"Kau tidak mau makan?"
Jihwa hanya menggeleng pelan tanpa mengangkat kepalanya dari meja. Setelah dipermalukan di depan kelas oleh si pengajar, gadis itu hanya merenung dengan menenggelamkan wajah di lipatan tangannya. Jay menghela napas melihatnya.
"Mumpung masih jam istirahat, isi perutmu."
Jihwa tidak merespon. Rasanya ia tidak ada mood untuk menelan makanan.
"Aku memang bodoh." Lirih Jihwa.
"Kau tidak bodoh. Memang keadaanmu saja yang masih belum memungkinkan."
Jihwa akhirnya mengangkat kepala. Ia benar-benar kecewa, sampai ia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Kenapa semuanya jadi seperti ini? Padahal yang ia inginkan hanyalah pergi dari sini. Jihwa tidak membutuhkan pengakuan dari para bangsawan itu, ia juga tidak pernah berpikir untuk menjadi bagian dari mereka. Jihwa hanya ingin mencari jalan keluar untuk lari.
"Kau hanya perlu berusaha lagi. Siapa tahu kalau kau bisa lebih unggul dari bangsawan di kelas ini."
Jihwa mengangguk pelan. Ucapan Jay sedikit menenangkan hatinya.
"Terima kasih." Ucap Jihwa. "Sekarang anda bisa pergi makan siang. Tidak ada yang akan menyerang saya."
"Tidak. Aku bisa minum darah nanti."
"Anda juga bisa bercengkrama dengan saudara-saudara anda."
"Tidak."
"Kalau begitu, saya pergi ke toilet dulu."
"Aku antar."
Jihwa menghela napasnya. Ia juga membutuhkan waktu untuk privasinya. Apalagi jika suasana hatinya sedang buruk seperti ini. Tapi, kenapa Jay terlalu protektif padanya?
"Tuan, tidak akan ada yang menyerang saya di siang hari yang ramai seperti ini." Jihwa memasang wajah melas. "Tolong, biarkan saya pergi sendiri."
Jay terdiam sejenak.
"Baiklah, jangan lama-lama."
Jihwa pun berjalan keluar dari kelas. Akhirnya ia bisa sendirian. Ketika tidak ada satu pun vampir di sekitarnya, beban yang ada di hatinya hilang seketika. Bahkan keberadaan Jay juga membuat hatinya merasa bersalah karena terus merepotkan pemuda itu. Jihwa harap, dengan ia pergi dari kelas, Jay bisa lebih leluasa tanpa harus memperhatikannya.
Kini, Jihwa sudah berada di toilet yang sepi. Gadis itu hanya berjongkok seraya merenungkan kembali kesalahannya hari ini. Apakah ia harus mencoba lagi? Atau memikirkan cara melarikan diri yang lebih mengandalkan fisik?
Jihwa tidak tahu lagi. Ia hanya ingin menghilang dari muka bumi karena nama baiknya sudah tercemar.
"Selir Jihwa?"
Jihwa menoleh ke sumber suara. Ia segera berdiri ketika melihat ada Niki dan Jungwon datang menghampirinya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Niki dengan informal.
Jungwon segera menyikut lengan Niki.
"Berbicara yang sopan." Tegur Jungwon.
"Kenapa juga? Umurnya tidak jauh dengan kita. Kau seharusnya panggil dia "noona"."
Jungwon tersenyum kepada Jihwa. Meskipun Jihwa merasa senyuman itu tidak tulus.
"Maafkan adik saya. Dia memang seperti ini."
Jihwa membalas senyuman Jungwon.
"Ah, tidak apa-apa. Dia benar. Tidak perlu terlalu formal dengan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampireDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...