Happy reading!
Malam hari telah tiba, dua insan suami-istri itu mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Alvandra sudah masuk ke alam mimpinya, berbeda dengan Zahra yang terus meringis pelan, memegang perutnya.
"Sakit banget ...," lirih Zahra.
Alvandra yang terganggu karena ringisan dari istrinya, membuka mata. Membalikkan tubuhnya menghadap Zahra.
"Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara khas bangun tidur tercampur dengan nada yang terdengar khawatir.
"Perut saya sakit Pak," adu Zahra terus memegang perutnya.
Bangun dari tidurnya, Alvandra mengubah posisi menjadi duduk. "Datang bulan?"
Zahra menggeleng pelan. "Nggak."
"Tunggu." Alvandra kemudian turun dari tempat tidurnya, untuk mengambil sesuatu.
Tak lebih dari tiga menit, lelaki itu kembali dengan sebuah minyak kayu putih di tangannya.
Lelaki dengan piyama navy itu berjongkok, perlahan tangannya bergerak menaikkan baju Zahra, yang membuat wanita itu terkejut. "Bapak, mau ngapain?" tanyanya sambil menurunkan kembali bajunya.
"Kasih minyak kayu putih ke perut kamu," ucapnya lalu menaikkan lagi baju Zahra. Mulai membuka tutup minyak kayu putih yang ia bawa itu.
Memberikan beberapa tetes ke perut rata Zahra. Mengusapnya lembut.
Merasa sudah rata, Alvandra berdiri. Mengusap dahi istrinya yang terdapat keringat. "Sampai keringatan begini, kenapa tidak bilang ke saya? Kalau perut kamu sakit."
"Saya nggak mau ganggu tidur, Bapak."
"Yasudah, tidur lagi, besok insha Allah perutnya tidak sakit lagi."
"Mau minum," ucap Zahra.
Alvandra lantas menatap atas nakas, ternyata gelas yang biasanya terisi air, kosong. Lelaki itu mengambilnya.
"Saya ambil di bawah dulu." Setelah berkata demikian, Alvandra melangkah keluar dari kamar guna mengambil air minum di bawah.
Tak lama kemudian, lelaki itu kembali. Ia membantu istrinya bangun lalu memberikan gelas berisi air itu.
"Perutnya sudah baikan?" tanya Alvandra khawatir.
"Kalau masih sakit, nanti kita ke dokter," lanjutnya.
"Udah, cuma masih kram dikit."
"Nanti juga sembuh, sekarang tidur lagi. Tidurnya miring," ujar Alvandra yang langsung di turuti oleh Zahra.
Alvandra tersenyum tipis, naik ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuhnya. Menghadap Zahra yang tidur membelakanginya, memeluk wanita itu dari belakang.
Tentu saja Zahra kembali terkejut. Apalagi saat Alvandra kembali menaikkan bajunya, mengusap perut ratanya lembut.
"Biar cepat sembuh," bisik Alvandra.
Sebelum memejamkan mata, Alvandra kembali berbisik. "Saya berharap, suatu saat nanti anak saya tumbuh di rahim kamu."
***
Di pagi hari, Zahra merasa mual. Ditambah kepalanya terasa sangat pusing.
Wanita itu sudah siap dengan pakaian kantornya, padahal sudah dilarang oleh Alvandra.
Alvandra datang dari arah meja makan, memijat tengkuk Zahra agar mual wanita itu mereda.
Zahra mengusap pinggir bibirnya dengan air. Memejamkan matanya karena merasa pusing. Wajah wanita itu terlihat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvandra (END)
Художественная прозаAlvandra dan Zahra. Dua manusia yang terpaksa menikah dan akhirnya harus hidup bersama selama bertahun-tahun. Apakah pernikahan terpaksa mereka akan bertahan lama? Atau ... bahkan sebaliknya? --- Start: 05 Mei 2021 RILL HASIL PEMIKIRAN SENDIRI