16

947 117 15
                                    

"It's you. Your presence."

"Kau bangun? Makanlah" ucap Jaehyun.

Jeno duduk disamping Jaehyun, pria itu baru selesai berolahraga. Mina datang dan ketiganya memulai sarapan dalam keheningan. Jatuh pada pikiran masing-masing. Selesai sarapan, Mina membereskan peralatan makan mereka.

Dan Jaehyun menatap Jeno penuh arti. "Aku sudah mendengar semuanya dari Mina"

"Langkah apapun yang kau ambil, pastikan itu yang terbaik untukmu"

Jeno menyambar kunci mobilnya dan pergi dari apartemen Jaehyun.

-o0o-

Ia mendapati apartemen Siyeon dalam keadaan rapi. Mencari perempuan itu dan mendapatinya sedang tidur di atas ranjang mereka. Siyeon mengenakan kaos Jeno yang longgar di tubuhnya.

Siyeon terusik dalam tidurnya, hingga netranya jatuh pada Jeno yang berdiri di ambang pintu. Pria itu masih mengenakan kemeja satin hitam dan celana jeans yang dipakainya kemarin.

Jeno berjalan mendekati ranjang. Disambut oleh pelukkan Siyeon. Wanita itu menyembunyikan dirinya di tubuh Jeno. Aroma mint dan madu berpadu memenuhi indra penciuman Siyeon, sebuah candu baginya. Lama mereka berpelukan tanpa satu kata terucap, hanya ketakutan yang tersimpan dalam hati masing-masing.

Kamar mereka gelap. Hanya ada sebuah jendela dengan ukuran tidak terlalu besar, tirai tersebut menghalangi cahaya pagi masuk, Siyeon tidak suka cahaya, Jeno tahu itu. Wanita itu mencintai kegelapan, itulah yang membuat Siyeon jatuh pada Jeno. Tapi dari kegelapan itu, Jeno tetap bisa melihat wajah cantik Siyeon.

Tangan kiri Jeno menopang tubuh Siyeon, sementara tangan kanannya menrengkuh tubuh itu. Ia masukkan tangan kanannya kedalam kaos yang Siyeon pakai, mengelus punggung wanita itu dengan lembut. Dari Siyeon, Jeno dapat mencium aroma mawar yang bermekaran.

"Tidurlah lagi"

Jeno mengelus surai hitam Siyeon, menyentuhnya tepat di dagu dengan jemarinya, sedikit mengangkat dan menciumnya tepat di bibir. Jeno menemukan rumahnya untuk pulang, bibir Siyeon bagaikan aprodisiak pribadi untuknya. Sangat lembut, dan dingin. Siyeon tetap tidak membuka matanya. Ia ketakutan, ia takut bahwa semuanya hanyalah mimpi dan ia akan tebangun sendirian.

Sampai wanita itu membuka matanya dan mendapati Jeno masih disana. Siyeon memegang tangan kanan Jeno yang tadi mengangkat dagunya. Dia dapat melihat betapa tulusnya Jeno. Pria itu mencium puncak kepalanya tampak takut kehilangan.

"Aku akan mandi. Bergabunglah denganku."

Jeno bangun dari tidurnya dan mengangkat Siyeon. Ia mendudukkan Siyeon diatas kloset dan membuka pakaian wanita itu. Siyeon masih sangat kurus untuk ukuran wanita yang hamil. Dan Jeno ikut membuka pakaiannya. Ia mengatur suhu pancuran air, sampai dirasanya pas, Jeno menggenggam tangan Siyeon untuk bergabung dengannya. Siyeon kembali menjatuhkan tubuhnya ke Jeno. Aktifitas mandi mereka kali ini diisi dalam keheningan. Mereka terpaku dalam pikiran masing masing.

Mereka telah menemukan obat terbaik untuk segala ketakutan, kecemasan dan amarah yang ada. Yaitu kehadiran mereka masing-masing.

Selesai mandi, Jeno mengeringkan rambut Siyeon dengan pengering rambut. Dengan sentuhan akhir kecupan di bahu wanita itu. Siyeon kini cantik, ya meskipun ia selalu cantik di mata Jeno. Kini Siyeon mengenakan gaun musim panas pendek berwarna putih tanpa lengan. Gaun yang Jeno beli untuknya beberapa waktu lalu.

Jeno menarik kedua tangan Siyeon ke ruang tengah. "Menarilah denganku" pinta Jeno.

Pria itu menyalakan piringan hitam yang ada di ruang tamu. Terdengar musik milik Jen Armstrong memenuhi ruangan. Siyeon dan Jeno mulai berdansa dengan Jeno yang memeluk tubuh Siyeon.

Take my hand don't look down, down
Hear my voice know this sound

Jeno mengenggam erat tangan Siyeon serta memeluknya. Kali ini, biarkan keduanya mengesampingkan perihal badai yang tengah menghantam mereka.

I know you hurting, I just can't imagine
But please can you keep holding on, on
I'll make you better somehow.

Mereka tau pada akhirnya mereka akan menyakiti satu sama lain. Hubungan keduanya sudah lama retak dan terlalu sulit untuk memperbaikinya. Tapi bisakah mereka bertahan? Karna dengan kehadiran masing-masing, mereka selalu menemukan tempat untuk pulang.

Cause I can't help thinking bout before
Can't we go back have what we had once more

Andaikan.

Terlalu banyak kala andaikan diantara mereka. Andai saja waktu bisa terulang, Jeno mungkin mencari jalan keluar untuk Karina.
Andai saja waktu bisa terulang, Siyeon mungkin akan lari tanpa mengganggu hidup Jeno.

Memori indah diantara mereka terlalu banyak, hingga sulit untuk melepaskan satu sama lain. Tanpa mereka sadari, ada terlalu banyak luka disana.

Oh you're not allowed
You cannot leave me now
Don't even think about it
You cannot leave me

Jeno mengangkat tubuh Siyeon dan memutarnya. Siyeon tertawa, dan bibir mereka menyatu.

Jika saja ada opsi lain, Jeno tidak ingin meninggalkan Siyeon. Begitupula dengan Siyeon, andai saja hubungan ini tidak menggores luka, mungkin Siyeon bisa egois untuk memiliki Jeno. Tapi hubungan ini hanya akan menjadi racun mematikan bagi keduanya. Ini tidak akan berhasil.

It's selfish but I dont care, don't care
I love you its only fair

Siyeon tidak bisa, dia tidak ingin egois.

Fight what is trying to come in between us
I think you owe that to me, me
Don't leave me no don't you dare

Siyeon telah menghadapi ketakutan terbesarnya. Yaitu ia kembali harus berjuang sendirian. Untuknya, untuk Jeno dan untuk bayinya.

You cannot leave me

Diakhir lagu, Jeno melepaskan pelukkannya. Keduanya bertatapan begitu lama, sadar bahwa akhirnya mereka harus kembali ke realita kehidupan. Senyum dan tawa itu luntur, masih terlalu banyak perjuangan yang akan mereka lewati.

in betweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang