Hai, apa kabar? Nungguin nggak? Jangan lupa vote dan komen ya🖤
Happy reading🖤
Hari ini, Zahra akan pergi ke rumah yang akan ia tempati dengan Rava. Secepatnya wanita itu akan pindah, ia ingin mandiri.
Namun, rencananya untuk ke rumah yang akan ia tempati gagal karena Rava sedang sakit. Anak itu tiba-tiba saja demam sewaktu subuh.
Tubuhnya sangat panas, Zahra semakin khawatir dengan itu. Beberapa kali ia membujuk anaknya agar mau di bawa ke rumah sakit.
Tapi lagi-lagi anak itu terus menolak, makan bubur dan minum obat saja ia tidak mau.
"Ava mau ya Mama temenin ke dokter?" bujuk Zahra sambil mengusap kepala sang anak.
Rava menggeleng, tanda tak mau. "Ava takut di suntik Mama," cicit anak itu.
"Ava emang nggak mau pergi sekolah? Main-main? Mau ya, ke dokter biar cepet sembuh." Zahra masih berusaha membujuk anaknya.
"Dokter nggak bakal gigit Ava. Belum tentu juga Ava disuntik, kalaupun disuntik, nggak bakal sakit, cuma kayak digigit semut aja."
"Ga mau, Mama ...," tolak Rava.
"Yaudah, makan bubur dan minum obatnya aja ya?"
Lagi-lagi Rava menggeleng. "Pait."
Wanita yang menggunakan daster rumahan itu menghela napasnya, tak lama pintu kamar terbuka menampakkan seorang paruh baya.
"Gimana, Rava mau nggak di bawa ke rumah sakit?" Hani bertanya, raut wajahnya terlihat khawatir.
Zahra menggelengkan kepala. Berkata, "Minum obat aja nggak mau, Ma."
"Ava, kenapa nggak mau minum obat, sayang?" Hani beralih menatap cucunya yang tengah terbaring lemah dengan wajah yang pucat.
"Pait, Nek. Ga enak."
"Nggak pait kok, ini obatnya manis. Beneran deh, jadi mau ya? Minum obatnya biar Ava cepet sembuh. Bisa sekolah lagi, bisa main-main lagi."
"Tuh denger kata nenek," sahut Zahra.
"Mau ya, sayang? Ava nggak mau kan liat Mama sama Nenek sedih," ucap Zahra dengan wajah memelasnya menatap sang anak, berharap anak itu luluh.
"Iya deh, tapi ada salatnya," jawab Rava yang pada akhirnya pasrah.
"Syaratnya apa? Nanti kalau bisa, Mama tepatin."
"Mau om Al." Tiga kata yang keluar dari mulut Rava mampu membuat dua perempuan yang berada di sana membelalakkan matanya.
Selanjutnya, Zahra menghela napasnya pasrah apalagi saat melihat Hani menatapnya dengan pandangan curiga.
"Alva, maksudnya?" tanya Hani memastikan. Ia sangat berharap, bukan Alva orang yang Rava inginkan saat ini.
Namun, anggukan kepala dari anaknya membuat harapan Hani pupus begitu saja. "Kenapa Ava bisa kenal sama dia? Mereka bertemu? Atau kamu yang pertemukan mereka, iya?" Tampaknya, ibu paruh baya itu sangat tidak menyukai Alvandra.
"Bahas bentar aja ya, Ma? Di sini ada Ava." Zahra kemudian menatap anaknya yang juga tengah menatapnya.
"Gimana, Mama?"
"Mama telepon om Al biar dia ke sini." Jawaban dari Zahra tentu saja semakin membuat Hani terkejut.
"Yeayy!" seru Rava dengan antusias, melupakan tubuhnya yang kurang fit.
"Bentar, Mama keluar dulu buat telepon om Al-nya." Zahra berdiri dari duduknya, mengayunkan kaki keluar dari kamar.
Hani berjalan mendekati ranjang, duduk di tempat Zahra tadi. "Jadi sekarang Ava makan buburnya ya? Terus minum obat. Kan permintaannya udah mau di penuhi sama Mama."
"Ga Nenek, Ava minum obatnya bental aja pas om Al datang." Rava membalas seraya menggeleng.
"Yaudah deh."
Tak lebih dari sepuluh menit, Zahra kembali masuk ke dalam kamar. Dengan cepat Rava menatap ibunya dengan pandangan bertanya. "Om Al bakal ke sini kan, Ma?"
Zahra mengangguk sebagai balasan.
---
Alvandra mengentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang dulunya sering ia kunjungi, bahkan bermalam di rumah itu.
Kemudian lelaki yang masih menggunakan pakaian kantoran itu turun, berjalan ke arah pintu rumah lalu memencet bel.
Tak menunggu lama, pintu terbuka. Menampilkan seorang paruh baya, yang sangat di kenal oleh Alvandra.
Laki-laki itu tersenyum ramah. "Assalamualaikum, Ma," ucapnya hendak mengambil tangan ibu paruh baya itu.
Tetapi Hani menjauhkan tangannya, rupanya ia masih dendam dan belum bisa memaafkan mantan suami anaknya.
Laki-laki yang telah menyakiti anak perempuannya.
"Saya sudah bilangkan, jangan panggil saya Mama lagi." Mantan mertua seorang Alvandra itu berkata dengan nada yang dingin.
Walaupun ditolak terang-terangan, Alvandra tak melunturkan senyumannya.
"Maaf, Tante."
"Masuk," ujar Hani membuka lebar pintu rumahnya. Alvandra patuh, dia masuk ke dalam rumah mantan istrinya.
Matanya menelusuri isi rumah itu, tak banyak yang berubah. Ia jadi rindu suasana di rumah ini.
"Silakan naik. Ava dan Ara ada di kamar Ara, tau kan?" tutur Hani, setelahnya perempuan itu pergi masuk ke dalam dapur.
"Iya, Tan." Perlahan Alvandra melangkahkan kaki naik ke kamar Zahra.
Membuka pintunya pelan-pelan, ia mengayunkan langkahnya untuk masuk ke kamar itu.
Jangan lupa vote dan komen🖤
Maaf ya, baru update lagi😭🙏
Sebenarnya kemarin-kemarin pengen update, tapi lagi sibuk di rl.
Insha Allah, kedepannya update akan sesuai jadwal kok, seperti dulu.
Tetap setia nungguin ceritaku ya😣 jangan bosan-bosan nunggunya.
Btw, aku mau bilang, dikit lagi cerita Alvandra selesai☺️
Kurang lebih, 15 chapter.
See you in the next chapter💗
Terima kasih💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvandra (END)
General FictionAlvandra dan Zahra. Dua manusia yang terpaksa menikah dan akhirnya harus hidup bersama selama bertahun-tahun. Apakah pernikahan terpaksa mereka akan bertahan lama? Atau ... bahkan sebaliknya? --- Start: 05 Mei 2021 RILL HASIL PEMIKIRAN SENDIRI