PS2.11 - Awal

7.1K 550 224
                                    

Hari terus berlalu. Aku dan Gifari masih membohongi keluarga Gifari terkait calon istri palsu. Sejak kejadian di mobil waktu itu, Gifari gak pernah mengajakku ke rumahnya seperti biasanya. Mungkin dia berencana menghentikan kebohongan ini. Siapa tau.

"Temenin gue meeting sebentar ya." Pinta Gifari.

"Ogah ah. Gue mau pulang aja."

"Yaudah gue ngambek aja sama lo."

"Ya bodo amat. Gue nggak peduli."

"Oh lo gitu? Yaudah gue gak mau anterin lo pulang. Gue turunin aja di jalan tol. Biar lo jalan kaki ke rumah."

"Yaudah gue lompat aja sekarang."

"Yaudah sana silakan."

"Ih, lo ngeselin banget si."

"Jadi mau lompat gak?"

"Gakpunya hati."

"Lonya aja yang gak pernah mau liat hati gue."

"Jijiiikk."

"Oh yaudah gue turunin."

"Eh iya-iya, gak jadi-gak jadi."

"Hahahaha."

"Dasar gak berperikemanusiaan."

"Gue berperikeperian."

"Bodooo..."

"Hahahaha."

"Ini meeting gue pake baju begini?"

"Udah gitu aja gakpapa."

"Gue lepas kerudung ya?"

"Gak, lo lepas gue turunin."

"Iya-iya nggak."

"Anak baik."

Kamipun menuju suatu kafe mewah. Ini baru pertama kali aku diajak meeting. Aku kira meeting itu adanya di kantor. Ternyata bisa di luar juga, tho. Kami mulai memasuki area parkir. Setelah parkir, kita pun keluar mobil.

Aku membelalak. Ini adalah kafe milik Tama. Pratama. Mantan pacarku. Tempat aku berteriak-teriak meminta penjelasan kepadanya yang berujung diusir satpam. Kini Gifari sudah berada di depanku. Aku buru-buru mencekalnya.

"Gif?"

"Kenapa?"

"Gue di mobil aja ya, please." Kataku dengan raut wajah dibuat semeyedihkan mungkin.

"Nggak, lo harus ikut!" Katanya. Kini giliran dia yang menarikku.

"Gif, Gifari. Gue mohon, Gifari. Gue gak mau ketemu pemilik kafe ini.. " Kataku mulai merengek.

Mendengar ucapanku. Dia berbalik. Memandangku. Aku menghembuskan nafas, akhirnya dia mau mendengarkan ku juga.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Dia-dia..." Belum sempat aku menceritakan semuanya pada Gifari tiba-tiba seseorang menepuk bahu Gifari.

Aku menahan nafas. Gifari melepaskan cekalan di tanganku. Aku tak siap bertemu dengan situasi ini. Tapi aku harus tenang. Aku yakin aku pasti bisa menyelesaikan semuanya. Namun, aku takut hal ini berpengaruh pada karir Gifari. Aku tak tau jenis pekerjaan apa yang di geluti Gifari namun sepertinya meeting kali ini cukup penting.

Mereka berjabatan akrab. Lalu Tama melirik ke arahku. Aku mengedarkan pandanganku ke lain arah. Enggan melihat wajahnya.

"Lho? Ara? Ara kan?" Tanyanya.

Dia mulai memandangiku dari atas sampai akhir lalu menyeringai. Wajahnya penuh ejekan. Aku tau apa yang dipikirkannya.

Mengetahui posisi ini. Gifari menengahi. Aku harus berterima kasih padanya.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang