Chapter 69

3.4K 284 13
                                    

Haiii

Masih nunggu, kan?

Sebelum baca, diharapkan vote terlebih dahulu supaya ngga lupa.

Happy reading!

"Setelah kita berpisah, kamu ke mana saja?" Laki-laki yang sedang menyetir mobil itu menoleh sekilas ke arah Zahra.

Kemarin, setelah menjemput Rava di rumah neneknya, mereka sepakat untuk menjemput Rava bersama.

Agar keadaan tidak hening, Alvandra memilih mempertanyakan sebuah pertanyaan yang beberapa minggu ini terlintas di benaknya.

"Keluar negeri. Tinggal selama lima tahun di sana," balas yang ditanya itu.

"Kenapa?"

Pertanyaan itu membuat perempuan yang dibaluti setelan santai nan simple tersebut mengernyit bingung. "Apanya?" tanyanya.

"Kenapa tinggal di luar negeri?" Tanpa menoleh lagi, Alvandra menjawab.

Zahra membasahi bibirnya terlebih dahulu. "Buat lupain luka di kota ini."

Setelahnya, hening. Alvandra diam. Perasaan menyesal lagi-lagi muncul di hatinya. Rasanya, dada laki-laki itu sesak. Bukan sesak fisik, tapi batin.

Lima tahun belakangan ini, ia tidak pernah mendapatkan ketenangan. Di mana pun itu. Jika satu kesalahannya saja ia ingat, maka semuanya akan menjalar ke mana-mana. Alvandra menjadi ingat semua kesalahan dan kebodohannya yang menjadi sumber ketidaktenangan dirinya sendiri.

Dia selalu di landa kebingungan.

CEO di suatu perusahaan yang cukup sukses itu ternyata tidak sebahagia yang orang lain kira. Di pandangan orang, Alvandra itu sangat bahagia karena hidupnya yang cukup berkecukupan. Padahal, uang tidak menjamin kebahagiaan.

Laki-laki yang selalu gagal dalam hubungannya. Yang hidupnya penuh kekangan. Tidak sebahagia itu.

Alvandra juga memiliki luka tersendiri.

"Eh, udah sampai!" Zahra berseru ketika menyadari bahwa mereka kini telah sampai di depan sekolah Rava. Alvandra buru-buru merem mobilnya lalu memundurkannya ke belakang karena melewati gerbang sekolah.

Sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing, membuat mereka sampai tak sadar bahwa sekolah Rava telah dekat.

Keduanya turun secara bersamaan setelah melihat Rava sudah menunggu di depan sana sambil memegang ujung tali sampiran tasnya.

"Mama! Om Al!" Anak itu berteriak bahagia kala melihat dua orang yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang.

"Hai, anak Mama! Gimana belajarnya hari ini? Seru, kan?" Zahra berjongkok dengan senyum ceria di wajahnya. Ia mengusap lembut kepala Rava.

Jika sedang akur begini, orang-orang akan yakin bahwa mereka ibu dan anak. Namun, ketika sudah bertengkar, orang lain akan mengira bahwa keduanya adik-kakak.

"Seru! Ava juga ikut lomba loh, Ma! Soalnya Ava pintel makanya di suluh ikut sama ibu gulu!" ungkap anak itu sambil pamer sedikit dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Lomba apa?" Alvandra akhirnya ikut bicara.

Rava menengadahkan kepalanya ke atas. "Gambal! Nanti latian baleng dong, bial Ava menang."

Alvandra menyunggingkan senyuman. Ia mengangguk kecil. "Boleh-boleh."

---

Setelah berbicara sedikit di depan sekolah Rava, kini ketiganya memutuskan untuk pulang sekarang juga. Apalagi ketika Zahra mendapat telepon dari ibunya, bahwa wanita itu akan ke rumahnya untuk membawa kue yang ia masak sebagai cemilan untuk Rava.

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang