[COMPLETE]
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...
Jangan lupa follow instagramku @bintangsarla untuk konten-konten menarik dan update-an cerita-ceritaku di sana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Riuhnya kedai es krim malam itu tidak juga membuat suasana menjadi sedikit lebih cair sejak beberapa menit yang lalu. Ketegangan yang terasa dari dua belah pihak tak juga menyurut. Keduanya masih membisu tanpa ada sepatah kata yang terlontar. Barangkali saja pasokan kata di kepala mendadak habis atau justru sebaliknya, teramat banyak hal yang ingin disampaikan sampai bingung harus memilah dari yang mana.
Si kecil merengek meminta segera pulang. Tidak bohong tentu saja melihat mata Jingga yang sudah memerah dan ia yang tak berhenti menguceknya sejak tadi. Sedang di satu sisi, sang ayah agaknya tetap berada di posisi di mana ego sedang tinggi-tingginya. Enggan sekali membiarkan gadis yang sejak tujuh tahun silam menghilang itu pergi begitu saja. Kabur seperti dulu tanpa memikirkan ada sebuah tanggung jawab yang setidaknya harus ia tuntaskan kala itu. Bagi Sena, selagi ada kesempatan, manfaatkanlah itu dengan baik.
Badan Jingga memang tidak seberat yang dia kira. Jadi, Ara memilih untuk menyingkir sejenak dengan kain gendongan yang ia bawa dari rumah. Membawa Jingga ke dalam dekapannya dan menempatkan kepala gadis kecil tersebut di bahunya. Hanya perlu mengayunkan badan sedikit, menepuk bokong si kecil, dan bersenandung lirih, Jingga sudah benar-benar tertidur. Sama sekali tidak memedulikan keadaan yang tengah ramai saat ini dan tertidur dengan nyenyak.
"Diam di sini saja, Ara." Sena menitah dengan ucapan finalnya. Sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bisa di tolak dan Ara total membisu. Bungkam bingung harus bersikap seperti apa. Pembicaraan yang akan terjadi jelas berkaitan dengan masalah pribadi yang sudah pasti bukan masalah kecil. Dan Ara sebagai orang asing tentunya sangat amat tidak pantas untuk berada di sana.
"Kamu kekasihku, untuk apa pergi dari sini?"
Detik itu Ara total membulatkan matanya. Ia terkejut mendengar ucapan Sena dan tepukannya pada bokong Jingga sejak tadi terhenti begitu saja. Ia melihat Sena yang tengah duduk dan mendongak menatapnya datar. Namun dari sorot mata itu, Ara tentu sadar saat Sena secara tersirat melempar pesan pada Ara untuk mengikuti saja permainannya dan menjadi gadis penurut di sana.