"we worry about tomorrow like it's promised"
Bayi kecil itu masih menutup matanya, sang ibunda dapat merasakan detakkan jantung yang kuat. Si kecil Hyein akhirnya keluar dari inkubator yang membantunya dua hari terakhir, kini ia berada dalam pelukkan Siyeon. Surai hitam legam tebal milik Siyeon yang turun pada putrinya. Ada kebahagiaan yang tak tergantikan untuk Siyeon ketika menggendong putrinya.
Setiap orang yang ada disana dapat merasakan aura kebahagiaan baik dari Siyeon maupun Jeno. Yujin bahkan tersenyum haru melihat sisi lain dari Siyeon, ia tahu bahwa sahabatnya kini sedang berada di titik paling bahagia dalam hidupnya dan Yujin ingin selalu seperti itu.
"Ingin menggendongnya?" tanya Siyeon pada Jeno.
Wanita itu membantu Jeno meletakkan kepala Hyein di lengannya. Dan untuk pertama kalinya, Jeno merasakan dorongan yang kuat, ia ingin melindungi Hyein lebih dari apapun. Ada panggilan dimana kebahagiaan Hyein adalah prioritasnya. Ia menatap Siyeon dan Hyein secara bergantian, dikecupnya kening mungil Hyein dan membisikkan sesuatu di telinganya.
"Putriku, Lee Hyein"
-o0o-
Rasanya sudah lama sekali tidak kembali ke tempat sekecil itu. Bahkan Jeno merasa sesak, apartement mereka memang selalu kecil, tapi kini ada Hyein diantara mereka yang berarti akan ada orang lebih yang tinggal disini.
Jeno tahu Siyeon tidak pernah boros, wanita itu hampir tidak pernah belanja. Hidupnya di dikte teratur untuk tidur, pergi ke sanggar lalu pulang kerumah, selalu seperti itu setiap harinya. Tidak ada selembarpun pakaian Siyeon yang dipilih langsung dari tangannya, semua adalah pemberian Jeno. Tidak ada satupun kebutuhan rumah yang Siyeon paham, karena Jeno selalu menyiapkan segalanya. Siyeon hanya akan pergi belanja jika ia ingin, itupun tidak banyak yang ia beli.
Dan Jeno dapat melihat kebiasaan itu, kamar belakang yang awalnya sebuah gudang disulap menjadi kamar bayi atas bantuan Yujin dan Eric. Sebuah boks bayi kecil, tempat mengganti popok, sebuah meja dengan banyak laci dan kursi disudut ruangan yang mengarah ke jendela, sangat minimalis.
Jeno sendiri yang meminta Yujin dan Eric untuk membantu Siyeon dalam menata kamar bayi. Tapi Jeno tahu, Yujin pasti membiarkan Siyeon mendekor kamar itu sendiri. Sementara dirinya dan Eric hanya membantu menyusun perabotan pokok yang memang harus ada di kamar bayi. Dan kini, yang Jeno lihat hanya sekeranjang boneka yang tidak banyak jumlahnya lalu beberapa bingkai foto dirinya dan Siyeon yang terpajang di sudut ruangan.
Ketika ia membuka lemari gantungpun tidak ada pakaian istimewa seperti gaun-gaun lucu yang sering ibu muda beli untuk bayi mereka meskipun mereka tau bahwa gaun itu belum akan terpakai dalam waktu dekat. Tidak ada bandana atau topi yang membuat bayi menjadi lebih menggemaskan. Hanya ada baju pokok kebutuhan bayi baru lahir.
Jeno melihat Siyeon yang terduduk di samping boks bayi menatap Hyein yang tertidur di dalamnya. Ia meraih kedua pundak Siyeon dan mengelusnya perlahan.
"Kau harus istirahat" ucap Jeno
Siyeon menggenggam lengan Jeno, "Apa tak apa? Meninggalkan Hyein sendiri?"
"Ada alat sensor ketika ia menangis, lagi pula kamar kita di sebelah, kita akan mendengar setiap pergerakkannya"
Siyeon bangkit dari duduknya, menyalakan lampu tidur Hyein dan berakhir mengikuti langkah Jeno ke kamar mereka.
-o0o-
Lama mereka saling memeluk, dalam beberapa bulan terakhir keduanya menghabiskan waktu sendiri dengan ranjang kosong disamping mereka. Tak ada insan untuk berbagi kehangatan, namun sosok itu kembali mengisi dinginnya malam. Siyeon bahkan dapat mendengan denyut nadi dari perpotongan leher Jeno dan hembusan nafas pria itu di telinganya.
Jeno mengusap rambut pendek Siyeon, tidak ada yang tidur diantara mereka, hanya jatuh dalam pikiran masing-masing melepas rindu satu sama lain.
"Siyeon"
Ia menoleh, mendongakkan kepala menatap sang kekasih. Jeno menelusuri seluruh wajah Siyeon dengan jemarinya, meraih tengkuk Siyeon sebelum akhirnya bibir mereka bertemu. Sudah lama, Jeno merindukan benda ranum itu.
"Ada apa? Hm?" Siyeon dapat melihat kecemasan terpancar dari raut wajah Jeno.
Jeno menggenggam tangan Siyeon yang mengelus wajahnya, kuat ia genggam seolah tak akan terlepas.
"Berjanjilah"
"Berjanjilah kau tidak akan meninggalkanku"
Iris mata mereka bertemu satu sama lain.
"Apa yang membuatmu berfikir bahwa aku akan meninggalkanmu?" tanya Siyeon.
Jeno bangun dari tidurnya, terduduk di ranjang dan menjambak rambutnya sendiri.
Karena aku mendengar semuanya
Siyeon akhirnya bangun dan meraih tangan pria itu. Ia menggenggam tangan kiri Jeno dengan kedua telapak tangannya. "Kenapa? Apa-"
"Bersumpahlah" pinta Jeno.
Wanita itu berfikir sejenak, sebelum akhirnya ia menarik kedua tangan Jeno. Dan tersenyum pada ayah dari putrinya itu, "Tidak akan kutinggalkan kau dan Hyein, itulah sumpahku"
Jeno memeluk Siyeon, mengusap punggung wanita itu. "Kita akan selalu bersama, untuk Hyein"