Chapter 7: Paranoid

1.9K 389 13
                                    

"Ibu tiri, kau tidak mau main di luar?"

Jihwa menulikan pendengarannya. Ia hanya duduk diam di tepi ranjang sambil berpura-pura membaca buku. Berusaha mengabaikan keberadaan Jake yang tiba-tiba datang melalui jendela kamarnya yang terbuka. Jihwa heran, padahal ia sudah menolak Jake dan mengusirnya kemarin lusa. Tapi kenapa pemuda itu tetap tidak jera menemuinya?

"Cuacanya sedang bagus. Sayang kalau hanya menghabiskan waktu di kamar." Imbuh Jake.

Jihwa tetap tidak merespon. Berharap kalau sikapnya yang acuh itu dapat membuat pemuda itu lelah sendiri. Tapi, lama-lama berpura-pura membaca membuat badannya pegal. Sedangkan Jake masih tetap berada di tempatnya meskipun suasana di antara mereka terasa hening.

"Ah, Heeseung hyung!"

Ketika mendengar nama itu, Jihwa langsung terlonjak kaget. Ia menutup bukunya, lalu berjalan menuju jendela, berniat untuk menutupnya. Namun, ketika melihat ke luar, ia menyadari kalau di luar sana tidak ada siapa-siapa. Jake tertawa terbahak-bahak. Jihwa dengan kesal meraih buku di meja nakas dan melemparkannya ke arah Jake. Namun pemuda itu mampu menangkapnya.

"Kau kira itu lucu?" Omel Jihwa.

"Tentu saja lucu. Saat ketakutan kau mirip sekali seperti Layla anjingku."

Jihwa mendengus kesal. Ia menatap lurus ke arah mata Jake. Tanda bahwa gadis itu benar-benar serius.

"Kenapa kau menemuiku lagi? Jangan harap aku akan memberikan darah untukmu."

"Memangnya aku harus punya alasan untuk menemuimu?" Jake menyandarkan punggungnya di dinding kamar. "Aku hanya senang melihat manusia yang sehat."

"Banyak manusia normal di sini. Pelayanmu juga kan?"

"Orang-orang yang menganggap kami dewa adalah orang yang membosankan."

Jake menunjukkan tatapan mata yang sulit diartikan. Antara merasa lelah atau kesepian.

"Sedangkan aku menemukan sesuatu yang berbeda darimu." Imbuh Jake.

Jihwa mengenyit bingung. Ia tahu kalau dirinya memperlakukan bangsawan dengan cara yang berbeda. Tapi, bukankah Jihwa terkesan seperti merendahkan mereka? Apa Jake tidak kesal dengan sikap Jihwa yang menganggap kaumnya sebagai orang yang memiliki kelainan?

"Jake! Apa yang kau lakukan di sana?"

Saat suasana di antara Jihwa dan Jake menjadi hening, tiba-tiba terdengar suara seruan dari luar. Jake menghadap ke bawah jendela, memeriksa siapa yang memanggilnya. Rupanya ada Jay yang sedang lewat dan menyadari keberadaannya.

"Ah, sial." Umpat Jake.

"Jangan membolos pelajaran ekonomi lagi, dan cepat turun!"

Jake mendengus kesal.

"Aku kan baru absen dua kali. Tolong biarkan aku istirahat hari ini."

Jay mengangguk paham mendengarnya.

"Baik, aku mengerti. Jadi kau ingin diadukan pada ibumu."

Jake menghela napas. Percuma bernegosiasi dengan orang yang disiplin seperti Jay. Ujung-ujungnya, pemuda itu akan mengadukan tentang absensi Jake. Ia pun dengan malas memanjat keluar dari jendela kamar Jihwa. Bersiap untuk turun ke bawah.

"Sampai jumpa lagi, ibu tiri."

Jake melompat keluar dari kamar, lalu mendarat tepat di depan Jay. Jihwa menengok mereka berdua dari jendelanya. Matanya pun tidak sengaja bertemu dengan mata Jay yang tengah menatap ke arah jendelanya. Jihwa kemudian berbisik pada Jay. Mengatakan kalau ia berterima kasih lagi pada sang pangeran kedua. Jay mampu membaca bibir Jihwa dan mengangguk singkat sebagai respon. Setelahnya, kedua pangeran itu berjalan menuju ke arah istana kedua, di mana pelajaran ekonomi dimulai.

"Pfftt ...." Jake menahan tawanya.

Jay yang berjalan beriringan bersamanya mengernyit heran.

"Kau memang sangat pandai mencuri perhatian orang lain." Ujar Jake.

"Maksudmu?"

"Tidak. Aku tidak sabar untuk mengikuti pelajaran ekonomi."

Jay mendengus kesal karena Jake menggantung kalimatnya dan mengalihkan topik semaunya.

"Lagipula, apa yang kau lakukan di kamar selir kelima? Jangan sembarangan menginjakkan kaki di sana kalau kau tidak mau dihukum oleh ayah."

"Aku hanya ingin memastikan seberapa menariknya ternak yang dipelihara ayah secara spesial."

Jay terdiam. Ucapan Jake terdengar sangat kasar pada rakyat jelata seperti Jihwa. Walaupun perkataan semacam itu sudah biasa keluar dari mulut Jake yang arogan.

"Jangan pernah berpikir untuk menyentuh aset ayah. Aku memperingatkan demi keselamatanmu sendiri."

~~~~~~~~


"Nona, waktunya makan malam."

Seperti biasa, pelayan dengan tidak sopan masuk begitu saja ke kamar Jihwa tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Gadis itu sendiri sudah hapal dengan kebiasaan buruk itu. Sehingga ia tetap berbaring di ranjang, mengacuhkan pelayan yang datang hanya untuk menaruh jatah makan malam.

"Di mana baginda raja?" Tanya Jihwa.

"Kau tidak usah khawatir. Beliau tidak akan datang malam ini karena urusan pemerintahan. Cukup istirahat dan minum suplemen."

Jihwa menghela napas lega. Ia dengan was-was mempersiapkan dirinya untuk menyambut raja. Namun, berita bagus datang membuat hatinya merasa tenang.

"Suplemen ini diminum bersamaan setelah makan. Jangan lewatkan atau kau akan mengalami anemia."

"Baik, baik." Jawab Jihwa dengan malas.

Setelah memastikan bahwa ia sudah melaksanakan tugasnya, si pelayan pergi begitu saja untuk melanjutkan pekerjaan yang lain. Jihwa bangkit dari ranjang, namun bukan untuk menyantap makan malam. Ia berjalan menuju jendela kamar untuk membukanya. Karena terbiasa menghirup udara segar di desa, ia merasa pengap berada di kamar yang serba mewah ini. Matanya menatap dengan sendu ke arah bulan purnama yang bersinar terang menghiasi malam yang monoton baginya. Jihwa memejamkan matanya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bersenandung di tengah heningnya malam. Sambil menyenandungkan lagu favoritnya, ia melangkah membelakangi jendela untuk meraih buku dan alat tulis. Mungkin menulis syair di malam hari dapat mengisi waktu luangnya.

Namun, ketika Jihwa hendak meraih secarik kertas, tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang bergesekan. Seolah ada seseorang yang sedang naik ke atas pohon lagi. Jihwa menghela napas jengah, ia menaruh kembali alat tulisnya.

"Tuan muda Jake, berhenti mengunjungiku-"

Teguran Jihwa terpotong begitu saja saat menoleh ke arah jendela. Matanya membola lantaran terkejut. Sosok yang saat ini memanjat jendelanya bukanlah Jake, melainkan sosok vampir yang selama ini membuatnya was-was dan enggan untuk keluar dari kamarnya.

"Pangeran pertama?"

Beast Land || Enhypen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang