"perhaps this is the moment for which you were created"
Siyeon meraih ponselnya yang ada di nakas. Tepat saat ia berdiri, kakinya sudah tidak kuat menopang tubuhnya. Yang terakhir terjadi adalah Siyeon tergeletak di kamarnya dengan darah mengalir di sekeliling pangkal pahanya dan kepalanya yang membentur sudut meja.
-o0o-
Hari itu tidak ada kata tenang diantara mereka. Yujin dan Karina membawa Siyeon ke rumah sakit dengan bantuan Chenle, sementara Eric menjemput Jeno. Mereka mendapati Siyeon bergelimpah darah di lantai. Kelima orang itu kini tengah menunggu kabar baik atau kabar buruk di ruang tunggu operasi. Siyeon tengah berjuang di meja operasi untuk dirinya dan bayinya.
Pelan, tapi Jeno merapalkan doa untuk keselamatan Siyeon dan bayinya.
"Jeno?" Yireon keluar dari ruang operasi.
Semuanya sontak berdiri dengan kehadiran asisten dokter itu, berharap akan kabar baik yang di berikannya.
"Bayinya selamat, tapi beratnya belum mencukupi hingga kami harus melarikannya ke ruang inkubator" ucap Yireon.
"Siyeon... bagaimana dengan Siyeon?"
Yireon menatap nanar pada seluruh orang yang ada di ruang tunggu. "Dia kehilangan banyak darah, kami sedang memasukkan beberapa kantong untuknya"
Tidak, jangan Siyeon, pinta Jeno.
"Siyeon kritis"
-o0o-
Jeno menatap bayi perempuan itu dibalik kaca itu. Tidak cacat dan sempurna, meski beratnya hanya 2,4 kg. Banyak pertanyaan menggerogoti kepala Jeno. Ada banyak hal yang menjadi faktor Siyeon bergantung pada Jeno salah satunya makanan.
Apa Siyeon kesulitan makan?
Salah satu pertanyaan yang menghantuinya beberapa bulan terakhir. Ia sudah terbiasa mengurus segala hal tentang Siyeon, mulai dari hal besar seperti kesehatannya hingga hal kecil seperti mengingatkan Siyeon untuk minum teh di pagi hari. Jeno terbiasa dengan hal itu.
Dan sekarang, bayi kecil di depannya ini adalah bukti dari segala hal yang mereka lalui. Pembawa cahaya untuk mereka.
Eric, Yujin dan Karina datang bersama dengan Jaehyun dan Mina yang mengikuti mereka di belakang. Jaehyun memeluk erat adik bungsunya begitu juga dengan Mina, Eric dan Yujin. Jeno menangis di pelukkan Jaehyun, mengingat pria itulah yang menyatukan dirinya dan Siyeon.
Bayang-bayang hal buruk terjadi pada Siyeon menghantui Jeno. Eric menjadi saksi bahwa Jeno tidak pernah tenang selama masa rehabilitasinya. Ia kerap kali meneriakkan nama Siyeon ketika ia tidur. Teriakan yang menyakitkan.
-o0o-
Kini tersisa Jeno dan Karina, entah apa yang terjadi tapi Karina seolah mendapat panggilan hati untuk tetap disana. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun pada Jeno. Yang ia lakukan hanya menatap bayi itu, dan terbesit dalam relung hatinya bahwa Siyeon harus bangun untuk bayi itu.
"Lee Hyein" ucap Jeno.
Karina menatap Jeno yang ada di sampingnya, "Namanya, Lee Hyein" ulang Jeno.
"Siyeon bilang ia akan menamainya Lee Hyein"
Karina mengangguk dan menatap Hyein. Bayi mungil dengan rambut hitam legam yang sangat lebat. Ada perasaan aneh dalam batin Karina, seperti ia harus melindungi bayi itu. Hingga Karina sadari bahwa ketakutan itu muncul.
Tidak ada jaminan apa yang akan terjadi dengan Siyeon. Dan jika Siyeon tidak berhasil, tidak ada juga yang tahu apa reaksi Jeno. Karina membalikkan posisi bayi itu bagai dirinya. Jika Siyeon tidak berhasil, Jeno mungkin akan membenci Hyein seumur hidupnya. Karena Karina tau pasti bahwa Jeno mencintai Siyeon melebihi apapun.
Gadis itu menatap Jeno, ia ingin memeluk Jeno menyalurkan kekuatan untuk tetap tegar pada pria itu. Tapi ia urungkan niatnya, ia tidak ingin terlalu dekat pada Jeno. Harus ada jarak diantara mereka, sebagai gantinya, Karina menggenggam tangan Jeno.
"Jeno.."
"Berjanjilah untuk tetap tegar atas apapun yang terjadi. Kau harus kuat, untuk Hyein dan untuk Siyeon. Keduanya membutuhkanmu, disini bukan hanya Siyeon yang tengah berjuang, tapi kau dan Hyein juga harus berjuang untuk Siyeon."
"Dan kau juga harus berjanji padaku, untuk selalu menyayangi Hyein, apapun yang terjadi"
Ucapan Karina mengikis hati Jeno. Karina benar, ia juga harus berjuang untuk Siyeon dan diatas itu, ada makhluk tak berdosa di tengah-tengah mereka yang harus selalu ia lindungi, Lee Hyein, putrinya.
"Terimakasih, Karina"
Karina tersenyum pahit. Sebuah dusta jika perasaannya sudah benar-benar tidak ada. Tapi untuk sekarang, bersahabat dengan Jeno dan Siyeon sudah lebih dari cukup. Ada bayi yang lebih berhak mendapatkan kebahagiaan daripada dirinya, dan Karina tau ia harus menebus segala dosa di masa lalu.
Melalui Hyein, Karina ingin menebus itu, terngiang di kepala Karina tawaran Wonyoung untuk pergi ke Amerika melakukan pengobatan sirosis hati. Jika Siyeon dan Jeno pergi, maka Karina juga akan pergi, namun ia harus memastikan bahwa Hyein baik-baik saja. Lalu Karina akan membuka lembar baru, untuk dirinya.
Ia sadar bahwa diantara dirinya dan Jeno tidak pernah ada cinta. Seberapa sering Jeno ada untuknya, tapi hati Jeno sudah menjadi milik Siyeon sejak awal. Betapa bodohnya ia tidak sadar akan hal itu, semuanya bersembunyi di balik kata cinta. Mengapa Jeno harus datang jika akhirnya pergi? Dan Karina? Ia paham bahwa rasa cinta tidak akan dapat mengalahkan egonya untuk pergi, karena cinta adalah sebuah rasa yang semu.
Chenle datang ditengah keheningan itu dan menepuk pundak Jeno. "Siyeon bangun" ucapnya.