Chapter 64

5.9K 551 17
                                    

  Happy Reading!

Siang telah tergantikan oleh sore. Seorang perempuan dengan daster rumahan yang ia gunakan sedang duduk termenung di sebuah taman di belakang rumahnya.

Tatapannya terus mengarah ke depan dengan pandangan kosong. Entah apa yang sedang dia pikirkan.

Perkataan ibunya terus terngiang-ngiang di otaknya. Salah ya temenan sama mantan? Kita cuma mau ngelaksanain tugas sebagai orang tua yang baik aja, padahal.

"Ada mantanmu tuh." Suara itu berhasil membuyarkan lamunan Zahra, ya perempuan tersebut adalah Zahra. Ia menolah ke belakang, dan mendapati ibunya yang sudah terlebih dahulu berbalik dan menghilang.

Zahra menghela napas sebelum beranjak dari duduknya lalu pergi dari taman.

Di dalam ruang tamu, dapat ia lihat Alvandra yang sudah menyadari kedatangannya dan tersenyum manis.

"Tamu adalah raja, dibuatin minuman. Mama mau ke kamar temenin Ava," ucap Hani yang masih ada di antara mereka.

Zahra mengangguk. "Iya, Ma." Lalu setelahnya, wanita itu beralih menatap Alvandra setelah melihat ibunya pergi.

"Saya buatkan minum dulu."

"Tidak perlu," cegah Alvandra cepat-cepat ketika Zahra ingin melangkah ke dapur.

"Kenapa?"

"Saya sudah minum di cafe tadi." Zahra hanya mengangguk.

"Bagaimana keadaan Rava?" tanya Alvandra mengangkat sebelah alis. Menatap wajah mantan istrinya yang duduk di sofa lain.

"Udah mendingan."

"Saya bisa temui Rava dulu? Setelah itu baru saya pulang."

Zahra tersenyum tipis. "Silakan."

---

Di sinilah mereka berada, di dalam kamar yang ditempati Rava. Hani yang menemani cucunya dan melihat kedatangan kedua mantan pasangan suami-istri itupun lantas keluar dari kamar.

Lagi-lagi Zahra menghela napasnya. Lalu, dia menghampiri Rava bersama Alvandra yang sudah di panggil. "Om!"

"Hai, udah baikan?" Alvandra duduk ditepi ranjang, mengecek keadaan Rava dengan memegang dahi anak itu.

"Udah, kan udah minum obat."

"Alhamdulillah."

"Alhamdulillah," ucap Rava mengikuti perkataan Alvandra.

Zahra sontak mengacungkan jempolnya, ia tersenyum. "Nice, jangan lupa ucapin kata itu sebagai rasa syukur kita pada Allah SWT."

Rava tersenyum tipis lalu mendongakkan kepalanya agar bisa menatap Alvandra. Yang ditatap pun sadar. "Kenapa?"

"Kalo Ava udah sehat main yuk, Om," ajak anak kecil itu.

"Kalau di izinin Mamanya, Om mau." Sejenak, Alvandra menatap Zahra.

Mendengar hal itu, Rava lantas menatap ibunya.

"Mama izinin, tapi cuma satu jam."

"Satu jam lama ngga?" tanya Rava polos.

"Kalau sama Mama, satu jamnya sebentar," sahut Alvandra yang tentu mengundang tatapan bingung keduanya.

"Kalau ngga sama Mama lama? Yaudah, kita pelgi beldua aja Om, bial lama." Hal itu lantas membuat Alvandra terkekeh geli.
Maksudnya bukan begitu, astaga.

"Dih," cibir Zahra.

"Maksudnya bukan begitu. Kalau sama orang yang kita sayang ataupun waktunya digunakan untuk hal yang menyenangkan pasti waktunya terasa cepat, kita nggak rasa kalau udah main 1 jam aja. Tapi kalau sama yang tidak menyenangkan, waktunya terasa lama," jelas Alvandra panjang lebar pada akhirnya.

"Ava ngga ngelti, lunyem."

Alvandra lagi-lagi dibuat tertawa pelan. Tapi tawanya itu terhenti mendengar suara Hani yang baru saja membuka pintu kamar.

"Seorang laki-laki tidak dianjurkan berlama-lama di rumah perempuan yang bukan mahramnya. Apalagi ini di kamar, walaupun ada anak kecil yang ditengah-tengah." Apakah ini yang di namakan mengusir secara halus?

Alvandra menoleh, tersenyum canggung. "Ya sudah kalau begitu saya pamit, Ayra, Tan, Ava."

Zahra menatap dengan tatapan tak bisa diartikan pada ibunya sebentar, sebelum berniat mengantar Alvandra keluar.

"Saya antar, ayo."

Keduanya kemudian berjalan keluar dari kamar setelah Alvandra berpamitan pada Rava yang melarangnya untuk pulang.

"Hati-hati dijalan," ujar Zahra yang di balas sebuah anggukan.

Langkah Alvandra terarah ke mobil hitamnya. Masuk ke dalam kendaraan beroda empat itu lalu menurunkan kaca mobil dan tersenyum yang dibalas oleh Zahra.

Setelahnya, ia menyalakan klakson sebelum benar-benar pergi meninggalkan perkarangan rumah Zahra.

Zahra hendak kembali masuk ke dalam rumahnya, tetapi gagal ketika mendengar suara mobil. Ia berbalik dan tersenyum melihat ayahnya yang baru saja pulang bekerja.

Dengan segera Zahra menghampiri lelaki paruh baya itu, mencium tangannya sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan Hardi.

"Mobil siapa?"

"Emm---"

"Mobil si mantan mantu, Pa." Itu suara Hani yang memotong perkataan Zahra.

Hardi menganggukkan kepalanya, ia beralih menatap anaknya dengan tatapan tak bisa diartikan. Sepertinya lelaki paruh baya tersebut telah mengetahui tentang hubungan Alvandra dan Zahra sekarang ini.

"Jadi orang tua yang baik untuk Ava. Profesional, ingat niat awal kamu, yaitu kalian hanya sekedar mantan yang akan menjalani tugas sebagai orang tua yang baik."

"Jangan sampai ada istilah CLBK di antara kalian. Papa berharap, kalian hanya benar-benar menjalani tugas, tidak ada kata balikan. Karena kekecewaan yang dia berikan ke kita terlalu dalam, perselingkuhan tidak bisa dimaafkan."

Zahra mengangguk. "Iya, Pa. Aku jamin itu nggak akan terjadi. Karena aku nggak punya perasaan apa-apa lagi sama dia, dan aku juga belum bisa maafin dia sepenuhnya."

Jangan lupa vote dan komen.

Terima kasih.

Alvandra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang