PS2. 16 - Kebenaran yang Mulai Tersingkap

203 40 0
                                    

Aku menatap wajah Bi Shanti. Bi Shanti terlihat tidak bisa menjawab pertanyaanku. Bila aku perhatikan, Bi Shanti seperti sedang berbohong sedari tadi. Padahal, Bi Shanti adalah satu-satunya jalan untuk aku mengetahui siapa keluarga asliku.

Aku tidak berharap untuk kembali kepada keluarga. Aku juga sama sekali tidak merasa keberatan kalau harus mengurus ibuku hingga akhir hidupku. Bukankah surga berada di telapak kaki ibu?

Tapi aku merasa kalau aku berhak mengetahui masa lalu itu, aku hanya ingin tahu siapa keluargaku dan apa yanh sebenarnya terjadi dalam keluargaku hingga ibuku menjadi begitu depresi hingga berujung di kursi roda. Itu saja.

Lagi pula aku rasanya, aku tidak mau kembali kepada mereka karena melihat bagaimana aku dan ibuku hidup, tidak ada satupun dari keluarga mereka yang mencari keberadaan kami. Justru yang memperdulikan kami adalah Bi Linda dan Bi Shanti. Mereka tentu tidak memiliki hubungan darah dengan kami. Oh, ntah dengan Bi Linda. Karena tadi Bi Shanti mengatakan kalau Bi Linda adalah adik dari Papa Aaron.

Apakah benar laki-laki itu bisa kusebut dengan sebutan Papa?

"Bi, bukankah berbohong adalah tindakan yang dilarang oleh Allah? Berdosakan?" tanyaku.

Bi Shanti langsung terdiam. Beliau seperti meringis pelan mendengar apa yang aku katakaan barusan. Aku bukan seseorang yang pandai beragama, aku hanya mengatakan sesuatu yang cukup umum dan sudah menjadi rahasia umum.

Beliau mengusap kepalanya sebentar wajahnya terlihat sedang berpikir. Lalu, Bi Shanti menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu. Aku mengikuti arah pandangannya.

"Ayo, kita bicara di luar. Bibi tidak mau kalau Mamamu mendengar apa yang akan bibi sampaikan." kata Bi Shanti.

Aku pun mengangguk dan mengekori Bi Shanti. Sesampainya di luar rumah kami pun duduk di bangku yang tidak jauh dari rumahku. Kita tidak bisa terlalu jauh karena ibuku sendirian.

"Bibi tidak bisa berbohong lagi." kata Bi Shanti mengawali obrolan serius kami berdua.

"Tolong jelaskan, Bi. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa ayahku? Di mana keluarga orang tuaku?" kataku sudah tidak sabar mendengar suatu kebenaran tentang keluargaku.

"Ayahmu bukan Aaron, Nak." kata Bi Shanti.

Aku benar-benar terkejut, pasalnya aku sempat membaca secarik surat itu, di mana di dalam kertas itu tertulis jelas nama Aaron meski tidak ada kata-kata yang menerangkan bahwa Aaron adalah ayahku.

"Apa yang Bibi katakan kepadaku sebelumnya adalah kebohongan?" tanyaku.

Bi Shanti mengangguk, "Maafkan Bibi." kata Bi Shanti.

Aku hanya bisa menghela nafas mencoba menenangkan diri. "Semuanya bohong, Bi?" tanyaku.

"Ndak. Ndak semuanya. Kebohongan Bibi hanya bagian siapa ayahmu saja. Tentang persahabatan Bibi, Mbak Linda, dan ibumu itu benar. Fakta bahwa Aaron adalah kakak dari Mbak Linda itu benar. Fakta bahwa kamu adalah cucu dari seorang Kyai itu juga benar." kata Bi Shanti.

"Lalu siapa ayahku? Apa ayahku adalah orang yang sangat kejam hingga kalian menyembunyikan ini semua dariku?" tanyaku.

"Namanya, Faiz. Ayahmu bukan seorang yang kejam. Ayahmu adalah orang yang baik." kata Bi Shanti.

"Ke mana ayahku sekarang?" tanyaku.

Luntur sudah panggilan Papa yang sudah aku siapkan untuk memanggil Papa Aaron. Ternyata laki-laki yang bernama Aaron hanyalah kakak dari Bi Linda bukan suami dari ibuku.

Bi Shanti menggeleng, "Bibi juga tidak tahu, sungguh." kata Bi Shanti.

"Trus keluarga Mama?" tanyaku.

"Bibi juga ndak tahu di mana keberadaan mereka." kata Bi Shanti.

"Itu artinya mereka bukan orang baik, Bi. Tidak ada orang baik yang mau menelantarkan keluarganya sendiri." kataku.

Bi Shanti terdiam. Beliau tidak bisa membantah kata-kataku. Akupun makin curiga bahwa keluargaku memang bukan keluarga baik-baik.

"Kamu sudah besar, Nak. Rasanya Bibi harus mengatakan segalanya kepada dirimu. Benar apa katamu. Berbohong adalah perbuatan dosa. Dan kebohongan seperti yang Bibi lakukan ini tidak akan berujung baik, justru membuat Bibi merasa bersalah dan kamu semakin bertanya-tanya." kata Bi Shanti

Aku menunggu Bi Shanti menjelaskan semuanya.

"Ceritakan, Bi. Lagi pula aku hanya ingin mendengar saja. Aku tidak akan bertindak lebih." kataku.

Bi Shanti tersenyum kepadaku. Senyumnya pahit sekali, "Dua puluh tahun yang lalu, ibumu dijebak oleh seorang wanita yang sangat jahat. Bahkan, menurut bibi wanita itu lebih jahat dari iblis. Bahkan, setiap Bibi memikirkan nama wanita itu, Bibi benar-benar membencinya hingga Bibi hanya bisa menangis dan meminta ampunan kepada Allah SWT karena rasa amarah dan kebencian yang bibi rasakan tidak bisa reda dalam 3 hari, selalu bertahan hingga hari ini meski Bibi sudah berusaha melupakannya." kata Bi Shanti.

Meski belum lama mengenal Bi Shanti. Aku rasanya seperti sudah mengenal beliau cukup lama. Aku benar-benar percaya dengan apa yang Bi Shanti katakan kepadaku.

"Dijebak?" tanyaku.

Aku benar-benar ingin tahu kelanjutan dari kisah ibuku ini.

"Iya, ibu dan ayahmu adalah orang baik. Bahkan, hati ibumu sangatlah putih dan bersih seperti malaikat. Namun, wanita tidak tahu diri itu ndak pernah melihat kebaikan ibumu. Karena rasa iri dan dendam yang bersemayam dalam dadanya, dia melakukan sebuah cara keji untuk menyingkirkan ibumu dari keluarga." kata Bi Shanti.

Air mata Bi Shanti menetes. Kini aku tau mengapa aku dan ibuku bisa berpisah dari keluargaku. Aku ingin sekali menghentikan percakapan ini karena tidak tega melihat Bi Shanti. Hanya saja rasa penasaranku begitu besar.

"Apa yang dilakukan wanita itu kepada ibuku?" tanyaku penasaran.

"Dia memanfaatkan Mas Aaron." kata Bi Shanti.

Ketika menyebutkan nama Mas Aaron, Bi Shanti langsung menangis mengingat masa lalu.

"Ayahmu begitu mencintai ibumu. Dan satu-satunya hal yang membuat ayahmu cemburu dan takut kehilangan ibumu adalah Mas Aaron. Mengetahui hal tersebut, wanita gila itu mulai memanfaatkan keadaan." kata Bi Shanti.

Aku diam mendengarkan. Hatiku begitu panas mendengar apa yang dikatakan oleh Bi Shanti.

"Wanita itu merekayasa keadaan. Dia memfitah ibumu berhubungan dengan Mas Aaron. Saat itu, ayahmu dan semua orang percaya karena mengingat Mas Aaron pernah membawa ibumu pergi. Saat itu Bibi, Bi Linda, Mas Aaron, dan Mas Minan suami Bi Linda sekaligus sepupu bibi mencoba mencari bukti. Setelah dapat, karena wanita itu mempunyai orang yang sangat berkuasa di belakangnya, akhirnya kami tidak bisa berbuat apa-apa." kata Bi Shanti.

"Hingga akhirnya, saat itu, Mas Aaron dan Mas Minan bertekad untuk membawa bukti tersebut kepada ayahmu. Namun, mereka bedua justru diculik oleh orang suruhan suami wanita keji itu." kata Bi Shanti.

"Tunggu. Wanita itu sudah menikah?" tanyaku.

Bi Shanti mengangguk. Aku menatap mata Bi Shanti mencoba mencari tahu siapa wanita kejam yang dimaksud oleh beliau.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang