PS.2 37 - Remasan Kertas

80 7 6
                                    

Waktu terus berlalu.

Di sinilah aku, tiga bulan dari penangkapan. Di balik jeruji besi, namun setidaknya aku tahu kalau kini tidak ada lagi yang akan mencelakakan ibuku. Itu adalah hal yang paling aku harapkan dari ini semua.

Aku sangat ikhlas menjalani hukuman ini, aku tahu aku salah dan sebut saja ini sebagai pembalasan dosa atas apa yang aku lakukan. Di balik jeruji ini, ada 6 tahanan lain selain aku. Mereka kini sedang tertidur.

Aku menengadahkan tanganku sambil menunduk, aku memohon maaf kepada Allah SWT atas apa yang aku lakukan. Akupun berpasrah atas apa yang terjadi kepadaku selanjutnya.

Di antara dengkuran para tahanan ini, aku menitikkan air mata, memohon ampun dan juga meminta agar ibuku diberikan kebahagiaan. Aku sudah sangat ikhlas kalau memang selanjutnya aku akan tetap berada di sini seumur hidup.

Aku tak meminta dibebaskan. Aku juga sebenarnya tak tega kepada ibuku yang tentunya di luaran sana dicap sebagai ibu dari seorang pembunuh, aku juga tidak kuasa melihat ibuku. Aku pun sudah bertekad tidak akan menemui siapapun keluargaku yang datang ke sini, kecuali Bang Haidar.

Aku butuh informasi mengenai keadaan ibuku, hanya itu. Itulah mengapa aku masih mempersilakan abangku itu untuk datang.

Selama ini ibuku sangat menderita, aku ingin beliau merasakan kebahagiaan selayaknya manusia normal pada umumnya. Lama-lama aku terisak di tempat.

"BRISIK!" seru seseorang tiba-tiba.

Aku langsung menoleh. Aku mendapati teman sekamarku yang merupakan ibu-ibu sebaya dengan ibuku yang merupakan ketua di sel ini menatapku dengan penuh kebencian.

"Maaf," ucapku, aku memang salah karena sudah menimbulkan suara hingga beliau terbangun.

Ibu Farah menghampiriku jantungku berdegup dengan sangat kencang. Aku mulai menerka-nerka mengenai apa yang akan terjadi kepadaku.

Lalu, beliau langsung mencekik leherku, aku mulai kesulitan bernapas dan juga mencoba memukul-mukul tangannya agar melepaskan tangannya yang begitu menyakitiku.

"Tol-ongg ..." Lirihku. Aku tak sanggup lagi dan tenagaku kian melemah.

Ibu Farah langsung melepaskan tangannya dengan kasar hingga aku terjungkal ke belakang. Aku memegangi leherku yang sudah pasti memerah sambil terbatuk-batuk, air mataku juga sudah mulai mengalir.

"Harusnya lu gua bunuh, tau gak?!" Bentak Ibu Farah.

Aku hanya terdiam.

Ini bukan kali pertama beliau melakukan ini kepadaku. Diantara yang lain, beliaulah yang paling membenciku. Aku bisa melihat bagaimana kebencian itu terpancar di wajahnya.

Ibu Farah kembali, dia melemparkan sebuah gumpalan kertas kepadaku. Lalu beliau kembali ke tempat tidurnya, duduk termenung. Aku tak berani bertanya. Aku hanya bisa mengambil gumpalan kertas itu dan langsung membacanya.

Di dalamnya ada sebuah surat.

Kamu pasti bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi. Aku sudah menduga. Dasar, Anak Nakal!

Aku melirik Ibu Farah sebentar, namun beliau terlihat mengalihkan pandangannya ke arah lain seakan tidak mau melihat aku.

Aku memilih untuk melanjutkan membaca isi surat itu. Ini surat dari siapa?

Bertahun-tahun aku memendam kebencian pada ibumu yang sok baik itu. Bahkan, sejak dia kecil. Ketika ibumu lahir hidupku mulai hancur. Kasih sayang kedua orang tuaku semuanya hanya tercurah kepada ibumu hingga aku merasa tersingkir.

Aku memendam perasaan benci itu hingga sekolah, aku terus berpura-pura baik agar kedua orang tuaku kembali menyayangiku, dan aku berhasil melakukannya. Ibumu kalah kali itu. Ibumu menjadi pembangkang hingga kedua orang tuaku memasukkannya ke pesantren.

Kau tau? Orang yang paling bahagia pada saat itu tentulah aku. Melihat ibumu menderita adalah sumber kebahagiaanku. Hahaha tapi, ternyata alih-alih menderita, ibumu justru menemukan kebahagiaannya di pesantren itu. Dia bertemu dengan ayahmu. Laki-laki yang sangat menyayangi ibumu. Bukan hanya itu, ibumu bahkan menjadi santri kesayangan semua orang di pesantren itu meski dia anak yang nakal.

Aku melihat sendiri bagaimana dia pesantren. Aku bahkan harus membuat drama agar semua orang membenci ibumu. Aku menyabotase ini dan itu hingga akhirnya ibumu digunjingkan oleh semua orang. Ah, tapi tidak semua orang. Ada teman-temannya yang selalu ada untuknya, ada ayahmu, juga keluarga ayahmu.

Aku tentu tidak menyukainya. Sebab, aku diam-diam menyukai ayahmu dan tidak rela kalau ayahmu mencintai ibumu.

Saat itu, ketika ayahmu hendak melanjutkan studi ke luar negeri, aku yang begitu mencintainya selalu mengiriminya pesan. Ah, mengingat hal itu membuat aku benar-benar merasa bodoh. Mengingat bagaimana ayahmu yang selalu mengabaikanku membuat aku selalu ingin menyiksa ibumu.

Namun, ubumu itu, sulit sekali untuk aku hancurkan. Di dalam tubuhnya seperti ada perisai tak kasat mata yang selalu melindunginya. Aku bahkan sering berniat untuk membunuhnya namun dia tak kunjung mati!

Setelah ibumu menikah, aku dikenalkan dengan laki-laki bajingan. Namun, untungnya dia mau aku peralat untuk menghancurkan orang tuamu hingga peristiwa besar itu terjadi.

Suamiku membenci ayahmu, itulah yang membuatnya mau membantuku menghancurkan hubungan ayahmu dengan ibumu. Kami berdua bahkan harus menghancurkan satu demi satu teman-teman ibumu beserta para suaminya.

Saat ibumu hamil kamu, aku menghasut ayahmu dan membuat rumor kalau kau adalah anak dari Aaron. Kau tentu tau siapa Aaron bukan? Kulihat Arum ada di rumahmu, dia tentu menjelaskan siapa dia. Lalu, karena ayahmu memang sejak awal sangat takut kalau ibumu berpaling pada Aaron pun mempercayaiku dan pernikahan kedua orang tuamu saat itu menjadi kacau sekali. Hahaha aku sangat puas untuk itu. Andai kau sudah lahir dan sebesar ini, maka aku akan menujukkannya kepadamu.

Lalu ntah bagaimana caranya, kebahagiaanku kembali terhenti. Aaron yang bodoh itu menemukan bukti yang bisa menyatukan pernikahan kedua orang tuamu yang sudah di ambang perceraian. Aku tentu tidak mau hal itu terjadi hingga akhirnya terjadilah peristiwa itu, aku dan suamiku membunuhnya. Membunuh Aaron.

Saat peristiwa tersebut terjadi, aku mengira kalau tidak ada yg mengetahuinya, namun ternyata aku salah, saat itu ibumu ada di sana menyaksikan itu semua. Sehingga, aku pun langsung menangkapnya.

Namun, ibumu berhasil dibebaskan oleh Minan dan Linda. Minan membodohiku dan ibumu bersama dengan Linda pergi ntah ke mana.

Saat itu, Farha ada di sisiku. Dia juga ikut melancarkan semua kejahatanku. Dia cemburu kepada ibumu karena Aaron, suaminya, lebih perhatian kepada ibumu dan tentunya kuhasut sama yang aku lakukan pada Faiz, ayahmu.

Minan, suami Linda, membuatku kesulitan mencari keberadaan Linda dan ibumu. Hingga akhirnya nyawanya yang murah itu, aku akhiri. Hahaha ntah bagaimana perasaan ibumu kalau tahu semua suami teman-temannya aku habisi.

Bukan hanya Minan, tapi ada juga Rizki, suami Arum yang bernasib sama mengenakannya. Sayang, ketika aku juga ingin membunuh Arum, dia menghilang ntah ke mana.

Aku merekayasa semua pembantaian itu dengan menjadikan ibumu sebagai tersangka dan selama bertahun-tahun ibumu masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang oleh polisi. Namun, sial, sejauh mana aku pergi, aku tidak juga menemukan ibumu. Bertahun-tahun aku mencari, namun ibumu tak juga ditemukan.

Farha akhirnya menikah dengan Faiz. Karena rasa bersalah Faiz dan keluarga ibumu karena percaya kalau suami Farha dibunuh oleh ibumu, dan saat itu Farha sudah memiliki anak kecil yang perlu dibiayai hidupnya. Namun, selama itu, ayahmu hanya memberi uang saja tak pernah menyentuh Farha. Kamar pun terpisah.

Saat itu aku marah, aku pun akhirnya membunuh suamiku yang semakin tidak aku sukai dan selalu memintaku untuk bertaubat dan mengakui kesalahanku, sebab si bodoh itu katanya terus dihantui oleh orang-orang yang sudah di bunuhnya. Karena merepotkan akhirnya aku membunuhnya hahahaha dasar bodoh. Dia adalah laki-laki paling bodoh yang pernah ada di dunia ini.

Aku meremas ujung surat itu. Dalam surat itu, Bude Ulfa terlihat sama sekali tidak merasa bersalah.

Aku ingin menyudahi membaca surat itu namun, aku ingin tahu apa yang terjadi.

Dan Ghifari ...

Deg! Apa yang terjadi pada Ghifari?

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang