24

913 113 5
                                    

"childhood is a kingdom where nobody dies"

Pintu ruang rawat itu dibuka, Siyeon telah dipindahkan ke kamar inap. Tak henti semua orang panjatkan rasa syukur atas Siyeon yang cepat pulih. Wanita itu berhasil melawannya, setelah beberapa kantong darah masuk Siyeon langsung pulih dan bangkit kembali.

Jeno menatap sosok yang duduk di ranjang pasien, dikelilingi Yujin, Mina dan beberapa diantara mereka. Ia tampak seperti seseorang yang terlahir kembali, ada yang berbeda dengan Siyeon.

Rambut hitam yang biasanya menyentuh pinggang kini sudah tak ada lagi, digantikan dengan potongan sebahu, Jeno tidak pernah melihat rambut Siyeon sependek itu. Entah matanya yang salah, tapi Jeno tidak melihat kulit pucat Siyeon, wanita itu tampak lebih bersinar, lebih hidup.

Namun, ia tetap Siyeon.

Seluruh yang ada di ruangan itu berdiri keluar memberi ruang untuk Jeno dan Siyeon berbicara, setelah sekian lama keduanya kembali.

-o0o-

"Bagaimana keadaanmu?"

Siyeon melirik pada Jeno yang kini duduk diatas ranjang rumah sakit. Ada rasa rindu dihatinya, tentu saja. Ingin ia menghambur ke pelukkan Jeno, mengecup bibir pria itu. Mewujudkan segala hal yang terjadi dalam mimpinya sebelum melahirkan. Bercinta, berbagi rokok, atau mungkin... berjalan diatas serpihan kaca? Siyeon ragu.

"Baik, seperti yang kau lihat. Bagaimana denganmu?"

Jeno membuang wajah, sebelum akhirnya mengenggam tangan Siyeon. Dan wanita itu menutup mata. Kapan terakhir kali mereka secanggung ini? Baik Jeno dan Siyeon biasa akan sentuhan masing-masing, seolah hal tersebut adalah cara terbaik mereka berkomunikasi. Bagai dua pasangan bisu yang di satukan, dan keadaan seperti ini membuat keduanya tampak seperti dua orang asing yang memiliki kisah masa lalu.

"Hyein cantik, sepertimu"

Siyeon tersipuh akan ucapan Jeno, tapi atensinya jatuh ke hal lain. Jeno tampak lebih kurus dari sebelumnya, tulang pipinya naik dan tanpa ia sadari. Ia menyentuh wajah Jeno dengan lembut. Dan pria itu merasa aman dalam sentuhan Siyeon dan melihat sorot khawatir dari mata Siyeon.

Perlahan, ia tarik Siyeon kedalam dekapannya dan menangis untuk kesekian kalinya. Seberapa tersakiti Siyeon adalah hal yang tak dapat Jeno baca. Dalam beberapa bulan terakhir, Jeno sadar bahwa ia tidak pernah mengerti jalan pikiran Siyeon. Wanita itu membangun benteng di sekelilingnya untuk perlindungan dan ia tidak bisa menembus benteng itu.

"T-terimakasih... telah berjuang"

Tanpa Jeno sadari, kemejanya ikut basah dengan air mata Siyeon.

-o0o-

Karina mendorong kursi roda Siyeon hingga keduanya sampai di ruangan bayi inkubator. Kedua wanita itu menatap bayi perempuan mungil dari balik kaca. Bayi itu tidak berdosa, begitu suci. Karina merasa bayi itu tidak pantas menghadapi kejamnya dunia. Dunia terlalu jahat untuk bayi sesuci itu.

"Lee Hyein"

"Hyein, putriku" ucap Siyeon

Siyeon tersenyum lembut pada bayi itu. Ia tampak pucat pasca melahirkan, tapi bersinar diwaktu yang sama. Bobot bayinya memang kecil, tapi ia sehat dengan detak jantung yang kuat.

"Siyeon" panggil Karina. "Selamat, Hyein cantik sekali"

Bayi perempuan itu menggeliat lembut.

"Siyeon"

"Apa keinginan terbesar dalam hidupmu?"

Karina mengulang pertanyaan itu lagi. Seperti pertanyaan yang ia lontarkan ketika mereka duduk di bangku sekolah.

Siyeon masih dengan senyumnya. "Aku yang dulu akan menjawab kalau aku ingin selalu bersama Jeno"

"Tapi sekarang, aku hanya ingin kehidupan yang baik untuk Hyein. Makanan yang cukup, pendidikan yang baik, dan yang pasti aku tidak ingin dia berakhir sepertiku."

"Biarlah Jeno tidak ada disampingnya. Mungkin itulah yang terbaik, untuk Hyein, untukku dan tentu saja untuk kalian."

"Aku tidak bilang Jeno adalah lelaki yang jahat. Tapi jika takdir berkata lain, aku tidak ingin Hyein menjadi seperti aku... atau kau, Karina."

Karina menatap Siyeon, ia tidak mengerti kemana arah pembicaraan ini.

"Aku dan Hyein berhak bahagia, tapi Jeno tidak andil dalam kebahagiaan kami, begitu pula sebaliknya."

Perlahan Siyeon menarik tangan Karina dan menggengamnya dengan erat. Ia menatap lekat wanita yang terbaik untuk Jeno dan mengulas senyum manis.

"Hubunganku dan Jeno tidak akan berhasil-"

"TIDAK!"

Karina berlutut di hadapan Siyeon mencengkram pergelangan tangan itu. Dan menatap lekat pada iris mata Siyeon, "Kau... kau harus bersama Jeno! Selamanya! Untuk Hyein!" pinta Karina.

"Hyein harus tumbuh dengan sosok ayahnya! Dan dirimu disampingnya! Hyein harus bahagia! HYEIN TIDAK BOLEH BERAKHIR SEPERTI KITA!"

Karina mendorong kursi roda Siyeon agar menghadap pada dirinya. "Lihat Hyein!"

"Lihat aku! Siyeon!"

"Kau ingin putrimu berakhir sepertiku?! KAU INGIN PUTRIMU TUMBUH TANPA CINTA DARI AYAHNYA?!"

Karina telah berlutut dihadapan Siyeon. Ada sesuatu yang menyayat hatinya, bayang-bayang kelam bahwa Hyein tidak mendapat cinta dari sosok ayah, dari sosok cinta pertama menghantui Karina. Jangan ada korban lagi, cukup dirinya. Setidaknya jangan putri Siyeon, jika itu terjadi, Karina merasa bahwa ia tidak akan pernah menebus dosanya pada Siyeon.

"S-siyeon... maafkan aku" isak Karina.

Siyeon tersenyum menggenggam tangan Karina, dielusnya lembut punggung Karina "Jeno sudah melihat putrinya, setelah ini, aku dan Hyein tidak akan kembali lagi. Kami akan membuka lembaran baru, begitu juga kau dan Jeno. Kau mencintai Jeno segenap hatimu, dan aku yakin Hyein akan paham semua keadaan ini, kupastikan hidupnya bahagia, sehingga apapun yang terjadi, Hyein tidak perlu figur ayah untuk membahagiakan hidupnya. Dan kau Karina, berbahagialah" pinta Siyeon

Dibalik lorong rumah sakit itu, Jeno terduduk menahan air mata, ia telah menyakiti keduanya. Siyeon baik begitupula Karina, dia lah yang jahat diantara mereka.

in betweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang