PS2.7 - Cari Perhatian

4.2K 352 28
                                    


Keesokan harinya aku kembali berkutat dengan kewajibanku. Pagi-pagi, aku bangun, lantas pergi ke luar rumah membeli ayam dan sayuran pada tukang sayur keliling lantas kembali lagi ke dapur untuk memasak sarapan untuk aku dan ibuku. Sebuah rutinitas yang tidak pernah membosankan karena aku bisa memberikan sesuatu kepada ibu.

"Assalamualaikum." Seseorang memberi salam dari luar sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam. Tunggu!" teriakku.

Aku membalik ayam goreng lalu mengecilkan api dan melangkah keluar membukakan pintu. Di depan pintu aku mendapati Gifari yang memasang senyum khasnya. Sebuah senyuman yang cukup..

"Sok ganteng banget lo nyengir begitu." Kataku.

"Gue emang ganteng kali. Nih." Katanya menyerahkan satu kantong plastik.

"Apa ini?" tanyaku. Sambil membuka isinya.

"Makanan, kata lo gue harus bawain makanan 3x sehari." Katanya.

"Makanan? Tuhaaan, gue lupa gue lagi masak. Ini pegang!" kataku, menyerahkan kantong plastik putih itu kepadanya lalu berlari ke dapur.

Sesampainya di dapur aku buru-buru mematikan kompor. Ayam goreng yang ku masak gosong separuh padahal api sudah kukecilkan tadi. Aku buru-buru mengangkat ayam tersebut lalu memindahkannya ke piring.

"Hahahahaha!" Seseorang tertawa di pintu dapur melihat hasil karyaku.

"Diem lo. ini gara-gara lo tau!" Katakum, tak terima ditertawakan.

"Udah nggak usah dilanjutin. Gue bawa makanan kok." Katanya.

Aku menatap bahan-bahan untuk membuat sayur sop yang sudah ku potong-potong. Aku tidak punya kulkas. Kalau tidak di masukkan dalam kulkas nanti layu. Kalau dibiarkan untuk siang sepertinya tidak memungkinkan.

"Udah ayo!" Kata Gifari, menarikku keruang makan. "Piringnya dimana? Biar gue yang ambil. Lo panggil nyokap lo aja." Katanya. Pagi ini aku tak mau berdebat dengannya. Jadi, aku lebih memilih menuruti apa katanya. Akupun ke kamar menemui ibuku. Lalu membawa ibuku ke ruang makan. Dan benar saja, Gifari benar-benar bisa menyiapkan segalanya.

Mataku terarah pda satu piring yang berisi ayam goreng yang gosong tadi. dia menggaruuk tengkuknya yang ku yakin tak gatal sama sekali. Aku melotot ke arahnya. Dia pasti sedang mengejekku lagi. Kalau posisinya tidak ada ibu, sudah ku caci maki dia. Enak saja begitu, ayam itu gosong kan karena dia datang. Coba saja tadi aku tidak membukakan pintu, pasti ayam itu selamat.

Aku menyuapi ibuku. Dan disana Gifari sedang mengambil ayam gorengku yang gosong tadi, lalu menggigitnya, aku pura-pura tidak melihat.

"Wih, enak Ra, ayam gorengnya." Katanya. ntah berbohong atau tidak dia memakannya dengan lahap. "Sayang gosong." Lanjutnya yang membuat aku menendang kakinya dari bawah.

"Ayam goreng itu gosong gara-gara lo. Jadi lo harus tanggung jawab abisin." Kataku sambil tersenyum jahat.

"Jangan liatin dia, Ma. Dia emang begitu. Nyebelin." Kataku pada ibuku.

"Saya nggak nyebelin kan ya tante? Aranya aja yang galak. Iyakan tante?" tanyanya pada ibuku. Ibuku tersenyum. Aku bersyukur ibuku terlihat lebih baik belakangan ini.

Setelah sarapan, aku membereskan peralatan makan yang ada di atas meja. Gifari ikut membantuku. Kenapa dia terus menerus seperti ini? Bagaimana kalau aku tidak bisa menahan rona pipi? Bisa hilang pamorku di hadapannya.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang