PS.2 27 - Hasil

132 25 1
                                    

Seminggu berlalu, Ghifari masih saja datang ke rumahku. Dan Bang Haidar juga terus datang namun tanpa sepengetahuan Ghifari. Bang Haidar sangatlah dekat dengan Mama. Semakin hari, mereka terlihat begitu dekat.

Hari ini adalah hasil dari tes DNA yang dilakukan Bang Ghifari dan Mama, Malam ini Bang Haidar mengatakan kalau dia akan datang ke rumahku.

Sore ini, aku mulai keluar rumah. Aku memang sudah sejak kemarin sembuh hanya saja aku masih malas bertemu dengan Ghifari.

Aku keluar rumah dengan kaos dan celana training. Aku ingin lari sore agar tubuhku segar kembali.

Gue harus gimana? -batinku.

Aku terus berlari dengan pertanyaan yang diulang, aku harus apa? Aku harus bagaimana? Aku benar-benar rasanya seperti hampir gila.

Peluh di dahiku sudah membanjir. Sesampainya aku di dekat sebuah danau. Aku menghentikan langkahku. Kakiku yang terus kuajak berlari terhenti begitu saja.

Aku mendongak ketika ada seseorang yang tiba-tiba berdiri di hadapanku. Aku ingin tahu mengenai siapa orang yang kini tengah berdiri. Dan aku seketika terkejut.

"Kenapa lo bohong sama gue?" tanyanya.

Dia adalah Ghifari. Aku membeku ditempat aku ingin mengatakan kalau aku muak dengan semuanya, namun aku sudah berjanji dengan Bang Haidar untuk menghindari dan tidak melakukan apapun atau bicara apapun yang mengundang rasa curiga Ghifari.

"Gue nggak bohong." kataku.

Aku mengedarkan pandanganku ke arah lain. Muak sekali melihatnya. Bayangan tentang dia yang sudah berbohong dan kata-katanya kepada Ibunya membuat darahku seketika mendidih.

"Lo ngehindari gue?" tanya Ghifari.

"Enggak. Awas, gue mau lari lagi." kataku.

Aku pun bersiap untuk berlari namun Ghifari menghadangku agar aku tidak bisa berlari.

"Jelasin, Ra. Kenapa lo berubah dan hindarin gue?" tanya Ghifari.

Lo yang berubah sialannnnn! -seruku dalam hati.

"Apaan sih, Ghif. Gue cuma mau olah raga. Lagian lo sama gue kan cuma pura-pura. Gue mau lo wajar-wajar aja sama gue. Gue cuma calon istri palsu kan?" tanyaku.

Aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan amarahku kali ini. Biarlah. Aku pun langsung berlari saat dia membeku di tempatnya.

"Ra, tunggu!" seru Ghifari yang tiba-tiba mencekal tanganku.

"Apa lagi? Gue lagi dapet ya, Ghif. Emosi gue lagi meledak-meledak." kataku.

"Jangan berubah, gue mohon." kata Ghifari.

"Gue itu manusia, Ghif. Makhluk dinamis. Gak bisa gak berubah kalau keadaan mulai berubah." kataku.

"Ra!" panggil Ghifari.

"Hati gue lagi nggak enak Ghif. Gue mohon kali ini biarin gue sendiri." kataku.

Aku sangat lelah. Aku tidak bisa membiarkan tangisanku pecah di hadapan laki-laki jahat seperti Ghifari Aku benar-benar tidka boleh untuk melakukannya.

"Oke, tapi kasih gue alesan." kata Ghifari.

"Gue nggak punya alasan, Ghif." kataku sambil menggeleng.

"Kalau gitu bilang sama gue, gue harus menunggu berapa lama?" kata Ghifari.

"Nggak tau." jawabku.

"Gue nggak mau pergi sebelum dapat kepastian." kata Ghifari.

Aku mengusap kepalaku gusar, Ghifari tipikal orang yang kerasa kepala. Dirinya selalu seperti itu dan tidak akan mau melepaskanku bila dia menginginkan sesuatu.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang