Chapter 22

13.2K 988 5
                                    

Happy reading!

"Pak," panggil Zahra pada suaminya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Padahal ini sedang di rumah, apa tidak ada waktu untuk lelaki itu istirahat?

Terkadang, Zahra merasa kasihan. Sudah lebih satu bulan ia menikah dengan Alvandra. Dan ia sering kali melihat lelaki itu tidur tengah malam karena menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

Padahal  dia bos di kantor, berarti bisa seenaknya, menyuruh-nyuruh karyawan di kantor, pikir Zahra.

"Bapak, nggak cape apa? Seharian di kantor, sebelum tidur kerja lagi."

"Kalau saya lelah, akan istirahat. Tidak akan memaksakan diri untuk kerja, karena saya tahu, itu  tidak baik untuk kesehatan. Tidak seperti kamu, sakitpun tetap memaksakan diri untuk bekerja, yang akhirnya pingsan."

Zahra lantas memutar bola matanya. "Itu namanya bekerja keras, Pak."

"Memaksakan diri, itu," ucap Alvandra tak mau kalah.

"Au ah, males!" seru Zahra kesal.

Alvandra melirik jam di dinding. Lalu berkata, "Tidur, Ra. Sudah jam sepuluh."

"Bapak sendiri nggak tidur. Terus kenapa nyuruh orang buat tidur?"

Zahra menarik napas. "Gini ya Bapak Alvandra yang terhormat, tanpa sadar, Bapak memaksakan diri untuk tetap bekerja sekarang, padahal udah malem. Begadang juga nggak baik buat kesehatan loh Pak, Bapak tau kan?" lanjutnya.

"Beda Ayra," kata Alvandra berusaha membela diri, walaupun ia tahu yang dikatakan istrinya itu memang benar.

"Beda apanya, Pak suamiku yang terhormat," ucap Zahra geram. Lelaki itu juga sangat tidak peka, padahal istrinya khawatir dengannya.

"Kok diam, Pak? Bingung ya, mau bilang apalagi? Kasihan deh, kalah telak," ucap Zahra lagi setengah meledek saat melihat Alvandra hanya diam saja.

Alvandra geleng-geleng kepala.

"Pada umumnya, perempuan emang selalu bener, Pak."

"Yayaya," balas Alvandra malas dengan mencibir pelan.

"Dih. Jujur aja kalau emang yang saya katakan itu bener, dan Bapak kalah telak."

Alvandra yang tadinya fokus lagi pada laptopnya, melirik Zahra malas. "Iya istriku, yang terhormat."

Akhirnya. Zahra tersenyum misterius. "Iya apa?"

"Yang kamu katakan itu memang benar, puas?"

"PBL PBL PBL, puas banget loch." Wanita itu berbicara dengan mengikuti nada di tiktok yang sedang viral.

---

Kemudian, setelah itu Zahra mengangkat tangan untuk berdoa.
Lalu merebahkan tubuhnya merasa mengantuk. Selama ia hamil, wanita itu tak pernah lagi begadang.

Entah kenapa, sebelum jam sepuluh dia sudah merasa mengantuk. Tak seperti biasanya. Apalagi seperti sebelum menikah, tak tidur semalaman pun, bisa.

Namun, di saat merebahkan tubuhnya, rasa ngantuknya hilang begitu saja. Zahra memutuskan untuk berbaring menghadap suaminya yang masih terlihat sibuk dengan laptop.

"Pak," panggilnya lagi.

Alvandra melirik sekilas sebelum kembali menatap layar laptopnya. "Hm?"

"Bapak kan bos, berarti tugasnya cuma nyuruh-nyuruh karyawan doang, tapi kok sibuk gini?"

Sebelum menjawab, Alvandra menutup layar laptopnya lalu meletakkannya di atas nakas. Karena memang pekerjaannya sudah selesai.

"Menjadi Bos tidak seperti yang kamu pikirkan, Ayra. Yang kerjaannya hanya menyuruh-nyuruh karyawan saja.
Saya memiliki tanggung jawab sendiri. Misalnya, mengawasi pekerjaan, dan lain-lain. Tapi, sesuai dengan kepribadian masing-masing. Terkadang memang ada bos seperti yang kamu pikirkan."

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang