PS2.3 - Bibi Linda

6.2K 427 42
                                    

Aku menyusuri jalan ke arah rumahku. Rumah yang berada di jauh dari perumahan padat warga. Di daerah rumahku masih jarang rumah-rumah warga. Itu yang membuatku selalu cemas memikirkan ibuku yang selalu sendirian di rumah. Jadi sebisa mungkin aku akan cepat pulang setelah urusan-urusanku selesai. Dalam sehari aku bisa pulang ke rumah hingga 3x karena aku harus memastikan ibuku makan dengan teratur. Hari sudah menunjukkan pukul 9 dan aku harus cepat-cepat sampai di rumah. Bagaimanapun caranya. Aku tidak mungkin memesan ojek online karena selain aku harus irit, kali ini aku benar-benar tidak memegang uang selain uang sepuluh ribu yang akan ku belikan nasi beserta lauk untuk ibuku.

Aku masuk kesebuah warung nasi kecil-kecilan paling murah yang ada di sekitar sini. Setelah membungkus nasi dengan ayam beserta sayur sebagai lauk. Aku langsung pulang ke rumah. Ibuku harus makan makanan yang sehat dan bergizi. Ia tak boleh tau kalau keadaan perekonomian keluarga kami yang mulai di ambang  batas.

"Assalamu'alaikum." Kataku, masuk ke dalam rumah.

Aku buru-buru ke dapur menyiapkan makanan untuk ibuku. Lalu kembali ke kamar lantas bertemu dengan ibuku. Aku mencium tangan beliau takzim. Lalu tersenyum.

"Lihat ma, aku bawa makanan enak ma. Ayo makan ma, aku suapi. Maafin Ara ma karena pulang terlambat tadi teman Ara ada yang ulang tahun jadi dia traktir makan Ara." Kataku, berbohong ntah untuk keberapa kali.

Aku selalu mengajak ibuku berbicara setiap bertemu dan menyuapi beliau. Aku selalu percaya keajaiban akan datang hingga suatu saat aku akan menyaksikan ibuku tersenyum, memanggilku dan memelukku. Aku rindu. Rindu pelukan seorang ibu.

"Mama, mama kapan sembuh? Ara rindu." Kataku, setelah selesai menyuapi ibu. Aku mencium kening ibuku lalu membawa sisa makanan ibuku ke dapur.

Ntah kebetulan atau memang ibu mengetahui keadaanku yang sebenenarnya, beberapa hari ini sejak aku putus dengan pacarku sang pemilik kafe yang siang tadi ku datangi seperti orang gila. Keekonomianku tidak stabil. Uang yang kudapat dari hasil menjaga sebuah toko roti tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah kalau aku benar-benar tidak bisa berhemat. Apalagi permintaanku tuk memiliki waktu istirahat lebih lama, itu mempengaruhi gajiku. Jarak dari tempatku bekerja ke rumahku cukup jauh sehingga harus ku tempuh dengan kendaraan umum, tentunya hal ini memerlukan uang.

Aku memakan sisa makanan ibu dengan airmata berderai. Hidupku kini mulai melankolia. Di rumah hanya ada aku dan ibuku. Dulu kami tinggal bertiga dengan teman mama yang ku panggil Bibi Linda. Dia yang mengurus kami. Aku tidak tau persisnya kapan namun yang jelas mungkin sejak aku bayi. Ia begitu baik walau kadang galak dalam mendidikku, namun di luar itu aku tetap menyayanginya karena beliau juga sangat menyayangi kami dengan tulus. Bibi Linda tidak menikah, alasannya itu akhirnya ku dapati saat tak sengaja sedang membereskan kamar beliau, ternyata alasannya adalah beliau ingin merawat kami dengan sepenuh hati, beliau terlalu takut bila menikah tak bisa memberikan kasih sayang tulusnya kepada kami secara utuh. Hal ini ku ketahui saat masih duduk di bangku kelas 6 SD. Hal ini membuatku bertekad untuk menuruti semua permintaan beliau walau nyawa sekalipun.

Namun naas tepat ketika datang hari kelulusanku, Bibi Linda meninggal dunia karena penyakit malaria. Ketika itu duniaku benar-benar berubah. Hari itu pula pertama kalinya aku melihat ibuku meneteskan air mata walau tatapannya masih nerawang kosong seperti biasanya. Tetesan air mata beliau menunjukkan ibuku masih bisa merasakan sesuatu. Beliau hanya tak bisa mengungkapkannya.

Sehari selepas Bibi Linda pergi, aku memiliki tekat yang kuat, aku sadar tidak boleh selamanya berduka dan terpuruk, sebab aku masih miliki satu ibu yang tak kalah hebatnya dengan Bibi Linda. Setelahnya aku langsung bergegas mencari pekerjaan apapun itu agar bisa mencukupi kebutuhan keluargaku. Aku berutang banyak kepada Bibi Linda, aku harap aku bisa membalas semua kebaikannya walaupun aku tak pernah yakin akan hal itu. Sebab sejak aku kecil aku memang tak pernah tau asal-usul keluarga kami. Bibi Linda selalu enggan untuk membahas mengenai keluarga-keluarga kami. Namun satu hal yang ku tau dengan baik, Bibi Linda hanya teman baik ibuku bahkan mantan musuh ibuku. Tak ada hubungan darah antara ibuku dan Bibi Linda.

Namun seiring berjalannya waktu aku selalu bertanya siapa sebetulnya keluarga ibuku. Kemana mereka? Kemana ayahku? Kemana nenek dan kakekku? Apa aku memiliki saudara kandung? Dan lain sebagainya. Bahkan sampai pada pertanyaan, sebetulnya apa yang telah dilakukan oleh ibuku hingga alam mengutuk kami begini. Aku tak mungkin menanyakan hal ini kepada ibuku. Namun pertanyaan terakhirku itu dulu sempat ku tanyakan kepada Bibi Linda namun beliau hanya menjawab, "Percayalah ibumu orang baik, berhati bersih, jika sampai padamu hal-hal yang menjelekkan ibumu, jangan pernah percaya. Biar seisi dunia mengatakan hal serupa, jangan kau dengarkan. Aku berani bersumpah ibumu orang baik." Kata Bibi Linda.

Setelah itu aku tak pernah berkata apa-apa lagi. Mungkin ini sudah jalan kami. Dan aku harus menerimanya dengan kelapangan hati. Aku pernah berjanji kepada Bibi Linda sebelum beliau menghembuskan nafas terakhir, beliau pernah memintaku berjanji untuk mencintai ibuku lebih dari beliau mencintai ibuku dan pada saat terakhir itu akupun berjanji dan aku pasti akan memegang janjiku itu.

"Besok aku harus kembali bekerja. Aku harus cepat tidur!" Kataku, lantas mencuci piring lalu beranjak dari dapur kembali kekamar ibuku.

Sesampainya di kamar ibu aku mendapati ibuku sudah tertidur terlihat dari matanya yang terpejam dan nafasnya yang teratur. Aku memandang foto yang menggantung pada dinding kamar. Di sana ada foto aku, ibuku dan Bibi Linda. Di sana aku terlihat sangat bahagia dengan seragam putih biru. Ibuku tetap terlihat cantik seperti biasanya dan Bibi Lindapun sama. Aku meraba foto tersebut, dan butir air matakupun jatuh. Di saat-saat seperti ini aku hanya merindukan masa-masa ketika Bibi Linda masih ada. Aku rindu dimarahi Bibi Linda. Aku buru-buru mengusap air mataku. Lalu berjalan menuju ibuku.

Aku mengamati wajah ibuku, wajah kami mirip, aku mengakui itu. Namun ibuku jauh lebih cantik apalagi saat menggunakan jilbab. Ku amati wajah ibu yang selalu pucat dan semakin tua ku cermati. Aku mengusap rambut ibuku. Satu-satunya keluargaku dan satu-satunya alasanku untuk terus hidup. Suatu saat nanti aku pasti akan menemukan cara agar ibuku bisa kembali. Aku mencium kening ibuku. Hal yang selalu ku lakukan saat ku ingin tidur.

"Cepat sembuh ma. Ara rindu mama." Bisikku di telinganya. Lalu mencium kening beliau lagi hingga satu butir air mata jatuh di sana. Aku buru-buru mengusapnya. Lantas bergegas ke kamarku.

***
Hai sebelumnya aku ingin mengatakan bahwa PS2 ini ndak seagamais PS1, aku lebih mengedepankan konflik disini. Maafkeun, semoga suka. Sebab aku bener-bener lagi.. ya begitu deh hahahaha semoga suka yaa. 

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang