9

981 138 3
                                    

"she wasn't scared to walk away.
she was scared he wouldn't follow"

Ragu.

Bimbang.

Gelisah.

Perasaan Lee Jeno terombang ambing, hatinya tidak bisa dipaksa untuk memilih. Karina berhak untuk bahagia, begitu juga Siyeon. Keduanya sudah cukup memiliki jalan hidup yang menyedihkan dan begitu keras, keduanya ingin merasakan kebahagiaan. Dan kedua kebahagiaan itu ada di tangan Jeno.

Ia ingin Karina tersenyum di bawah sinar matahari

Ia ingin Siyeon tidur nyenyak di bawah rembulan

Ia ingin keduanya bahagia

Andaikan kebahagiaan itu dapat Jeno beli, ia akan mengeluarkan bahkan mengorbankan segalanya. Tapi tidak dengan memilih, ia tidak ingin ada yang tersakiti diantara mereka. Mereka berdua sudah cukup merasakan sakit.

Dan Jeno akan menyakiti salah satu diantaranya.

Sekali lagi.

-o0o-

Jeno melangkah gontai ke apartment milik Karina pada malam hari. Ia sudah melewati hari yang begitu panjang, mengantar Siyeon pulang dan dihadapi oleh kalimat yang sudah pasti akan menghantui tidurnya. Apa yang harus dia katakan, ia meyakinkan diri bahwa Karina pasti punya pilihan, Karina memiliki kesempatan untuk mencintai pria lain. Siyeon adalah prioritasnya kini, ada anak mereka dalam tubuh Siyeon.

"Jeno?" Karina menyambut tunangannya itu dengan senyum di wajahnya.

Jeno terdiam.

Dan tentu saja Karina sadar, Jeno tidak tersenyum. Ia hanya duduk di ruang tamu dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Jeno menutup mata, merapalkan mantra yang membuatnya berharap jika waktu bisa berputar dan ia bisa menyusun semuanya sejak awal.

"Ada apa?" tanya Karina.

"Karina" panggil Jeno, "Apa kau mencintaiku?"

Karina diam

Itu pertanyaan paling bodoh yang pernah ia dengar, ia tahu ia bukan gadis pintar, tapi pertanyaan itu bodoh, tidak, pertanyaan itu terlalu naif. Jeno jelas tahu jawabannya.

Karina telah menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi Jeno, Karina telah menghabiskan seluruh malamnya memimpikan Jeno, Karina telah menghabiskan seluruh detiknya mengharapkan Jeno. Sudah pasti ia cinta pada Jeno.

"Kau serius?" ucap Karina "Tentu saja."

Jeno menghela nafas, "Apa yang...

...membuatmu jatuh cinta padaku?"

Gadis cantik itu tersenyum pada Jeno dan duduk disampingnya. Memori terlintas dalam pikirannya, betapa ia memang sudah mencintai pria itu sejak awal.

"Makan siang keluarga 22 tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya Ayah mengajakku ke acara seperti itu, aku senang sekali. Aku tidak mengenal siapapun tapi aku bahagia, untuk pertama kali, aku merasa Ayah menghargaiku, sebagai putrinya. Awalnya semua biasa saja, sampai aku sadar bahwa Ayah pulang terlebih dahulu, kurasa Wonyoung terlalu kecil untuk dibawa ke acara sebesar itu. Si bandel itu pasti rewel"

"Untuk sesaat aku sedih, bagaimana bisa Ayah meninggalkan ku hanya dengan Sekretarisnya dan suster Ko. Dan aku tahu bahwa Ayah tidak sepenuhnya peduli padaku. Hingga seseorang menepuk bahuku dan memberi sekotak susu cokelat."

Karina tersenyum mengingat si kecil Jeno yang memberinya susu cokelat dan pergi begitu saja.

"Kau datang di kala aku sedang sedih. Seperti ksatria berkuda putih, kusadari bahwa kala itu aku sudah jatuh dalam pesonamu. Aku minta disekolahkan di tempat yang sama denganmu, meski dari jauh, aku ingin melihatmu, aku tahu sekolah itu tidak pantas untukku, sulit mengimbangi anak-anak sepintar kalian tapi aku hanya ingin melihat dirimu. Jeno yang selalu dikagumi siapapun, lelaki baik, tampan dan cerdas. Siapapun akan menyukaimu begitu pula dengan aku. Dalam kejauhan, kuhabiskan 9 tahun pertama sekolah ku hanya dengan mengagumi dirimu."

Sang putri duduk dari kejauhan, melihat ksatria berkuda putih yang tampak selalu bersinar.

"Tapi faktanya kau sangat pintar, kau lompat kelas saat kita SMP, dan itu membuatku tidak bisa melihatmu. Belum lagi fakta bahwa kau akan pindah ke Australia, itu menyakitkan. Aku ingin selalu ada di dekatmu"

"Kau ingat kelas seni pada musim semi? Kau orang pertama yang memuji lukisanku. Dari situ aku yakin bahwa aku hanya menginginkanmu"

"Itulah mengapa aku memohon pada Ayah agar dijodohkan bersamamu. Aku tidak berfikir panjang dan hanya ingin dirimu, mengesampingkan fakta dengan kemungkinan kau akan menolakku. Merasa bahwa diriku siap patah hati"

"Terlalu banyak kekurangan dalam diriku, aku tidak tahu kapan aku akan bertahan, sirosis hati ini akan membunuhku cepat atau lambat, aku juga bukan gadis pintar, jelas jauh berbeda saat berdampingan denganmu. Aku juga mengesampingkan egoku, tanpa malu aku memintamu untuk menerimaku, dan ternyata dugaanku benar"

Ia kembali tersenyum, "Kau benar-benar ksatria bagiku, kau tidak menolakku, kau mencintaiku"

Jeno ingin menangis.

Karina bagai mencintai dirinya tanpa syarat. Dari cerita itu Jeno tahu betapa tulusnya perasaan gadis itu padanya. Karina benar-benar menggambarkan seolah Jeno adalah pusat dunianya. Bagaikan nafas yang berhembus untuk sebuah kehidupan.

Terbayang dibenaknya nasib Karina setelah ini, mungkin perempuan itu akan sakit, Ayahnya mungkin akan mengambil tindakkan untuk kembali menyiksa jiwa yang murni itu. Dan Jeno tidak tahu langkah apa yang harus dia ambil

Dia benar-benar jahat

"Kau-"

"Karina"

Jeno mengepalkan tangannya, berusaha menahan sakit di hatinya. "Bagaimana jika kukatakan bahwa aku tidak mencintaimu?"




























"Apa?"


























"Aku tidak mencintaimu, ada orang lain di hubungan kita. Aku mengasihanimu, tapi itu jauh dari kata cinta. Aku sudah bersama orang lain, bahkan jauh sebelum perjodohan ini terjadi"
























"Aku minta maaf, tapi aku harus meninggalkanmu"

Bersamaan dengan itu, Jeno pergi dengan suara pria tua yang berteriak di kepalanya.

Ia telah diterbangkan ke awan dan dijatuhkan ke dasar jurang.

in betweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang