#Redup22. Hanya Ingin Diakui

189 60 7
                                    

Sebelum baca, jangan lupa tekan tombol bintangnya. Anyway, aku nggak revisi bab ini. Jadi kalau ada kekeliruan, komen saja jangan malu-malu. Akan aku perbaiki.

Selamat Membaca dan Selamat Bersemesta 🌌

Selamat Membaca dan Selamat Bersemesta 🌌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mba Ara, gaunnya bikin susah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mba Ara, gaunnya bikin susah. Jingga nggak bisa pakai celananya."

Suara Jingga terdengar dari balik bilik. Ara yang tengah membenarkan tampilannya dan baru saja selesai memoles lipstik di bibir, mendekati salah satu bilik yang ditempati Jingga.

"Sudah cebok, Sayang?"

"Sudah. Tapi―aduh, susah banget ini."

Ara terkekeh mendengar gerutuan itu, "Boleh Mba buka?" izinnya.

"Iya, dibuka saja."

Pintu perlahan terbuka dan Ara kembali menutupnya. Ia tertawa gemas manakala melihat Jingga yang tengah mendongak dengan celana yang belum ia kenakan sempurna. Bibirnya yang mengerucut lucu dan Ara tidak bisa untuk tidak semakin mempertontonkan tawanya.

"Ih, kok malah diketawain, sih?" katanya kesal. Dan Ara mengangguk sembari meredakan tawanya. Berujar maaf agar si kecil tidak semakin kesal.

Pun gadis tersebut berjongkok seraya membenarkan letak gaun miliknya sendiri agar tidak kotor. Membenarkan celana pendek sepaha milik Jingga sebelum merapikan kembali gaun biru langit selutut yang sedang ia kenakan.

"Ayo, cuci tangan dulu."

Setelah urusan di dalam bilik sudah selesai, Ara menuntun Jingga menuju westafel sebelum mengangkat bocah kecil tersebut agar bisa mencuci tangannya. Pun setelahnya, ia merapikan tatanan rambut Jingga yang sedikit berantakan. Sembari menanggapi ocehan Jingga dari cerita yang tak hentinya. Tiga hari tak bertemu sudah banyak sekali persediaan cerita yang disampaikannya kepada Ara. Tentang temannya yang dipanggil ke ruang guru karena terlibat perkelahian, tentang nilai-nilai yang bagus, tentang pujian guru matematikanya, atau hanya sekadar Jingga yang merasa kehilangan karena penjual es potong kesukaannya tidak berjualan beberapa hari terakhir.

"Lho, Tante?"

Ara yang tengah berkaca mendadak menoleh. Cerita Jingga terputus begitu saja. Ia mengikuti arah pandang Jingga pada seseorang yang baru saja memasuki toilet. Keduanya sama-sama diam dan menegang sempurna. Kepala Ara mendadak memutar kejadian-kejadian yang sempat membuatnya pusing lantaran peliknya masalah keluarga yang dialami Sena. Pun mengingat pria tersebut sangat amat membenci wanita yang kini berada di hadapannya.

Redup. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang