Pastikan sudah tekan vote sebelum membaca.
Jangan lupa follow instagramku @bintangsarla untuk konten-konten menarik dan update-an cerita-ceritaku di sana.
Chapter ini lumayan panjang, semoga nggak bosan. Happy reading <3
Sejak tadi. Tepatnya sejak awal Juniar mengambil tempat duduk di hadapan Ara, meraih asal minuman gadis tersebut dan meneguknya nyaris habis. Omong-omong, Juniar harus membasahi tenggorokannya saat tadi tiba-tiba saja Ara menelepon. Berkata setengah panik bahwa motor yang ia tumpaki tiba-tiba kehabisan bensin dan ia memekik―nyaris membentak―Juniar untuk segera datang membawakan bensin.Ara sebenarnya bermaksud sopan. Namun manakala ia dihadapkan suara serak Juniar di saat matahari sedang cukup terik dan jarum jam nyaris menunjukkan pukul 12, ia mau tidak mau harus mencak-mencak. Tahu persis kebiasaan sahabatnya itu yang belum bangun sejak pagi.
Jadi, ketika dihadapkan wajah bantal Juniar bersama dengan ekspresi kecutnya, Ara mau tidak mau membiarkan pemuda tersebut merebut minuman miliknya yang harus ia beli dan mengambil tempat duduk di minimarket terdekat saat harus menunggu sahabat kesayangan nyaris 30 menit lamanya.
"Shit! Sial! Kampret! Besok-besok makanya ingat isi bensin! Anjir, Kalau kayak gini siapa yang susah? Aku semalaman harus rampungin revisian dari Pak Ketut! Harus diserahin lewat email pagi tadi. Dan aku baru tidur habis subuh! Punya otak nggak, sih? Telepon yang lain kan juga bisa! Lagian―"
Rentetan omelan Juniar mendadak berhenti manakala matanya menangkap satu buntalan yang tengah duduk di samping Ara. Menatapnya polos dengan mata mengerjap dan dua telinga yang ditutup rapat dengan tangan Ara. Agaknya tidak mau pendengarannya yang masih suci itu ternodai dengan dosa-dosa dari seluruh perkataan kasar Juniar.
"Eh? Sejak kapan ada bocil di sini?" Juniar berucap tidak bersalahnya. Teramat santai seolah tidak baru saja mengomel panjang kali lebar kali tinggi.
Delikan tajam dan sorot mata ingin menghabisi Ara langsung berubah 180 derajat manakala melihat wajah anak kecil yang tengah mengerjap polos menatapnya dengan satu jajan di pelukannya. Juniar seketika menatap gemas dengan sorot mata bling-bling khasnya. Memekik tertahan sembari membungkuk agar tinggi mereka sejajar. Sekalipun keduanya terpaut dengan meja bundar minimarket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redup. ✔️
Romansa[COMPLETE] Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...