PS. 2 33 - Kerinduan

44 4 0
                                    

Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Air kataku menetes begitu saja tanpa bisa dibendung. Aku bersyukur sangat bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang aku lihat hari ini.

"Ya Allah ... Terima kasih." Gumamku.

Lututku lemas. Bibirku tak kuasa menahan senyum Dan air mata tak bisa aku hentikan.

Bude Ulfa kaget bukan kepalang. Aku bisa merasakan keterkejutannya dari bagaimana beliau melebarkan matanya.

"K-kau?" Gumamnya.

Aku tak bergerak. Begitu juga dengan Bude Ulfa. Aku terus meniti wajah ibuku. Aku mengamati dari atas sampai bawah untuk memastikan kalau aku tidak gila. Kalau masih waras untuk sekadar tau kalau ini semua bukan hanya mimpi.

"Iya, ini adikmu." Kata Ibuku.

Air mataku terus menderas, "Mama ..." Panggilku.

Ibuku melepaskan tangan Bude Ulfa dengan sekuat tenaga hingga Bude Ulfa terdorong ke belakang.

"Mama ..." Panggilku lagi. Tubuhku tak bisa digerakkan. Aku sungguh lemas karena terlalu bahagia.

Rapalan doa yang kupanjatkan setiap aku selesai salat ternyata didengar langit. Allah SWT mengabulkan doaku.

Ibuku menoleh padaku.

"Anakku ..." Ibuku menatapku sambil tersenyum.

Kakiku seakan tak kuasa untuk menopang berat tubuhku. Hingga akhirnya, aku pun jatuh begitu saja di lantai. Aku langsung memeluk kaki ibuku.

Kuciumi kaki ibuku dan ku peluk kaki beliau dengan erat.

"Terima kasih, Mama ... Terima kasih ..." Kataku sambil menangis.

"Bangun, Nak ..." Kata ibuku lembut. Beliau membantuku untuk berdiri.

Lalu kami pun berpelukan sambil berdiri. Beliau memelukku dengan erat. Aku sangat bahagia. Melihat bagaimana ibuku bisa kembali sehat adalah sebuah impian yang selalu aku dambakan. Aku ingin menangis, aku sangat bahagia.

Rasanya, aku tidak perlu apa-apa lagi. Aku hanya perlu ada ibuku di sampingku. Itu adalah hal yang sangat membuatku merasa sangat cukup.

"CEPAT MASUKKAN MEREKA KE PENJARA!" seru Bude Ulfa.

Mendengar suara yang begitu menggelegar itu, aku pun langsung memeluk ibuku dengan sangat erat, "Mama ..." Katanya.

"Jangan takut, Nak. Ada Allah yang akan menemani kita." Kata ibuku.

***

Dan ... Di sinilah kami, aku dan ibuku dikurung di sebuah ruangan yang mirip sekali dengan gudang. Kali ini aku tidak takut dan tidak memiliki keinginan untuk bebas.

Bagiku, melihat ibuku bisa kembali seperti normal sudah sangat cukup untukku.

Akupun merebahkan kepalaku di atas paha ibuku. Tangan kanan dan kiri kami terikat jadi satu.

"Mama, aku senang sekali melihat mama sembuh seperti ini." Kataku  sambil mencium paha ibuku.

Ibuku mengusap rambutku dengan tangannya yang terikat, "Maafkan mama ya, Nak. Maafkan mama karena mama, kamu harus merasakan penderitaan seperti ini." Kata ibuku.

Aku langsung menggelengkan kepalaku dan menatap mama dari pahanya. Beliau duduk dengan sangat anggun. Aku masih belum percaya kalau beliau adalah ibuku. Itulah sebabnya aku tidak mau tertidur. Aku ingin menatap ibuku lama-lama. Jadi kalau ini semua adalah mimpi, aku memiliki mimpi panjang yang indah.

"Nggak apa-apa, Mama. Ini semua bukan salah Mama." Kataku.

Ibuku mengusap rambutku lagi. Aku memandangi wajah ibuku yang terlihat masih begitu cantik di usianya yang tidak lagi muda.

"Andai saja masa lalu mama tidak buruk. Kamu tentu tidak akan seperti ini." Kata Ibuku.

Aku menggelengkan kepalanya. "Enggak, Ma ... Aku nggak mau lagi denger mama ngomong kayak gitu. Aku udah bahagia liat mama bisa sembuh. Itu udah cukup buat aku." Kata ku.

Aku terdiam. Ibuku memandangi wajahku dan mencium keningku. Aku pun tersenyum. Aku tidak akan mau memejamkan mata saya beliau mencium keningku karena aku terlalu takut kalau beliau akan menghilang.

"Ma ... Aku nggak mimpi kan?" Tanyaku kepada ibuku.

"Apa mama harus mencubit kamu dulu biar kamu tahu kalau ini nyata, Nak?" Tanya Ibuku.

Aku nyengir lebar, "Mama ... Coba panggil aku lagi ..." Kataku.

"Anakku ..." Kata ibuku sambil terlalu.

Lalu, yang terjadi selanjutnya adalah kita tertawa bersama-sama. Aku merasa sangat bahagia saat ini. Aku bahkan sempat ingin mengucapkan terima kasih kepada Bude Ulfa yang telah menyekap kami di sini. Kalau bukan karena kami diculik, ibuku tentu belum sembuh.

Ya ampun, pikiran macam apa ini? Aku tentulah tidak perlu berterima kasih karena orang yang menyebabkan ibuku sakit adalah Bude Ulfa.

***

Aku membuka mata, perutku terasa keroncongan. Aku menatap ibuku yang terlihat memejamkan mata. Aku masih berada di pangkuan beliau. Lalu aku pun mulai beranjak dari pangkuan beliau.

Aku yakin kalau kepalaku cukup membuat beliau pegal. Melihat ibuku yang tengah duduk, aku jadi takut kalau ibuku belum sembuh. Aku masih takut kalau apa yang terjadi sebelum aku tidur hanyalah sebuah khayalan saja.

Tak lama kemudian, ibuku terbangun. Aku pun tersenyum pada ibuku.

"Maaf karena aku membuat mama pegal." Kataku.

Aku sengaja ingin memancing percakapan karena aku takut kalau semuanya hanya mimpi sesaat. Aku ingin memastikan kalau aku benar-benar berada di dunia nyata.

"Iya, tidak apa-apa." Jawab ibuku.

Aku bersyukur dalam hati. Ternyata ini semua memang nyata adanya. Ibuku memang benar-benar sudah sembuh.

Aku ingin sekali memeluk ibuku namun tanganku terikat tidak bisa memeluk ibuku.

Tiba-tiba, perut ibu aku dan ibuku berbunyi. Aku pun langsung tersadar kalau kami memang belum makan sejak kemarin. Andai kita berada di rumah aku rela mati-matian mencari uang agar aku bisa membelikan makanan yang enak-enak untuk ibuku.

"Kita harus keluar dari sini mama..." Kataku.

"Mama akan mencoba mengeluarkannya dari sini." Kata Mama.

Mama pun mencoba bangkit dan mencoba mencari cara untuk membebaskan tangan beliau. Aku pun tak mau kalah. Ibuku saja mau berjuang demi aku jadi tidak ada alasan bagiku untuk tidak berjuang demi beliau.

"Mama ... lihat ada pecahan kaca." Kataku.

Mataku memang menangkap sebuah pecahan kaca yang ada di dekat lemari yang usang.

"Biar mama saja." Kata ibuku.

Aku tentu tidak mau membiarkan beliau terluka jadi akupun langsung memutuskan untuk berjalan duluan. "Nggak usah, Ma. Biar aku aja. Sebelumnya aku pernah ngelepasin tali juga jadi mama nggak usah khawatir ya?" kataku berbohong.

Sejak kapan aku pandai melepaskan tali?

Akupun berjalan dan aku mulai memposisikan diriku akan bisa membebaskan diri. Namun sialnya aku mendengar suara orang mendekat.

"Mama ... ada orang yang datang." Kataku berbisik.

Aku tidak mau ambil resiko kalau kaca itu akan dibawa pergi. Aku dan Ibukupun langsung berpura-pura duduk dan menjulurkan tangan kami ke depan.

Aku tidak tahu siapa orang yang datang namun aku harap orang itu adalah orang yang akan membebaskan aku dan ibuku dari sini. Semoga saja.

Knop pintu pun diputar dan seseorang itu pun muncul di sana.

DEG!

Kenapa harus dia yang datang?

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang