[COMPLETE]
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...
Selamat datang pembaca baruuu!! Selamat bergabung di semesta Ara dan Sena. Sekalipun cerita ini sudah tamat, jangan lupa untuk tetap vote dan komentarnya yaa. Sebagai bentuk menghargai tulisanku.
Sekian dan semoga kalian sehat selalu. Selamat membacaaa ☺☺
Jangan lupa klik tombol bintang sebelum membaca dan tinggalkan komentarnya😊
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HAWA DINGIN pergantian musim memasuki sela-sela jendela pun pintu dari kafe milik Sena. Kendati alih-alih meringis dan menahan udara dingin, pria tersebut justru tersenyum manis sekali. Sudut bibirnya tertarik sempurna menciptakan patrian indah pun lesung pipit yang dengan begitu percaya dirinya menampakkan eksistensi. Menyapa tiap pengunjung kafenya dengan terlampau ramah. Menawarkan menu dan menuliskan setiap pesanan yang diminta.
Agaknya di malam yang cukup dingin itu, tepatnya menuju akhir bulan Januari. Kafe miliknya semakin ramai lantaran banyak yang singgah untuk hanya menyesap kopi ataupun menikmati waktu bersama yang tersayang. Di jam-jam seperti ini, mayoritas pengunjungnya adalah anak-anak muda. Barangkali mahasiswa yang penat dengan tugas dan tuntutan laporan, memilih berbincang hangat dengan sandingan lezat di antaranya.
Sekali lagi Sena menyisir pandangannya. Melihat dengan jelas bagaimana ekspresi setiap manusia yang duduk manis dengan tawa renyah yang terdengar saling bersahutan, perbincangan santai, atau sekadar duduk di pojokan menikmati waktu sendiri seraya melihat lalu lalang kendaraan di luar sana.
Ah, atmosfir seperti ini memang sangat menyenangkan.
Kehangatan. Kenyamanan. Kebahagiaan.
Agaknya tiga kata tersebut sangat tepat Sena gaungkan untuk kafe yang susah payah ia dirikan dengan hasil kerja kerasnya. Dengan Papa yang membantu memberikan sedikit suntikan modal sampai kafe yang sejak dulu ingin ia dirikan pada akhirnya berhasil ia nikmati.
Malam semakin beranjak dan jarum jam tak hentinya bergerak ke kanan. Satu per satu pengunjung sudah pergi dan di sana Sena mulai melihat bahwa jarum jam sudah berada pada pukul 11. Tidak seperti kafe lainnya yang bisa buka sampai larut malam, sejak satu tahun lalu ia memang menutup kafe lebih awal karena seseorang tengah menunggu di rumah.
Seseorang yang kini tengah berusaha ia hubungi dengan hati yang berbunga dan rasa lelah yang seolah menguap pergi.
"Halo?"
Namun, alih-alih mendapati suara gadis tersayangnya, Sena justru mendengar suara berat di ujung sana. Membuatnya mencebik dan berdecak setengah kesal, "Kenapa Mas Aksa yang angkat?" protesnya.
"Kenapa memangnya? Lagian ini sudah malam. Jingga sudah mau tidur. Sedang didongengi Mika di kamar."
Decakan jelas itu tersampaikan di telinga Sena, "Kalau kamu jemput sekarang takutnya nanti Jingga malah nggak nyaman. Tidurnya keganggu," komentar Aksa.