PS.2 46 - Tamat

111 7 0
                                    

Aku terkejut bukan main melihat siapa orang yang hampir saja aku gandeng. Dia bukan Bang Haidar, dia adalah ... Ghifari. Laki-laki yang kehadirannya kucoba abaikan di kepala.

Pria itu tersenyum padaku.

"Assalamualaikum, Ara." Salamnya.

"Waalaikumsalam. K-kok kamu, eh ... Ada di sini?" Tanyaku gelagapan.

Aku sendiri bingung, sepuluh tahun lalu kami masih bergue-lo. Sekarang tentu rasanya canggung sekali mengingat usia kita yang tidak lagi muda.

Ghifari tersenyum kepadaku dan bangkit dari tempat duduknya, "Kita ngobrol di luar ya?"

Aku menganggukkan kepalaku, aku tak berani menatapnya. Ghifari menyilakanku untuk jalan lebih dulu, aku gugup setengah mati, aku mencoba membuka ponselku dan melihat sebuah pesan masuk.

Jangan sedih lagi ya, Adikku.

Pesan itu dari Bang Haidar. Aku tak bisa membalasnya meski aku sangat ingin tahu kenapa dia melakukan ini padaku.

Setelah berada di luar bioskop, Ghifari berjalan di sampingku.

"Apa kabar?" Tanya Ghifari.

Aku menggigit bibirku sebentar mencoba menenangkan diri karena banyak sekali gemuruh yang ada di dada.

"Alhamdulillah baik, m ... kamu sendiri?"

"Aku jauh lebih baik hari ini."

"Aku dengar Tante Farha ..." Aku tak sanggup melanjutkan.

"Iya. Mama udah nggak ada."

Aku melirik wajah Ghifari dan mulai merasa tidak enak hati karena aku bertanya tidak tahu tempat. Ghifari tersenyum namun matanya jelas menunjukkan kalau dia masih merasa sangat kehilangan.

"Aku turut berduka. Maaf udah bikin sedih."

"Nggakpapa. Mau makan? Kayaknya banyak yang harus kita obrolin."

"Tapi, Bang Haidar?"

"Dia udah pulang."

"Dari mana kamu tau?"

"Aku yang teror dia tadi, minta dia kasih tau keberadaan kamu. Dia kayaknya emang sengaja ngerjain aku, bikin rencanaku berantakan buat jemput kamu. Padahal aku selesai siapin semuanya."

"Siapin apa?"

Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Laki-laki di sampingku tersenyum lembut ke arahku, aku buru-buru membuang pandangan ke arah lain.

"Aku bahagia liat kamu lagi. Kamu cantik pakai jilbab gini." Katanya sambil tersenyum.

Aku sontak menggigit bibirku sendiri menahan senyuman yang akan kulepasksn, tapi aku seketika sadar sesuatu, Ghifari akan melamar perempuan lain.

"Terima kasih, tapi jangan memujiku lagi. Aku takut perasaan calon istrimu terluka." Kataku.

Ghifari menghentikan langkah dan menatapku. Aku melihat ke arahnya sebentar dan membuang pandangan ke arah lain.

"Calon istriku?"

"Iya, anak Bu Lurah."

"Anak Bu Lurah?" Ghifari menahan senyuman. Aku jadi bingung.

"Kamu lagi ngetawain aku ya, mm..." Aku ragu mulai menyebut namanya.

"Bang Haidar yang bilang aku mau nikah sama Anak Bu Lurah?" Tanya Ghifari.

"Iya, Bang Haidar bilang begitu, m..." sulit sekali untuk aku bisa menyebutnya. Aku bingung harus memanggilnya dengan embel-embel 'Mas, Kakak, Abang, atau nama'.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang