Chapter 1: Dark Life

6.7K 619 9
                                    

Note: Please vote and leave comment sebagai bentuk dukungan untuk cerita ini. Nggak maksa, tapi tolong biasakan menghargai karya author dengan memberi apresiasi. Thank you sudah mampir ❤

"Ayo semuanya berbaris yang rapi! Jangan berdesakan!"

Para warga desa mengikuti arahan dari pengawal kerajaan. Mereka berbaris memanjang untuk menunggu giliran pengambilan darah. Hari ini adalah jadwal penyerahan darah untuk keluarga kerajaan. Setiap sebulan sekali, setiap warga desa harus memberikan darahnya. Sedangkan 3 tahun sekali, mereka harus menyerahkan tumbal satu orang manusia untuk dikirim ke kerajaan. Peraturan ini sudah dijalannya sejak keluarga kerajaan didiagnosa mengidap penyakit aneh yang membuat mereka harus mengkonsumsi darah manusia. Di antara para rakyat yang berbaris rapi itu, ada seorang gadis yang tengah berdiri sempoyongan seraya memegangi kepalanya yang terasa pening.

"Jihwa, kau tampak pucat. Apa kau baik-baik saja?"

Jihwa tersenyum menanggapi pertanyaan Minjeong yang sedang mengantri di belakangnya.

"Tidak apa-apa. Aku cuma kurang tidur."

"Apa sebaiknya kau pulang saja? Kau bisa sakit kalau tetap menyerahkan sekantong darah."

Jihwa menghela napas.

"Memangnya para vampir bangsawan itu akan peduli? Bahkan mereka tidak akan melirik meskipun rakyatnya mati."

Minjeong menatap sendu sahabatnya yang tampak lemas. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari prajurit kerajaan yang berlalu lalang. Setidaknya ia harus mencoba meminta izin untuk membawa Jihwa pulang. Meskipun Minjeong tak yakin prajurit kerajaan akan mengizinkannya. Namun, ketika melihat para rakyat yang dengan senang hati memberikan darahnya karena memuja keluarga kerajaan, ia mengurungkan niatnya.

"Mereka benar-benar memperlakukan bangsawan itu seperti Tuhan." Ujar Minjeong. "Kalau begini, rasanya akan sulit meminta izin."

"Para bangsawan itu bukan Tuhan." Imbuh Jihwa. "Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya sengsara. Sedangkan bangsawan itu hanya mengeksploitasi rakyatnya. Jelas-jelas yang mereka sembah itu orang berpenyakit."

Minjeong segera menutup mulut Jihwa.

"Ssst ....! Lidahmu bisa dipotong kalau sembarangan bicara."

Jihwa melepaskan tangan Minjeong dari mulutnya.

"Maafkan aku. Tapi itu memang benar."

"Jangan mengundang keributan. Lagipula, apa kau yakin akan baik-baik saja?"

Jihwa mengangguk pelan. Ia sebenarnya tidak yakin. Tapi, memangnya dengan pulang ke rumah akan menjamin jiwanya tetap selamat? Para pengawal itu akan memeriksa data rakyat yang menyerahkan darah. Jika namanya tidak terdaftar di situ, ia akan ditangkap untuk dihukum.

"Benar katamu. Mereka hanyalah orang yang mengidap penyakit."

Jihwa dan Minjeong terjingkat ketika mendengar suara lelaki menimpali pembicaraan mereka. Mereka menoleh ke belakang, tepat ke arah sumber suara. Ada seorang pemuda bersurai pirang yang mengenakan pakaian bangsawan dan terdapat lambang kerajaan di dada kirinya. Tidak salah lagi kalau pemuda itu adalah salah satu pangeran dari kerajaan. Tubuh Jihwa dan Minjeong mendadak kaku. Ini akan menjadi akhir hayat mereka jika pemuda itu tersinggung dengan perkataan Jihwa.

"Kau sedang sakit kan?" Tanya pemuda itu kepada Jihwa.

Jihwa hanya mengangguk. Selama berhadapan dengan bangsawan itu, Jihwa terus menundukkan kepala. Aura dari seorang vampir sangat mendominasi sehingga membuatnya takut. Ia merasa malu dengan dirinya sendiri. Di belakang mereka, Jihwa terus berkoar-koar ingin menggulingkan pemerintahan. Sedangkan ketika dihadapkan secara langsung dengan keluarga kerajaan, nyalinya langsung menciut.

"Hei, pengawal yang di sana!"

Jihwa semakin berdebar ketika pemuda itu memanggil salah satu pengawalnya. Apa dia akan dipenggal setelah ini?

"Anda memanggil saya, tuan muda?"

Pemuda itu menunjuk Jihwa dengan memajukan dagunya.

"Cepat ambil darahnya sebanyak seperempat kantong."

"Seperempat? Tapi baginda raja memerintahkan untuk mengambil satu kantong penuh."

"Kau membantahku?"

Si pengawal pun menundukkan kepalanya setelah ditatap dengan penuh intimidasi oleh sang pangeran.

"Baik, saya laksanakan."

Si pengawal segera mengambil alat untuk mengambil darah Jihwa. Sambil menunggu, Jihwa mengamati pemuda yang memberikan keringanan padanya itu.

"Kenapa anda menolong orang yang mencemooh keluarga anda?" Tanya Jihwa.

Minjeong menyikut lengan Jihwa. Mengisyaratkan gadis itu untuk diam dan menurut saja kepada pangeran itu.

"Aku tidak menolongmu. Aku hanya menjaga populasi penghasil darah agar tidak berkurang."

Begitulah jawaban dari sang pangeran. Setelahnya, ia pergi begitu saja untuk mengawasi semua kegiatan pengambilan darah. Jihwa tersenyum kecut. Sudah ia duga kalau di mata bangsawan itu, rakyat tidak lebih baik dari ternak.

"Aku tidak pernah melihat tuan muda Jay seperti ini." Ujar si pengawal yang datang untuk mengambil darah Jihwa.

Belum sempat Jihwa bertanya, ia meringis kesakitan ketika jarum suntik menusuk nadinya. Si pengawal benar-benar tidak peduli apakah Jihwa sudah siap atau tidak.

"Apa karena kau cantik? Makanya dia menolongmu." Pengawal itu tersenyum kecut. "Meskipun monster, rupanya dia tetaplah anak muda yang bisa kelebihan hormon."

"Sepertinya dia hanya tidak mau kehilangan satu ternaknya." Bantah Jihwa.

Minjeong menengahi kegiatan pengambilan darah Jihwa, lalu merangkul bahu gadis itu dengan khawatir.

"Lain kali, jangan berurusan dengannya lagi. Pangeran kedua sangat berbahaya."

Jihwa hanya tersenyum tipis. Minjeong memanyunkan bibirnya kesal karena respon Jihwa yang ambigu.

"Kau ini. Jangan hanya tersenyum! Aku sudah berjanji pada mendiang ayahmu untuk menjagamu."

"Tenang saja. Aku sendiri tidak sudi berurusan dengan orang penyakitan yang menyengsarakan rakyatnya sendiri."

Minjeong memucat ketika Jihwa kembali berbicara dengan lancang di depan pengawal kerajaan. Namun, Jihwa sendiri tidak takut. Ia justru tersenyum kepada pengawal itu.

"Benar kan, paman?" Tanya Jihwa.

Pengawal itu terkekeh pelan. "Entah mengapa aku bersyukur masih bisa menemukan orang waras di tengah manusia-manusia sesat ini."

Jihwa sendiri juga merasa senang mendengar respon pengawal itu. Ia sudah muak dengan kegilaan yang terjadi pada pemerintahan negaranya. Padahal semuanya tampak baik-baik saja sebelumnya. Kerajaan memimpin rakyat dengan baik. Rakyat sendiri juga makmur baik dalam segi ekonomi maupun pendidikan. Namun, semua berubah ketika sebuah penyakit aneh menyerang keluarga kerajaan. Sistem pemerintahan dan kondisi di kerajaan sendiri mulai berantakan karena raja beserta keluarga besarnya jatuh sakit dan hampir sekarat secara massal. Rakyat pernah mengalami krisis ekonomi dan negara hampir jatuh miskin karena pemerintahan yang terbengkalai.

Hingga suatu hari, keluarga kerajaan kembali bangkit setelah jatuh sakit selama 1 tahun. Tabib menyatakan bahwa tubuh mereka bermutasi, dan sel-sel tubuh mereka berubah menjadi lebih kuat. Namun, ada satu hal aneh yang lebih sulit diterima logika. Mereka tidak bisa menjaga keseimbangan nutrisi pada tubuh jika mereka tidak mengkonsumsi darah manusia. Setelah itu, sistem pemerintahan berubah menjadi lebih otoriter karena mereka bisa menekan rakyat dengan kekuatan yang mereka peroleh dari penyakit itu. Rakyat sendiri mulai percaya kalau keluarga kerajaan adalah dewa karena keabadian mereka.

"Apa paman tidak muak dengan keadaan negara ini?" Tanya Jihwa.

"Tentu saja. Kurasa orang waras seperti kita pasti punya keinginan untuk merdeka."

Jihwa menatap lurus ke arah mata pengawal itu. Membuat pria paruh baya itu mengernyit bingung.

"Kalau begitu, bisakah paman bantu kami berdua pergi dari negara ini?"

Beast Land || Enhypen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang