Chapter 9

15.3K 1.1K 30
                                    

Hari ini, Zahra akan segera ke pemakaman seseorang. Wanita itu tengah bersiap-siap di dalam kamarnya.

Kondisinya mulai membaik. Tak setrauma kemarin-kemarin lagi. Dan perlahan, Zahra sudah bangkit dari keterpurukannya. Walaupun, setelah kejadian itu ia lebih banyak berdiam diri di dalam kamar, terkadang ditemani oleh keluarga dan sahabatnya.

Ia juga tak pernah lagi datang ke perusahaan Alvarendra Corp. Bisa di bilang, ia telah resign dari kerjanya.

Tak butuh waktu yang lama, Zahra sudah siap dengan pakaiannya yang terlihat rapi dan tak terlalu terbuka.

Perlahan, Zahra menarik langkahnya turun ke lantai bawah menghampiri keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tengah.

Zahra tersenyum tipis, melihat seseorang yang duduk di samping saudaranya.

Nayanika Alvarez, sahabat Zahra dan Salsa yang empat tahun ini tinggal di luar negeri. Entah sejak kapan dia berada di Indonesia. Dia biasa dipanggil 'aya' oleh orang terdekatnya.

Naya mendongak, kemudian berdiri dari duduknya. "Ara!" teriak gadis itu, berlari menghampiri sahabatnya dengan riang.

Memeluk Zahra erat, di balas oleh wanita itu. "Sumpah Ra, gue kangen banget sama lo!"

"Gue juga." Mendengar balasan Zahra yang seperti tidak bersemangat, Naya memajukan bibirnya. Melepas pelukan itu, dan menatap sahabatnya.

Mengangkat tangan, mengusap kedua pipi Zahra lembut. "Gue minta maaf, baru pulang sekarang. Gak pantes banget di sebut sahabat, kalo sahabat harusnya nemenin sahabatnya di masa terpuruknya."

"Gue ngerasa gagal tau, jadi sahabat lo. Gak bisa jaga lo, gak bisa nemenin lo di masa terpuruk lo."

Zahra mengembangkan senyum, memegang tangan Naya yang mengusap kedua pipinya. "Gue gak papa, Ya. Jangan bilang gitu, lo sahabat gue sama Salsa."

"Beneran?"

"Iyaaaa."

Naya kembali tersenyum, senyum yang sangat manis. Membuat salah satu orang yang duduk di sofa, terpesona.

"Sini peluk lagi," ucapnya kembali memeluk Zahra erat.

Gadis yang duduk di sofa, berdiri menghampiri dua orang yang sedang berpelukan itu. "Gue ikutan dong."

"Sayang banget sama kalian," ucap Zahra.

"Gua juga sayang sama lo."

"Gue juga."

"Dih, ikut-ikutan lo!"

"Gak ya! Gue emang sayang juga sama kalian!"

"Gue gak di sayang nih?" sahut Zafran yang duduk di sofa dengan kedua orangtuanya.

"Ga."

"Bukan lo santan kelapa!"

"Astagfirullah, heran deh gue. Dari dulu di nistain mulu sama si Saparan," kata Salsa sambil mengelus dadanya sabar.

"Lagian nih ya, lo ngucapinnya setelah gue!"

"Saparan! Enak aja lo main ganti-ganti nama orang, nama gue udah estetik Zafran malah di ganti jadi Saparan."

"Lo juga ganti nama gue!"

"Udah-udah, kalian debat mulu dari tadi. Gak capek apa," sela Naya menghentikan perdebatan keduanya.

"Kalau mereka ketemu, pasti kayak kucing sama tikus," celetuk Zahra.

"Si santan kelapa yang mulai, bukan gue," ucap Zafran tak mau disalahkan.

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang