Chapter 53

21.6K 1.6K 425
                                    

Happy reading!!!

Sebelum Zahra membuka pintu mobilnya, Alvandra lebih dulu mencekal pergelangan tangan wanita itu yang bebas.

Zahra menoleh dengan malas. "Apaan sih?" Ia berusaha melepaskan cekalan tangan itu dengan susah payah, karena saat ini ia tengah menggendong anaknya.

"Tega lihat Rava menangis sesegukan seperti ini? Saya hanya ingin mengajak Rava bermain sebentar, Ra. Tidak akan mencurinya, jadi tenang saja."

"Terus dulu kenapa kamu tega sama saya? Itu waktu Rava masih di perut saya loh, pasti Rava juga bisa ngerasain sakitnya."

"Ga-"

"Papaaa," panggil Rava lirih, mata anak itu kembali berkaca-kaca. Bocah laki-laki itu merentangkan tangannya pada Alvandra.

Alvandra sontak melepaskan tangannya yang mencekal pergelangan tangan Zahra, lalu hendak mengambil Rava dari gendongan perempuan tersebut.

Namum, Zahra menepis tangannya dengan kasar.

Kemudian, Zahra menatap anaknya yang saat ini tengah menatap Alvandra dengan mata berkaca-kaca.

"Ava," panggil Zahra. Rava  menoleh dengan antusias, anak itu berharap ibunya akan mengizinkan untuk bermain dengan Alvandra.

"Mama mau izinin Ava main sama Papa?" tanya Rava antusias.

Zahra memejamkan matanya dan menarik napas panjang. "Rava nggak mau kan lihat Mama nangis?"

Rava mengangguk.

"Ava pernah janji kan?" Rava lagi-lagi menganggukan kepalanya.

"Kalau Ava nggak mau liat Mama nangis, jangan deket-deket lagi sama dia," ucap Zahra seraya melirik Alvandra. Laki-laki itu terlihat membelalakkan matanya tak percaya.

"Ta-tapi Mamaa ...."

"Rava mau liat Mama nangis ya?" Mata Zahra mulai berkaca-kaca. Yang tentunya membuat Rava tak tega.

"Ay---"

Rava menghela napas. "Audah, Ava nda dekat-dekat lagi sama Papa."

"Rava, nggak mau main sama Papa?" tanya Alvandra menyahut.

Rava menoleh. "Ava ga mau Mama Ava nangis Pa."

"Jangan panggil dia, Papa lagi. Atau Mama nangis?" ancam Zahra.

"Dia bukan Papa Ava," lanjut Zahra yang tentunya menohok.

Rava menunduk sendu. "Audah."

(Yaudah.)

"Jangan egois, Ayra. Rava anak saya juga. Berarti saya berhak buat main sama dia, dan Rava berhak memanggil saya Papa," ucap Alvandra.

"Saya Ibunya, berarti saya berhak buat larang Ava ketemu sama siapa aja." Zahra kemudian membuka pintu mobilnya lalu mendudukkan Rava di kursi penumpang depan.

"Saya pergi, jangan pernah temui anak saya lagi," kata Zahra sebelum masuk ke dalam mobil dan pergi setelah memasangkan sabuk pengaman pada Rava dan dirinya.

Dia menghiraukan teriakan dari Alvandra. Lelaki itu terus mengetuk kaca mobilnya.

"Ayra!" teriak Alvandra.

                                ***

Berhasil menjauh dari Alvandra, Zahra bernapas lega.

Acting gue keren juga tadi. Untung nih mata mau berkaca-kaca, kalau nggak, bisa gagal buat Ava nggak deket lagi sama dia.

Kemudian, perempuan itu menoleh untuk menatap anaknya yang terdiam saja, tak biasanya.

"Ava," panggil Zahra lembut, tetapi tak mendapatkan balasan apapun dari Rava.

"Hei, kamu kenapa? Diem aja dari tadi." Satu tangannya dilambai-lambaikan di depan wajah Rava.

Rava yang tengah menunduk langsung mendongakkan kepalanya terkejut. "Kenapa, Mama?" Sedari tadi ia melamun, tak sadar dengan panggilan ibunya.

"Anak Mama kenapa diem aja?" ucap Zahra kembali fokus ke depan, takut menabrak kendaraan lain.

"Ava mau Papa Mama," lirih Rava matanya kembali berkaca-kaca.

Mendengar itu, Zahra lantas menepikan mobilnya di pinggir jalan, lalu mengambil tangan Rava untuk ia genggam.

"Kan Mama udah bilang, Papa lagi kerja, biar bisa cari uang yang banyak banget buat Ava beli mainan."

"Jadi, Ava jangan sedih lagi ya? Nanti Papa Ava di sana ikut sedih loh," ucap Zahra mengusap pipi anaknya yang sudah basah karena air mata.

"Papa kapan pulang?"

"Mama juga nggak tau. Tapi Papa pasti bakal pulang kok," ucap Zahra masih berusaha meyakinkan Rava.

"Emangnya, Om Al benelan bukan Papa Ava ya?" tanya Rava menatap Zahra polos.

Zahra menggeleng. "Bukan, sekarang kita pulang aja ya?" Rava mengangguk nurut.

"Atau Rava mau jalan-jalan dulu?"

Rava menggelengkan kepala, ia tak mood untuk jalan-jalan saat ini. "Pulang ke lumah aja Mama," ucapnya.

"Oke." Baru saja Zahra akan memutar stir mobilnya, mobil lain tiba-tiba berhenti di depannya.

Zahra berdecak kesal. Tangannya menekan klakson mobil.

Pip!

Pemilik mobil di depan, mulai membuka pintu mobilnya lalu turun. Mendekat ke mobil Zahra.

Melihat sang pemilik mobil tersebut, Zahra memutar bola mata. Lalu menatap Rava sekilas. "Ava, di sini dulu. Mama mau keluar sebentar." Setelah mendapatmN anggukan kepala dari anaknya, wanita itu ikut keluar dari mobil.

Zahra bersidekap dada menatap lelaki di depannya. "Apa lagi sih? Nggak capek apa ganggu orang mulu. Nggak ada kerjaan?"

"Ada."

"Ya terus kenapa ganggu kita terus?!" ketus Zahra.

Kemudian, Zahra hendak kembali masuk ke dalam mobilnya, namun tangannya kembali di cekal oleh Alvandra.

"Ayra."

Zahra berbalik dengan malas. "Apa lagi sih?" tanya wanita itu jengah.

"Please, izinin saya untuk bertemu dengan Rava. Mau bagaimana pun, dia tetep anak saya juga, kamu tidak kasihan sama dia? Dia membutuhkan ayahnya, Ayra," ucap Alvandra memohon.

"Dia butuh seorang ayah. Dan saya tidak akan merebutnya dari kamu, jangan egois jadi seorang ibu."

Zahra menarik napasnya dalam. Benar ucapan Alvandra, ia tak boleh egois sebagai orang tua, Rava butuh sosok ayah.

Rava bisa merasakan itu, dengan Zahra yang tak harus kembali bersama Alvandra.

Namun, ia belum bisa mengizinkan Rava untuk dekat dengan Alvandra. Zahra akui, dirinya memang egois. Ia belum bisa memaafkan ayah anak itu sepenuhnya.

Gue belum bisa, gue masih dendam sama Alva, yang nalak gue di depan umum, apalagi waktu itu gue hamil. Gue terlanjur kecewa. Gue emang orang tua yang egois, gue bukan Ibu yang baik buat Ava. batin Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.

Matanya mulai berkaca-kaca mengingat kejadian di mana Alvandra menalaknya saat hamil dan di tempat umum.

"Saya tidak bisa," ucap Zahra melepaskan tangannya dari cekalan Alvandra. Lalu kembali masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Alvandra yang menghela napasnya.

Pip!

Dengan pasrah, Alvandra ikut masuk ke dalam mobilnya lalu mengemudi. Di ikuti dengan Zahra yang juga mulai mengemudikan mobil miliknya sendiri.

Jangan lupa vote dan komen🖤

Zahra egois gak jadi orang tua?

Banyak banget yang komen, Alva gak dapet karma yang bener-bener buat dia nyesel. Tenang guys, tunggu aja. Ini emang belum ku kasih dia karma yang bener-bener buat dia nyesel.

Happy/Sad?

Btw, maafkan aku yang baru update ya☺️

Terima kasih🖤

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang