[COMPLETE]
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja sebuah kehilangan yang kita rasakan, cukup untuk membuat kita sadar un...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[dianjurkan menonton video terlebih dahulu sebelum membaca]
Barangkali kalian tidak asing lagi ketika membaca bagian demi bagian dari cerita ini terus mengulang masa lalu. Namun, Sena sebagai tokoh utamanya cukup yakin, bahwa seluruh kejadian yang menimpa seseorang di masa lalu adalah batu loncatan untuk kesuksesan siapapun yang sanggup melewatinya.
Kamu tentunya memiliki pilihan. Menyerah atau bertahan. Adakalanya, menyerah memang menjadi sebuah opsi paling mudah untuk dilakukan. Adakalanya, menyerah merupakan opsi menggiurkan untuk dipilih. Tentu. Tentu saja akan ada saat-saat di mana kamu akan merasakan itu semua. Namun kembali lagi. Apa alasanmu hidup? Apa alasanmu melanjutkan hidup? Apa alasanmu bertahan dalam hidup?
Tiga pertanyaan tersebut barangkali cukup sederhana, tetapi hanya segelintir orang yang mampu menjawabnya. Mimpi, orang yang terkasih, dan ambisi. Tiga pilihan yang seringkali menjadi jawaban, sekalipun tentu masih ada jawaban lainnya yang tidak kalah menarik.
Namun sekali lagi, tolong izinkan Sena untuk menceritakan sebuah pengalaman yang cukup menohok relung hatinya terdalam. Ingatan terakhir yang tetap disimpan baik olehnya. Sesuatu yang cukup berharga lantaran itu adalah hal terakhir yang harus dia alami bersama dengan si kesayangan semesta yang teramat dia rindukan. Narajengga.
Barangkali kenangan terakhirnya dengan Narajengga tidak terlalu baik. Jengga pergi secara tiba-tiba. Jengga pergi tanpa pamit. Jengga pergi tanpa permisi. Segalanya yang terjadi secara mendadak cukup membuat Sena terpuruk sampai dia sempat kehilangan dirinya beberapa kali saat itu.
Sialan, Jengga. Kamu harus bertahan. Siapa yang akan mengurus Jingga kalau kamu pergi?
Begitu teriaknya dalam batin. Tangan Sena terkepal erat bersama dengan dua netranya yang menangkap bagaimana Jengga tengah berjuang di atas meja bersama perlengkapan medis dan seluruh dokter serta perawat di dalam sana.
"Ayah."
Suara tersebut cukup lirih. Namun berhasil diterima baik oleh Sena dalam rungunya. Pria tersebut memeluk erat keponakannya tanpa melepas pandang barang satu detik pun. Terus merapal doa dan harapan bahwa Jengga akan baik-baik saja. Jengga akan sembuh dan kembali bersama dengan seluruh tingkah menyebalkannya. Besok, Sena akan terbangun dengan Jengga yang menyapanya dengan senyum gigi kelinci yang masih ada bahkan saat pria itu sudah menginjak dewasa.