Hari ini, untuk ketiga kalinya Jihwa kembali berkunjung ke dalam gubuk milik Heeseung. Gadis itu tampak canggung, ia beberapa kali menoleh ke arah pemuda yang sedari tadi duduk di sampingnya sambil membaca buku. Jihwa merasa tidak enak karena terus merepotkan Heeseung yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan masalahnya. Namun, jujur saja Jihwa merasa lebih tenang berada di gubuk kecil ini daripada harus berdiam diri di kamar. Apalagi ia bisa merasakan suasana kekeluargaan yang hangat meskipun gubuk itu hanya dihuni oleh Heeseung dan anjingnya.
"Maafkan aku. Kau pasti kesal ya menerimaku di tempatmu lagi?" Tanya Jihwa.
"Not really." Heeseung membalik halaman ketiga bukunya. "Santai saja. Tidak usah terlalu kaku."
Jihwa mengangguk pelan. Ia mencoba sebisa mungkin bersikap santai. Di balik bukunya, Heeseung melirik gadis itu. Seperti biasa, Jihwa berkeliaran dengan gaun tidur. Sepertinya Jihwa sangat tidak nyaman dengan kamarnya sampai terbiasa kabur.
"Memangnya kau ada urusan apa dengan Jay sampai dia mencarimu?"
"Ah itu ...." Jihwa menggaruk tengkuknya canggung. "Tuan Jay sebenarnya ditugaskan untuk menjagaku. Hari ini aku keluar diam-diam karena merasa jengah di kamar."
Heeseung menghela napas.
"Dasar. Kalau aku menyembunyikanmu seperti ini, berarti aku akan kena masalah juga."
Jihwa semakin merasa tidak enak hati.
"Maka dari itu, aku akan segera kembali ke kamar. Terima kasih sudah membiarkanku mampir ke sini."
Ketika Jihwa hendak bangkit, Heeseung menarik lengan gaunnya. Membuat kerah gaun Jihwa menurun dan pundaknya hampir terekspos. Gadis itu langsung menaikkan kerahnya seraya melotot ke arah Heeseung.
"Hei, jangan cabul-"
"Kau yakin ingin kembali?" Tanya Heeseung. "Aku berkali-kali menemuimu dalam keadaan melarikan diri. Aku tidak yakin kalau kau sebenarnya ingin kembali."
Jihwa tertegun. Ia memang tidak ingin kembali ke kamarnya. Di sana begitu jengah karena penjagaan yang ketat membuat Jihwa tidak bisa bernapas dengan lega. Mentalnya jatuh setelah kehilangan Minjeong, tapi di kamar tidak ada satu pun yang mampu membuat hatinya tenang. Semua orang terus memaksanya minum obat dan menjalani terapi, seolah ia dituntut harus segera sembuh dan kembali melayani raja. Tapi, apa gunanya pengobatan secara rutin, kalau tidak ada yang mengerti betapa hancur perasaannya?
"Aku tidak mau kembali." Ujar Jihwa. "Aku muak dengan semuanya. Raja merenggut kehidupan normalku dan membuatku sakit, tapi pria itu memaksaku untuk sembuh demi dirinya."
Hanya melalui keluhan gadis itu, Heeseung mengerti apa yang Jihwa maksud. Mustahil kalau ia tidak mengetahui tentang pengkhianat yang dipenggal Jake. Kepala itu ditancapkan supaya bisa disaksikan oleh massa, layaknya nasib para pengkhianat sebelumnya. Lalu tak lama kemudian, kabar tentang Jihwa yang mengalami depresi berat menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh pelayan. Sehingga Heeseung tidak bisa menutup telinga.
"Rupanya gadis itu adalah orang terdekatmu." Ujar Heeseung menyimpulkan.
Hati Jihwa kembali tersayat. Ia membalikkan badan menghadap Heeseung sambil menahan air matanya.
"Aku tidak kuat lagi ...." Lirik Jihwa. "Setiap aku terbayang wajah Minjeong, dadaku terasa sesak. Aku tidak bisa menelan makanan dan tidur dengan nyenyak. Hari-hari yang aku lalui rasanya sangat menyiksa. Tapi ...."
"Tapi apa?"
Air mata Jihwa pun mengalir. Sekuat apapun ia menahan tangisnya, suara isakannya tetap saja lolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampiroDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...