Sebelum baca, tolong tekan tombol votenya ya, Happy reading <3
"Berhenti menghukum dirimu sendiri, Juniar."
Setelah menghabiskan waktu untuk menyapa sahabat lama, keduanya mulai mengambil tempat yang tidak jauh dari pemakaman umum. Ada sebuah kursi panjang di pinggir jalan yang mereka tempati. Juniar baru saja kembali membawakan dua botol minuman dingin yang bisa melegakan tenggorokan mereka di pagi menuju siang itu.
Lagipula, menangis juga cukup menguras tenaga dan pikiran.
Yang dinasehati hanya bisa mengulas senyum tipis. Teramat tipis sampai tidak bisa mengenai dua netra cokelatnya. Sama sekali bukan tipikal Juniar.
"Aku nggak lagi menghukum diri sendiri, Ara. Aku hanya sedang cari cara supaya aku tidak terlalu merasa bersalah," sahutnya ringan. Juniar membuka tutup minumannya sebelum menenggak dan menatap lurus ke jalan raya.
"Kita sudah janji," sahut Ara masih dengan tatapan kosong yang menatap lurus ke depan, kulitnya yang putih terlihat memerah di wajahnya. Terutama di sekitar mata karena ia menghabiskan waktu yang lumayan lama untuk menangis, "Kita sudah janji sama Nava kalau kita akan hidup dengan baik. Kamu tau sendiri anak itu paling benci jika ada yang tidak mau menuruti perkataannya."
"Bagaimana aku bisa hidup dengan baik, Ara?" Juniar menghela napas beratnya, "Jika kenyataannya sahabatku bunuh diri dan sahabatku yang lainnya melihat langsung kejadian itu."
"Juniar―"
"Sulit bagi aku untuk menjalani hidup dengan baik, Ara. Sejak empat tahun lalu aku tidak akan lupa bagaimana kejadian mengenaskan itu. Nava yang benar-benar rusak dan kamu yang juga hancur di detik yang sama. Tanpa kamu sadari, aku juga terbawa kacau seperti halnya kalian."
"Maaf karena sudah melibatkan kamu."
"Tidak perlu minta maaf," kilah Juniar, "kita sama-sama tau bahwa kematian Nava nggak ada sangkut pautnya sama kita. Kita hanya dua manusia yang terjebak atas rasa bersalah dengan kesalahan yang sama sekali nggak kita lakukan. Semesta memang selucu itu ya, Ara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Redup. ✔️
Romance[COMPLETE] Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...