Sebelum baca, jangan lupa tekan tombol bintangnya. Anyway, aku nggak revisi bab ini. Jadi kalau ada kekeliruan, komen saja jangan malu-malu. Akan aku perbaiki.
Selamat Membaca dan Selamat Bersemesta 🌌
Melempar pandangan pada tiga orang melalui dalam kafenya, bunyi lonceng terdengar bersama dengan pintu kaca transparan dan di sana Aksa serta Mika bersamaan masuk dengan Jingga yang berada di antara keduanya. Si kecil tersebut tak butuh waktu lama untuk berlari dengan kaki mungilnya. Merentangkan tangan yang disambut hal serupa oleh Sena. Sampai ia akhirnya berada di dalam gendongan sang ayah dengan kecupan yang mendarat di pipi Sena."Gimana sekolahnya? Pintar kah anak papa?"
"Em," Jingga mengangguk antusias, "Tadi bu guru suruh siapa yang berani untuk maju ke depan."
Sena terkekeh, seraya menggendong si kecil, ia memberi tanda pada dua orang yang lebih tua darinya untuk mengikuti. Mengambil tempat kosong untuk mereka tempati bersama. Sembari pria tersebut membenarkan rambut anaknya yang berantakan, ia memberikan tatapan teduhnya dan bertanya lembut, "Lalu?"
"Lalu Jingga angkat tangan dong!" Katanya penuh antusias, "Soalnya Jingga sudah belajar sama Mba Ara. Soal yang ibu guru minta kerjakan di papan, sudah Jingga jawab sebelumnya."
"Dapat tambahan nilai kalau begitu?"
"Iya!" Mengangguk dan tersenyum lebar memperlihatkan gigi seri yang sudah mulai tumbuh, "Jingga juga dipuji sama ibu guru. Katanya anak pintar."
Sena mendaratkan tangannya untuk mengusak rambut Jingga. Yang tentu saja disambut senang oleh anak tersebut. Ia bahkan kini menempatkan dirinya, bangkit dari kursi dan bergelayut manja di pelukan Sena.
"Iyalah, anak papa kan pintar. Tapi jangan begini juga dong. Jingga kan sudah besar. Sudah mau punya adik. Nggak malu manja-manja begini dilihatin orang?"
"Kan manjanya sama papanya Jingga. Bukan papanya orang lain," katanya cuek. Diam-diam mengambil ponsel Sena yang ada dalam kantung kemejanya. Lekas membuka youtube untuk kembali menonton kartun atau video anak-anak di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redup. ✔️
Romance[COMPLETE] Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...