PS.2 31 - Siapakah yang Harus Ara Percaya?

44 3 0
                                    

Bi Shanti mamaksaku untuk membawa beliau untuk pulang, padahal ksehatannya belum pulih. Bi Shanti terus mendesakku karena beliau sangat mencemaskan Mama. Beliau sangat takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Kini, aku benar-benar percaya kalau beliau sangat peduli dengan ibuku.

"Ayo, Ra. Bibi benar-benar khawatir sama ibumu." kata Bi Shanti.

"Baiklah, Bi. Kita pulang sekarang." Kataku.

Akupun langsung memutuskan untuk membawa Bi Shanti untuk pulang, beruntung semua administrasi sudah diselesaikan oleh Ghifari pada saat mereka pertama kali masuk ke rumah sakit tersebut.

Sesampainya di rumahku, aku mendengar suara Bang Haidar dan Ghifari dari dalam rumah.

"Di mana nyokap gue, Brengsek!" Seru Bang Haidar.

Aku yang mendengar suara teriakan itu langsung berlari masuk ke dalam rumah dan melihat apa yang terjadi tentunya, sambil membawa Bi Shanti.

Sesampainya di dalam rumah, aku melihat sesuatu yang sangat membuatku terkejut. Di hadapanku kini ada Bang Haidar yang tengah mencengkeram kerah Ghifari yang wajahnya sudah babak belur.

"Sumpah, Bang, gue nggak tau." Kata Ghifari, "Demi Allah, gue nggak tau apa-apa." Lanjutnya.

Ghifari terlihat begitu pasrah. Jika melihat dari posisi mereka, orang yang membuat wajahnya babak belar tentulah Bang Haidar.

"Nggak mungkin, nyokap lo itu licik, jahat, nggak mungkin kalau lo nggak tau apa-apa. Ini pasti ada sangkut pautnya  sama nyokap lo!" Teriak Bang Haidar yang hendak melayangkan pukulannya ke arah Ghifari lagi.

Aku buru-buru menahan tangan Bang Haidar, "Bang aku mohon, lepasin Ghifari." kataku. Air mataku sudah menderas begitu saja. Aku benar-benar merasa takut kalau sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi, terjadi di rumahku.

Ghifari memandangku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Aku benar-benar bingung berada di situasi seperti ini. Di satu sisi hatiku memihak Ghifari dan mempercayai apa yang Ghifari katakan. Namun, di sisi lain, Bang Haidar adalah kakak kandungku jadi aku harus satu paham dengan dirinya.

Siapa yang harus aku percayai sekarang? -batinku.

"Lepasin tangan Abang, Ra!" Perintah Bang Haidar.

Aku menggelengkan kepala, "Bang, tolong lepasin Ghifari. Kemarahan gak akan buat Mama kembali." Kataku.

Akhirnya, Bang Haidar mau melepaskan Ghifari. Aku kini bersyukur karena Bang Haidar mau menuruti apa yang aku pinta. Dia menurut. Dia mulai melepaskan tangannya. Aku pun bersyukur dalam hati.

"Jangan harap lo bisa bebas dari gue." Kata Bang Haidar yang mendorong tubuh Ghifari hingga Ghifari jatuh terduduk di lantai.

Aku langsung menghamburkan diri pada Gifari yang sudah tersungkur di lantai. Aku merasa tidak tega kepada Ghifari dan aku merasa sakit melihat keadaannya yang mengenaskan.

"Ara!" seru Bang Haidar. “Untuk apa kamu peduli sama dia!” seru beliau.

Aku juga nggak tau, Bang. Tapi hatiku nggak bisa bohong. -batinku.

Aku mengabaikan Bang Haidar dan memilih untuk memeriksa keadaan Ghifari, "Lo nggak papa?" tanyaku.

Ghifari menggelengkan kepalanya, namun aku melihat matanya memerah, dia terlihat menangis, aku tidak tahu mengapa dia begitu terlihat sedih.

"S-sakit?" tanyaku terbata. Aku hampir terisak.

Ghifari menggelengkan kepalanya lagi. Dia menggigit bibirnya sebentar seperti menahan sesuatu.

Aku mencoba mengulurkan tanganku pada wajahnya, namun seketika seseorang menarikku dengan sengaja, "Jangan sentuh dia, Ra. Dia iblis." Kata Bang Haidar.

Aku menatap Ghifari yang tengah mengusap wajahnya seakan pasrah dikatakan iblis oleh Bang Haidar.

"Tapi, Bang. Bukan dia pelakunya." Kataku ntah dari mana bisa kusimpulkan itu.

"Nak Haidar, Nak Ghifari, lebih baik kalian menghentikan pertengkaran ini." kata Bi Shanti.

Ghifari beranjak, "Gue akan buktiin Bang kalau ini semua bukan ulah gue atau nyokap gue." Kata Ghifari yang berjalan pergi. “Nyokap gue orang baik!” serunya.

Aku langsung berlari mengejar Ghifari. Aku memang tidak tahu mengenai apa yang harus aku katakan kepadanya, namun hati kecilku mengatakan kalau aku harus mengikutinya.

"Ghif ..." kataku menahan tangannya.

Ghifari menoleh kepadaku masih dengan mata merahnya, "Lo udah tau semuanya kan?" tanyanya menatapku dalam.

Aku balas menatapnya. Lalu, aku menganggukkan kepalaku.

"Apa karena alasan itu lo berubah?" tanya Ghifari.

Aku terdiam. Tidak bisa menjelaskan apapun. Aku benar-benar bingung saat ini. Ghifari yang melihat aku hanya diam saja langsung menyimpulkan begitu saja. "Gue pergi." Katanya.

Aku tidak bisa mencegah Ghifari, namun aku merasa sangat sedih saat ini, ntah apa yang terjadi pada hubungan kami selanjutnya.  Aku benar-benar tidak mengerti. Aku jatuh ke lantai dan menangis.

“Ngapain kamu nangisin dia? Nggak ada gunanya, Ra. Dia cuma cowok brengsek yang bikin ibu kita celaka.” Kata Bang Haidar.

“Tapi, Bang, bagaimana pun dia itu saudara tiri kita.” Kataku.

Saat aku mengatakannya, aku merasakan perasaan sakit. Aku tidak pernah mau menganggapnya saudara, sebab hatiku menginginkan sesuatu yang lebih.

“Dia bukan saudara tiri kita, dia tidak ada hubungan darah sama sekali dengan kita. Sekarang abang mau pulang dulu. Abang akan cari mama. Abang yakin kalau Ghifarilah orang yang culik mama.” Kata Bang Haidar.

Aku terdiam.

“Bang, aku ikut.” Kataku.

Bang Haidar melirik Bi Shanti. Aku langsung mengerti. Aku tidak bisa pergi karena ada Bi Shanti yang sedang sakit di rumah. Aku juga merasa tidak tega kalau harus pergi meninggalkan Bi Shanti sendirian. Namun, aku ingin mencari Mama. Aku sangat khawatir.

“Jangan khawatirkan Bibi, Nak. Kamu pergilah bersama kakakmu, cari ibumu.” Kata Bi Shanti.

“Kamu di rumah aja, malam ini kamu istirahat. Besok Abang kabarin kamu. Abang akan manta teman abang ke sini buat jaga kalian.” Kata Bang Haidar.

Bang Haidar mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Lalu setengah jam kemudian orang yang ditelepon oleh Bang Haidar pun datang. Mereka adalah sepasang suami istri yang lebih tua dari Bang Haidar.

“Bang, malam ini tolong jaga adikku dan Bi Shanti.” Kata Bang Haidar.

“Kamu tidak perlu khawatir, saya akan memastikan kalau mereka aman.” Jawab laki-laki itu.

“Ra, Bi, mereka Rama dan Sita. Mereka akan menjaga kalian. Ini Ara dan Bi Shanti yang saya jelaskan sebelumnya.” Kata Bang Haidar memperkenalkan kami.

Aku dan Bi Shanti pun menganggukkan kepalanya. Lalu Bang Haidar pun langsung berpamitan kepada kita semua dan langsung pergi meninggalkan kita semua.

“Silakan masuk, Nak.” Kata Bi Shanti.

Aku yang kalut sampai lupa menyilakan untuk mereka berdua masuk ke dalam rumah. Lalu, kami pun langsung masuk ke dalam rumah.

Malam pun semakin menua, aku tidak bisa tidur begitu saja. Aku sangat merindukan ibuku. Aku pun mulai menitikkan air mata. Aku benar-benar cemas. Jika aku pikir-pikir lagi, sebetulnya kalau ini semua memang ada sangkut pautnya dengan masa lalu Mama. Berarti ini semua adalah kesalahanku.

Sebab, akulah yang pertama kali mengenal Ghifari. Kalau saja aku tidak mengenal Ghifari dan tidak berhubungan lebih jauh, ini semua tidak akan pernah terjadi.

Pemanis Sendu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang