PS.2 22 - Pertanyaan yang Mencurigakan

103 24 0
                                    

Aku memandangi rumah Ghifari sekilas, lalu menghembuskan nafas dulu sebentar. Aku harus bersikap biasa saja, mungkin saja Ghifari hanya tidak sengaja menyimpan potongan surat itu meski aku tahu sepertinya tidak mungkin ada yang ketidaksengajaan yang seperti itu.

"Ayo!" kata Ghifari.

Aku mengangguk. Ghifari terkekeh. Manis sekali.

Kamipun masuk ke dalam rumah dan seperti biasanya kami mengucap salam dan semua orang yang ada di dalam rumah membalas salam kami.

"Assalamualaikum." salam kami berdua.

"Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakaatuh." jawab seseorang yang ada di dalam rumah.

Aku kini bisa melihat ada Budenya Ghifari dan ibunya Ghifari saja di ruang tengah. Aku mengedarkan pandanganku ke segala arah namun tidak ada melihat orang lain selain mereka di sana.

Mereka berdiri. Aku dan Ghifari pun menghampiri mereka. Setelah bercipika-cipiki dengan Ibu dan Budenya Ghifari aku pun dipersilakan duduk.

"Aku tinggal dulu ya?" kata Ghifari.

Aku hanya bisa mengangguk saja padahal aku lebih nyaman bersama Ghifari. Di hadapan kedua wanita paruh baya ini membuat aku merasa pembohong. Aku tentu tidak lupa akan statusku yang merupakan calon istri bohongannya Ghifari.

"Apa kabar Tante dan Bude?" tanyaku mencoba basa-basi.

"Kami baik, Nak." kata Ibunya Ghifari.

Aku tersenyum karena bingung harus mengatakan apa lagi kepada Ibunya Ghifari dan Budenya.

Ibunya Ghifari melirik Bude. Aku merasakan kalau ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan kepadaku. Namun, aku tidak mau membuka pembicaraan lagi.

Bude Ghifari menoleh ke kanan dan ke kiri seperti memastikan sesuatu, aku hanya bisa bingung dalam hati. Ntahlah, dimataku Bude seperti ingin memastikan kalau tidak ada orang lain di sekitar kami selain kami.

"Apa ibumu masih hidup?" tanya Bude tersebut.

Aku sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Budenya Ghifari tersebut. Aku benar-benar tidak mengerti mengapa Bude menanyakan sesuatu yang menurutku tidak sopan seperti itu.

Pada saat pertemuan keluarga waktu itu, kami tidak banyak mengobrol karena sibuk menyiapkan ini dan itu.

"Mbak,.." panggil Ibu Ghifari seperti ingin memperingatkan agar Bude bisa lebih sopan.

Aku tersenyum menyembunyikan rasa bingung sekaligus terkejutku.

"Masih, Bude. Masih hidup dan sangat sehat." kataku.

Ntahlah rasanya aku seperti ingin mengatakannya. Aku ingin menjelaskan kalau ibuku benar-benar dalam keadaan sehat.

Bude merasa terkejut begitu juga dengan Ibu Ghifari. Ntahlah. Bukankah mengetahui kalau ibu dari seseorang masih hidup adalah sesuatu yang normal.

"Memang ada apa, Bude?" tanyaku.

"Ah, tidak apa-apa, Nak." kata Ibunya Ghifari seperti ingin menyudahi obrolan tentang ibuku.

Namun, Bude justru sebaliknya. Beliau langsung menanyakan hal lagi kepada diriku.

"Apa kau memiliki ayah?" tanya Bude.

Aku tersenyum lagi. Pertanyaan ini benar-benar mencurigakan dan seperti ah, aku tidak boleh bersuuzon namun mendengar apa yang ditanyakan oleh Bude membuatku ingin terus bersuuzon.

"Bude lucu sekali. Semua anak di dunia ini bukankah memiliki ayah?" tanyaku sambil tekekeh mencoba mencairkan situasi.

Bude menatapku dengan tajam.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang