"you can follow the tracks, years upon years, of letting them win, and her eyes tell a story"
Jeno membuka pintu apartmentnya dan Siyeon, ini tengah malam. Semua lampu mati, tapi ia bisa melihat jelas sosok berambut panjang hitam legam yang terduduk di ruang tamu, tak ada cahaya yang meneranginya kecuali pantulan cahaya bulan yang ada di jendela. Kulitnya sepucat kapur namun bersinar dibawah rembulan, malam ini Siyeon hanya mengenakan sebuah gaun tidur sutera berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulitnya.
Jeno melempar jaketnya, dari belakang ia kecup lembur bahu Siyeon. Sentuhan dari Jeno adalah aprodisiac khusus bagi Siyeon, membuatnya candu dan tidak bisa lepas. Lalu kecupan itu berpindah pada leher Siyeon dan tangan Jeno melesat ke punggung telanjangnya.
Ini adalah malam yang panjang.
-o0o-
"Aku sungguh tak apa, biarkan aku turun ke bawah dan sarapan" ucap Karina pada suster Ko.
Setelah melepas infusnya, Karina kembali bangkit. Ia mengenakan gaun putihnya, dan turun kebawah melihat ayah, ibu tiri dan adiknya telah duduk di meja makan.
"Eonni? Kau mau sarapan? Kemarilah, kau jarang sarapan bersama kami" panggil Wonyoung padanya.
Mereka menikmati sarapan dalam diam, dengan etika yang teratur. Hingga suara Wonyoung kembali memenuhi ruangan "Ayah...."
"Bulan depan kelulusanku, kau akan datang kan? Aku akan dipanggil sebagai lulusan terbaik SNU dan aku harus berpidato. Ah! Aku juga akan mulai magang di Yoo Company tentu saja sebagai interior design, aku janji akan membantu disana dan tidak merepotkan siapapun, boleh ya ayah?" pintanya.
Wonyoung melirik sinis pada Karina sebelum akhirnya tersenyum licik, "Eonni! Kau juga harus datang ke pesta kelulusanku! Para professorku akan mengenalimu sebagai anak dari sumber uang mereka!" ucapnya mengejek.
Karina menghentikan gerakan makannya, dan menatap Wonyoung. "Hentikan, aku akan pergi" ucap tuan Yoo disusul dengan istrinya yang ikut meninggalkan meja makan.
Wonyoung bangkit dari kursinya sebelum ia pergi, Karina membuka suaranya.
"Apa kau begitu bangga dengan dirimu?"
Gadis muda itu melirik kakaknya mengejek, "Tentu saja, karena aku tidak bodoh sepertimu" ucapnya.
"Kau tidak punya harapan, akulah yang akan memegang Yoo Company kedepannya, dan kau hanya akan menangis dipojok sana melihat kesuksesanku" tambah Wonyoung.
Karina tersenyum lalu menatap adiknya, "Kita lihat saja, siapa yang akhirnya akan ayah pilih"
Ia berdiri dari duduknya, "Dalam dua minggu akan ada renovasi interior di gedung presiden, kita lihat project mana yang akan mereka ambil, aku atau kau? Aku terima Yoo Company jatuh ketanganmu jika kau berhasil mendapat project itu" ucap Karina sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan ruang makan.
-o0o-
Pagi yang cerah tanpa sehelai benangpun membungkus keduanya. Siyeon dapat merasakan lengan kekar Jeno memeluk tubuhnya, mengalirkan kehangatan. Siyeon menyingkirkan lengan itu secara perlahan, dan pergi kedapur dengan hanya menggunakan sebuah kimono tidur tipis miliknya. Mencari sekaleng susu cokelat di lemari pendingin, ia membuka kaleng susu itu dan menenguknya habis sekaligus. Sampai sebuah perasaan tidak enak menghampirinya.
Susu itu meninggalkan bau amis, membuatnya terasa mual, hingga kepalanya pusing. Dengan cepat, ia berlari menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya, badannya seakan remuk, dan tenaganya habis. Mendengar kebisingan itu, Jeno terbangun.
Dengan sigap ia memijit tengkuk leher Siyeon.
"Kau memakan sesuatu?"
Siyeon menggeleng, "Hanya minum susu"
Penasaran, Jeno meraih kaleng susu di tempat sampah. Ia melirik kebagian bawah mendapati tanggal expires yang sudah lewat dua minggu, "Ini basi" ucapnya.
Kening Siyeon mengkerut, benar ia sudah lama sekali tidak berbelanja. "Aku akan berbelanja nanti" ucapnya. Jeno menangangguk dan kembali membuang botol susu itu.
-o0o-
Siangnya Siyeon tidak berbelanja dengan Jeno melainkan Yujin. Jeno harus pergi ke J Company untuk mengurusi beberapa urusan yang ada disana, jadi Yujin menemaninya karena sahabatnya itu juga harus belanja kebutuhan rumahnya.
Ia beralih kesebuah rak obat-obatan.
Hingga ia melihat sosok itu.
Yoo Karina.
Siyeon menatap Karina, dari atas sampai bawah, tidak ada yang berubah. Gadis itu cantik, dengan gaun ungu tua, tas baru keluaran desainer, rambut kecoklatan yang menjuntai indah. Tidak ada kurangnya.
Dan begitu pula Karina menatap Siyeon.
"Park Siyeon?" tanyanya.
Siyeon hanya diam, tidak tertarik.
Karina mengalihkan tatapannya, mencari obat yang dia butuhkan. Ia memasukkan beberapa macam vitamin ke dalam keranjang, ada banyak jenis dan macamnya.
"Masih gadis penyakitan seperti dulu, Karina?" ucap Siyeon.
Karina menghentikan pergerakannya, lalu menatap Siyeon tidak percaya, "Dan kau? Akan mencuri barangmu? Kemarikan padaku, biar aku membayarnya" ucap Karina.
Siyeon menggenggam keranjangnya sebelum akhirnya memasukkan vitamin yang ia pilih. "Tak ada yang berubah, kau masih sebodoh dulu" balas Siyeon. Ia menjauh dari Karina sebelum akhirnya berbalik dan berkata, "Yoo Karina"
"Kau berpikir bahwa aku tak punya uang, tapi sadarlah, apa yang kau miliki, belum tentu sepenuhnya milikmu,"
Dengan itu Siyeon meninggalkan Karina menuju kasir.
-o0o-
Karina memijat pelipisnya sudah hampir 6 jam ia menghadapi iPad nya untuk desain interior gedung presiden yang baru, ia tidak boleh kalah dari Wonyoung. Karina yakin ia bisa, kemampuannya jauh diatas Wonyoung dan ia tahu itu.
Wonyoung akan melakukan segala cara untuk menang, segala cara. Ia menutup iPadnya sejenak dan beralih pada ponselnya mendapati nama Jeno tertera pada layar tipis itu.
"Kau dimana?"
"Aku di kantor, ada apa?"
"Ingin makan siang bersama?"
"Jemput aku"
Karina menutup ponselnya, Jeno selalu tahu kapan ia membutuhkannya. Ia menutup iPadnya dan menaruh benda itu di laci sebelum meninggalkan ruangannya. Tanpa ia sadari, seseorang kembali masuk dan mengambil sesuatu yang tidak seharusnya ia ambil.
-o0o-
"Siyeon, kau tak apa? Wajahmu pucat sekali" ucap Yujin.
Siyeon melirik cermin yang ada di sampingnya. Yujin benar, ia sangat pucat. Kepalanya sedikit berat, tapi masih bisa ia tahan. Sore ini ia mengajar full, tidak hanya anak kecil tapi para pra-remaja. Yang harus ia siapkan untuk acara pertunjukan tahunan, ini acara besar dan Siyeon harus andil dalam kesuksesan acara itu.
"Tak apa, kau tau pertunjukan ini penting"
"Tapi kau-"
"Pergilah, tidakkah kau lihat kalau penarimu itu tidak bisa di atur?" ejek Siyeon sebagai candaan.
Yujin memutar matanya. "Terserahmu saja"
Latihan berjalan aman, Siyeon berhasil mengatur anak-anak untuk menari Pas de Quatre. Dan mengkoreksi Black Swan sebagai bintang utama, hingga ia sampai di titik dimana seluruhnya tampak buram, dan hal selanjutnya yang ia ingat adalah teriakan pada muridnya sebelum semuanya menjadi gelap.