[COMPLETE]
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...
Sebelum baca, jangan lupa tekan tombol bintangnya. Anyway, aku nggak revisi bab ini. Jadi kalau ada kekeliruan, komen saja jangan malu-malu. Akan aku perbaiki.
Selamat Membaca dan Selamat Bersemesta
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jika ditelisik kembali bagaimana kesan pertemuan terakhirnya bersama si pujaan hati, Sena tentu akan menjawab bahwa itu cukup buruk. Ia sadar, menjadi seorang pengecut setelah mengutarakan cinta dan lantas setelah itu membuat gadis tersebut pusing kepalang setengah mati. Kesalahan yang barangkali dilakukan Sena adalah dia terlalu terburu-buru dalam menyampaikan perihal ketertarikan hatinya.
Namun, bagaimana? Biar bagaimana pun Sena sudah mencapai kepala tiga. Sudah sepantasnya membangun sebuah keluarga selayaknya teman-temannya yang lain. Tidak hanya menjadi seseorang yang menghadiri undangan pernikahan tanpa membawa gandengan. Miris memang. Jadi, saat dia menyadari bahwa Araya adalah seseorang yang tampak berbeda dan di saat yang sama, Sena merasa sedikit-banyaknya kecocokan di sana. Tentu dia harus segera melancarkan aksi sebelum gadis tersebut diambil orang.
Oh, tentu saja. Jangan lupakan sisi ambisius seorang Senarai. Jika tidak, bagaimana mungkin dia bisa mempunyai kafe yang selalu ramai tiap harinya seperti sekarang.
Lupakan sejenak soal tingkat kebodohan Sena yang tidak pernah mengungkapkan perasaannya pada Kaluna. Itu urusan belakangan.
"Saya mau izin selama tiga hari kira-kira. Jadwal ujian saya sudah keluar. Saya harus persiapan diri untuk sempro, Mas."
Di hadapannya, Ara berkata seraya menunduk. Lebih tepatnya, menatap ke arah lain asalkan itu bukan pada Sena. Dan si Jumantara tentunya menyadari itu. Ia berdeham sesaat guna menyesap kopi buatan Ara sebelum mengangguk menyetujui.
"Ya sudah kalau begitu, kamu belajar yang benar biar dapat nilai yang bagus."
Ara mengangguk cepat, "Kalau begitu saya mau―"
"Tunggu sebentar," Sena memotong cepat. Ia mengeluarkan mengambil sesuatu di bawah meja. Menaruhnya di hadapan Ara membuat gadis tersebut mengernyit keheranan, "Tadi saya dipanggil gurunya Jingga. Penerimaan rapor untuk nilai UTS-nya yang baru keluar. Itu tanda terimakasih untuk kamu. Berkat kamu, nilai-nilai Jingga naik drastis. Dia bisa dapat posisi lima besar."