"they can't let you go, they can't treat you right"
"Mereka akan hidup dalam hubungan tanpa restu keluarga dan itu bukanlah hal yang baik."
Yujin menggenggam tangan Karina. "Bertahanlah pada Jeno."
Karina menarik tangannya, dan menatap Yujin tak percaya. Ia tidak akan sanggup melakukan hal itu, ia tidak seegois itu.
"Aku akan melepaskan Jeno"
"Kenapa? Kau tahu bahwa Jen-"
"AKU TIDAK INGIN BAYI ITU BERAKHIR SEPERTIKU!"
Karina berdiri dari duduknya, "Bayi itu, yang ada dalam kandungan Siyeon, tidak akan merasakan figur ayahnya jika Siyeon dan Jeno berpisah. Mereka harus sembuh dan harus tetap bersama. Mereka-"
"Berapa lama?"
"Berapa lama mereka bisa sembuh?"
Pertanyaan Yujin ada benarnya. Tapi Karina yakin bahwa keduanya ditakdirkan untuk bersama. Karina tahu, bahwa Siyeon selalu memiliki tempat dalam diri Jeno. Yujin ikut berdiri, sorot mata yang tadinya penuh harapan, kini memancarkan kesedihan.
"Jeno dan Siyeon, sangat berarti dihidupku" bisik Yujin
"Kau mungkin tidak paham, tapi luka yang goreskan sudah terlalu banyak dan sudah terlalu dalam, lalu apa yang kau harapkan? Mereka akan menikah dan hidup bahagia? Ini bukan hanya hubungan antara Jeno dan Siyeon, bukan hanya pernikahan antara dua orang tapi Siyeon akan menikahi keluarga Jeno dan seluruh lapisan sosial Jeno. Dan kau pikir Siyeon siap? Dengan keadaannya yang seperti itu?"
Yujin meneteskan air mata, perempuan itu sudah terlalu sering melihat Siyeon tersakiti, begitu juga Jeno. Sampai kapan Yujin harus diam dan menonton semua itu?
"Aku hanya tidak ingin Jeno dan Siyeon mati ditangan masing-masing."
"Dan bayi itu, tetap akan menjadi korban."
Percakapan dua wanita cantik itu berakhir dengan handphone Yujin yang bergetar. Dan keduanya berakhir berlari menyebrang jalan dengan segala skenario terburuk yang ada di kepala mereka.
-o0o-
Karina mungkin paham betapa sakitnya hubungan antara Jeno dan Siyeon, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa mereka telah ditahap akan saling membunuh. Yujin benar akan pentingnya memisahkan Jeno dan Siyeon.
Sore itu, Karina mendengar teriakan Siyeon dan amarah Jeno. Barang sekitar mereka telah pecah menjadi tak berguna, Yujin dan Eric yang berusaha memisahkan kedua insan yang saling 'mencintai'. Ia mungkin tahu Jeno kasar pada Siyeon, tapi satu hal yang tak pernah terbesit adalah Siyeon yang ikut andil dalam permainan itu.
Jeno kasar, tapi Siyeon juga kasar.
Terlihat jelas darah segar mengalir di sudut bibir Jeno. Beberapa cakaran di lengannya, Karina bahkan tidak sanggup melihat ke arah Siyeon.
Dan sore itu, keduanya dilarikan ke rumah sakit.
-o0o-
Yujin berdiri dari duduknya setelah seorang dokter dan perawat keluar dari ruangan Siyeon. Ia ada sebagai wali Siyeon, dan Eric sebagai wali Jeno. Karina lega mendengar bahwa bayi itu selamat, bahkan setelah pertarungan hebat seperti itu. Setelah berbincang panjang dengan dokter, Yujin memutuskan masuk ke ruang rawat Siyeon, diikuti dengan Karina.
Namun langkah Yujin terhenti, "Temuilah Jeno sekarang, Siyeon butuh waktu."
Yujin akhirnya masuk sendirian tanpa Karina. Gadis itu terdiam di balik pintu ruang rawat Siyeon. Dengan gontai, ia berjalan menuju ruang rawat Jeno mendapati Eric yang terduduk di kursi ruang tunggu.
"Jeno langsung mendapati konseling dengan psikiaternya, mungkin beberapa menit lagi selesai. Duduklah bersamaku" ucap Eric.
Karina duduk di sebelah Eric, ia masih terlalu lelah untuk mencerna situasi yang ada. "Dari awal... sudah seperti ini?" tanya Karina
Eric mengangguk.
Bagaimana bisa mereka menyebut hal ini cinta?
"Tahun pertama mereka buruk, kami pikir dengan memindahkan keduanya ke Australia keduanya akan membaik. Tapi semakin buruk" cerita Eric.
"Tampak dari luar mereka memang selalu baik, Jeno tampak mengangumi Siyeon, dan siap melindungi Siyeon kapanpun, Siyeon juga terlihat begitu mengasihi Jeno. Tampak sangat baik, mereka menyembunyikannya dengan sempurna."
"Tapi dikala keduanya sedang tidak dalam emosi yang stabil, disitulah keduanya ada di ujung maut masing-masing. Mereka tidak bisa membedakkan antara cinta dan gairah hingga itu menyakiti diri mereka sendiri"
"Tahun pertama" ucap Karina
"Apa yang terjadi di tahun pertama?"
Eric menjambak rambutnya, ia benar-benar tidak ingin mengingat kejadian itu, "Kami menemukan Jeno dengan seluruh sayatan dipunggungnya. Dan Siyeon yang menyayat pergelangan tangannya sendiri"
Karina bangkit dari duduknya, ia tidak sanggup bertemu Jeno sekarang, ada hal yang belum di dapatkannya dan ia harus mendapatkannya sekarang yaitu maaf dari Siyeon.
-o0o-
Karina membuka pintu ruang rawat Siyeon, sampai suatu pemandangan membuatnya membelalakan mata. Siyeon.
Yujin tengah membersihkan tubuh Siyeon, menanggalkan seluruh pakaian perempuan itu hanya dengan menyisahkan pakaian dalam. Tapi hal yang menyorot perhatian Karina adalah lebam di tubuh Siyeon, banyak tanda kebiruan di bagian kaki, lengan dan leher. Beberapa goresan pisau di area pergelangan tangan. Tanda memar keunguuan di bagian punggung, ia tidak pernah melihat orang yang terluka separah itu.
Selama ini, Siyeon menutupinya dengan sangat rapi.
"Tidak usah terkejut" ucap Siyeon.
"Ini luka lama, tidak sakit"
Karina duduk disamping ranjang Siyeon dengan Yujin yang membantu Siyeon mengenakan pakaian. "Kau dan bayimu tak apa?" tanya Karina.
Siyeon mengangguk dan tersenyum, "Jangan khawatir."
Yujin melihat senyum itu, lagi-lagi Siyeon tersenyum. Kenapa perempuan itu selalu merasa tidak ada yang pernah terjadi, setelah banyak hal yang ia lalui. Yujin merampas tasnya dan mengalungkan ke bahunya.
"Aku akan mengurus administrasi, jangan bertengkar" ucap Yujin mengambil dompetnya dan keluar dari ruangan itu.