[COMPLETE]
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...
Sebelum baca, jangan lupa tekan tombol bintangnya.
Selamat Membaca dan Selamat Bersemesta 🌌
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ara datang!
Sena tidak bisa untuk tidak dikejutkan dengan kedatangan gadis itu tiba-tiba. Pasalnya, tidak ada angin pun hujan dia tiba-tiba saja sudah menunjukkan presensi dengan luar biasa percaya dirinya. Tentu bukan hal yang mengejutkan jika Jingga ikut serta. Namun mengingat kembali Ara yang sedang dalam kondisi cuti karena datangnya keluarganya tersebut, kembali menyadarkan Sena bahwa gadis itu datang atas kemauannya sendiri.
Ditambah lagi, tidak ada hoodieoversized dengan celana jeans yang longgar. Ataupun rambut yang digelung asal dengan kacamata yang bertengger di ujung pangkal.
Ara luar biasa berbeda.
Berdiri dengan percaya dirinya di hadapan Sena dengan seulas senyumnya yang menawan. Dibalut gaun berwarna putih dengan sepatu pita tak kalah cantik. Rambutnya dibiarkan tergerai dan wajah yang dibubuhi riasan tipis. Natural dan khas Ara yang tidak ingin mempersulit diri. Dia lantas tersenyum menyapa.
"Mas? Kenapa bengong?"
Sena tersentak tentu saja. Ara yang melihat pria tersebut salah tingkah mendadak tertawa renyah. Oh, Tuhan bahkan suara tawanya saja sudah semerdu itu. Seusai menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga, si Nayanika mengerling jahil menggoda.
"Kenapa? Saya cantik, ya."
Cantik. Cantik sekali.
Berdeham menghilangkan kecanggungan, Sena menggelengkan pelan kepalanya mengambalikan kesadaran. Ia tentu tidak mau dikalahkan begitu saja oleh bocah yang rentang usianya 10 tahun lebih muda dari dia. Mengembalikan ekspresi tenang seperti biasa, dilihatnya Ara seraya menciptakan kurva indah di wajahnya.
"Tumben sekali ke sini. Nggak ada bonus tambahan lembur lho, ya. Mau pesan apa?"
Dengan tangan kiri di depan perut untuk dijadikan tumpuan tangannya yang lain. Jemari telunjuk Ara mengetuk dagu sambil sepasang mata yang menelisik menu.