"you are a monster from hell"
"One, two, three, four, five, six, seven, eight"
"One, two, three, four, five, six, seven, eight"
"Baiklah semuanya, kerja bagus. Kelas kita sampai disini, kita bertemu besok lagi, okey?"
Tawa riang anak kecil menggema di studio tari kecil dipinggiran kota itu. Siyeon tersenyum tulus pada anak-anak itu. Sosok kecil yang berlarian dengan rok tutu yang mengembang. Siyeon bahagia dengan pemandangan itu.
Tok tok tok
Siyeon melirik kearah pintu kaca, mendapati wanita cantik berambut pirang dengan hoodie kebesaran dan celana training. Rambutnya terikat asal begitu saja.
Go Yujin.
Salah satu pelatih tari di divisi Hip Hop. Yujin sudah lebih lama berada di studio ini, ia disana menjadi murid hingga menjadi pelatih, berbeda dengan Siyeon yang baru 3 tahun terakhir berada disana. Yujin sosok yang mudah bergaul dan ceria. Satu-satunya teman yang Siyeon milikki.
"Sup tahu disini memang yang terbaik" ucap Yujin
Mereka tengah makan siang sehabis pulang dari studio. Salah satu tempat yang hanya beberapa blok dari sanggar, restoran milik bibi tua yang sering mereka kunjungi. Selain rasanya yang enak, harganya yang begitu terjangkau.
"Kau tahu, aku akan menerima tawaran itu, ini kesempatan yang bagus"
"Bagaimana dengan Eric?" tanya Siyeon.
"Kami punya satu tahun untuk belajar berjauhan. Oh ayolah, ini New York"
Siyeon terdiam sejenak, ia bimbang.
"Lalu kau? Bagaimana?" tanya Yujin.
Siyeon menunduk, "Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan Jeno"
Yujin menatap sahabatnya itu, dengan kasar ia melempar sumpitnya kehadapan Siyeon. Membuang muka lalu menarik nafas sejenak.
"Kau perempuan paling bodoh yang kutemui."
Yujin berdecih pelan dan melanjutkan kalimatnnya, "Kabar tentang perjodohan itu sudah ada dimana-mana. Cepat atau lambat si bajingan dan jalang itu akan menikah meninggalkan kau sendiri."
Ia genggam tangan sahabatnya, "Ini Paris Siyeon, kesempatan ini tidak datang dua kali, kau punya waktu setahun untuk melepas Jeno, dan memulai kehidupan baru. Untuk dirimu, untuk kebaikanmu."
Siyeon masih tertunduk. Tidak, tidak semudah itu, ia tidak bisa melepaskan hubungan mereka begitu saja. Ia ingin Jeno, ia harus bersama Jeno, dan seterusnya akan selalu begitu. Hidupnya ada pada Jeno, dan itu adalah hal yang pasti.
"Kau tahu aku tidak akan bisa melepas Jeno."
Yujin kembali membuang wajahnya, "Bibi aku bungkus ini!" teriaknya "Aku tidak ingin makan dengan gadis bodoh sepertimu" desis Yujin.
Yujin merapikan tasnya dan bangkit dari meja itu. Ia melirik marah pada Siyeon yang masih menunduk dengan sup tahu yang mulai mendingin dihadapannya. Go Yujin tidak akan pernah paham jalan pikiran Park Siyeon. Ia melangkah menjauhi meja itu.
"Aku berhenti meminum pilnya"
Yujin menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap Siyeon tidak percaya.
-o0o-
Jeno melangkah dengan cepat, ia memarkirkan mobilnya begitu saja di Mansion keluarga Yoo. Ia langsung naik begitu saja menuju kamar milik Karina. Ia menarap nanar sosok gadis itu, dengan tangan berinfus namun senyum manis itu tidak hilang di wajahnya.
"Aku tak apa" ucap Karina.
Jeno mengenggam tangan Karina dan mengelus wajahnya. "Jangan memaksakan dirimu, kau harus tau batasan" cemas kekasih Karina itu.
Karina tersenyum pahit, "JD Coorp membatalkan kontraknya" bisiknya
"Ayah marah padaku"
Jeno terdiam, rahangnya mengeras, ia ingin marah pada bedebah itu. Ia ingin membunuhnya, bagaimana bisa pria itu mengabaikan putrinya disaat Karina hanyalah gadis tak berdaya. Sirosis hati bukanlah penyakit main-main, tidak ada yang tahu berapa lama Karina akan bertahan.
Ia bangkit dari duduknya dengan amarah di ubun-ubun.
"Jeno kumohon jangan!" teriak Karina.
Ia menghentikkan langkahnya melihat Karina menahan lengannya.
"Kumohon..."
"Ia satu-satunya yang kumiliki" tangisnya.
Jeno tidak tahu harus berbuat apa, tapi perlahan ia menyandarkan kepala Karina di dadanya. Ia membiarkan gadis itu menumpahkan tangisnya. Karina sudah terlalu lama sakit, entah itu sakit sesungguhnya atau perasaannya yang tersakiti.
Hanya ada Jeno.
Dengan belaian rambut di kepalanya. Karina tertidur di pelukkan Jeno.
-o0o-
Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saa-
Bip!
Siyeon menatap nanar ponselnya, lalu tatapannya berganti pada brosur di hadapannya. Disertai dengan kontrak, sebuah tawaran menjadi pengajar relawan di Paris, Prancis. Impian Siyeon sejak lama, untuk setidaknya menginjakkan kaki di benua eropa sekali saja dalam hidupnya. Kini sebuah tawaran dengan gaji yang fanfastis, sebuah tempat tinggal seumur hidup dan tunjangan hari tua. Apalagi yang kurang?
Siyeon memejamkan matanya, mengingat hari-hari masa kecilnya, dimana saat anak lain bermain, ia akan datang ke studio ballet untuk mengelap kaca, membersihkan barre, mengepel lantai, hanya untuk mendapat les gratis. Semuanya harus terbayarkan.
Ia membuka matanya dan kembali melirik ponsel genggamnya. Dan menekan nomor yang sama.
"Halo?"
Ia terdiam sejenak, "Pulanglah"
"Aku bersama Karina, Sirosisnya kambuh dan aku-"
"Kau ingin aku mati?" ancam Siyeon lalu mematikan ponselnya.
-o0o-
Di sisi lain Jeno menatap Karina, yang tidur terlelap di pelukkannya. Pelan-pelan ia bergerak melepaskan pelukkan itu dari tubuhnya sampai sebuah tangan menahannya.
"Kau akan pergi?"
Jeno melihat Karina yang menatapnya sayu. "Istirahatlah, aku harus pulan-"
"Jangan tinggalkan aku" pinta Karina. Ragu, itulah yang dirasahkan Jeno. Tapi Siyeon menunggunya, ia harus kembali.
Jeno melepaskan genggaman Karina tadi pakaiannya dan mengelus kepala gadis itu. "Kau harus istirahat, dan aku akan kembali, aku janji" ucapnya lalu mencium kening gadis itu.