Chapter 10

17.9K 1.2K 19
                                    

Seorang wanita yang menggunakan pakaian santai, turun kelantai bawah menghampiri keluarganya yang sedang sarapan.

"Pagi sayang," sapa Ibu wanita itu.

Zahra, yang merupakan wanita itu tersenyum tipis membalasnya. Selanjutnya, ia duduk di kursi yang biasa diduduki.

"Anak Mama, mau makan apa?" tanya Hani perhatian.

"Aku minum susu aja, Ma," ujar Zahra mengambil sebuah gelas yang berisi susu rasa vanila di atas meja makan.

"Ini punya, aku kan?" tanyanya memastikan. Hani mengangguk.

"Gak mau makan, Nak? Sekarang kamu jarang makan, gak baik buat kesehatan kamu." Hardi yang sedari tadi fokus dengan kegiatan sarapannya, menyahut.

Zafran mengambil gelas di depannya, kemudian meminum air yang ada di dalam gelas itu. "Iya tuh, mau makin kurus lo?"

"Aku gak nafsu buat makan Pa, Kak. Seenggaknya juga aku udah mau sarapan sama kalian lagi, gak diem mulu di kamar."

"Yaudah, Nak. Minum itu aja dulu," celetuk Hasika- Nenek Zahra.

"Assalamualaikum!" teriak seorang gadis dengan suara cemprengnya seraya berjalan mendekati keluarga yang sedang sarapan itu.

"Waalaikumsalam," balas orang-orang yang berada di sana, terkecuali Naya.

"Shalom," salam Naya.

"Waalaikum."

"Suara lo gede amat, Tan! Sakit nih telinga gue pagi-pagi!" cibir Zafran sambil mengelus-elus telinganya, membuat Salsa kesal. Sabar, Sa, sabar.

"Contoh Aya tuh, suaranya gak gede banget, lembut-lembut gitu, emang cewek itu harusnya lembut," celoteh Zafran.

"Berhenti manggil gue Tan deh! Nama gue, Salsa."

"Nama lo kan Sasa Santan Kelapa, nah dipanggil Santan aja," balas Zafran semakin membuat Salsa kesal.

Tampaknya Zafran sangat senang menjahili Salsa dan membuat gadis itu kesal.

"Udah! Kalian masih pagi udah udah berdebat aja,"

"Aya, Sasa, kalian udah sarapan? Sini duduk, kita sarapan bareng-bareng."

"Kebetulan belum nih, Ma. Ayo Ya, lo juga belum makan kan."

Keduanya memang berniat untuk menemani Zahra hari ini.

---

Satu Minggu telah berlalu, Zahra sudah memikirkan semuanya matang-matang. Mungkin ini yang terbaik? Semoga saja.

Keluarga Alvarendra dan Vernandez berkumpul di ruang tengah rumah Zahra, membicarakan sesuatu.

"Jadi gimana, Ra? Kamu udah ada keputusan? Udah pikiran semuanya matang-matang kan?" tanya Hardi sambil menatap Zahra dengan pandangan bertanya.

Zahra menarik napasnya panjang, memejamkan mata kemudian berbicara. "Aku udah pikirin semuanya matang-matang. Dan ... aku ngikut keputusan Papa sama Mama aja. Mungkin pilihan orangtua yang terbaik, aku gak bisa mutusin sendiri."

"Keputusan Papa, kamu nikah sama Alva. Emang kamu udah siap, Nak?"

"Aku udah bilang kan, Pa? Aku ngikut Papa sama Mama aja."

"Oke."

"Jadi, gimana kalau pernikahannya dua Minggu lagi? Lebih cepat lebih baik kan," celetuk Rossa senang dengan jawaban Zahra.

"Serahkan pada calon pengantinnya, karena mereka yang akan menikah, bukan kita," balas Hardi.

Rossa mengangguk. "Gimana Al, Ra?"

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang