik."
Sudah lama mereka tidak bertemu, sejak ribut terakhir di Yoo Company. Karina sendiri sudah mendengar bahwa sekarang Wonyoung telah menjabat sebagai Arsitektur Utama di Yoo Company, seluruh berita itu sudah tersebar di internet sejak Wonyoung berhasil menarik perhatian publik dengan beberapa desain interior yang ia lakukan pada beberapa perusahaan ternama di Korea Selatan.
"Kau dan Jeno... baik-baik saja?"
Karina menarik nafas dan membuangnya perlahan, tentu saja hal tersebut tertutup rapat dari jangkauan media, terimakasih kepada seluruh keluarga Jeno yang menutupnya.
"Aku dan Jeno, tidak bersama lagi."
"Apa? Kenapa?!"
Si sulung itu akhirnya menceritakan segala hal yang telah ia lewati dalam beberapa bulan terakhir. Air mata itu tentu saja jatuh dari pelupuk mata Karina, oh Tuhan, kapan terakhir kali ia menangis?
"Kau mencintai Jeno, dan kau melepaskannya..." ucap Wonyoung.
Karina tersenyum pada adiknya, "Terkadang, kita harus melepaskan segala beban yang menarik kita ke daratan, untuk bisa terbang. Buktinya? Mungkin jika Siyeon tidak ada, galeri ini tidak akan ada, aku mungkin hanya jadi seorang wanita dapur yang mengurusi suami setiap hari"
"Aku belajar, bahwa melepas Jeno adalah keputusan terbaik. Siyeon pantas berada di samping Jeno, ia wanita baik. Keduanya harus sembuh dan bersama, keduanya pantas bahagia"
Wonyoung menatap Karina. Kagum, pengorbanan Karina mungkin tidak terlihat besar, tapi Karina mengorbankan perasaannya untuk orang lain. Karina meletakkan posisinya pada posisi bayi yang dikandung Siyeon. Agar makhluk kecil itu dapat merasakan kebahagiaan. Karina telah melepaskan pusat kebahagiaanya.
"Jeno... harus bahagia" bisik Karina.
"Lagi pula, berapa lama lagi aku bisa hidup?"
Ia kehilangan akal sehatnya, Karina kini hidup sendiri. Tidak ada yang menemaninya, kemungkinan ia mati sendiri sudah terlalu besar. Tapi ia tak apa, ia hidup tanpa dicintai siapapun maka tak apa jika ia mati tanpa mencintai siapapun. Karina menyerah pada takdirnya, tidak ada kata bahagia dalam kamusnya.
Wonyoung memeluk Karina, menangkap sang kakak di kala jatuh menenangkannya. Hubungan mereka tidak pernah sedekat ini. Tapi jauh di lubuk hati yang paling dalam, keduanya saling menyayangi
"Kau juga harus sembuh, Eonni" ucap Wonyoung "Kalau kau sakit, aku harus bertengkar dengan siapa?"