"Tuan Jay?"
Jihwa mengerjapkan matanya yang masih terasa berat. Baru saja ia bangun tidur, pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah sosok Jay yang berdiri di hadapannya dengan membawa buku materi.
"Bibi, saya kesiangan ya?" Tanya Jihwa pada pelayannya yang tengah membereskan meja nakas.
"Tidak, nona. Ini masih pukul 6 pagi."
Jihwa mengernyit heran, lalu menatap Jay dengan penuh tanya. Kenapa pemuda itu sudah datang ke kamarnya sepagi ini? Mereka biasanya baru mulai belajar bersama pada pukul 7 tepat.
"Aku jenuh di kamar. Jadi, aku datang lebih awal untuk main ke tempatmu."
"Main?"
Jihwa merasa aneh dengan cara bicara Jay. Biasanya pemuda itu bersikap formal, dan setiap kali datang selalu didasari oleh alasan yang penting. Salah satunya seperti mengajari Jihwa. Tapi, sekarang ia datang hanya untuk sekadar 'main'?
"Kenapa? Tidak boleh?"
"Bukannya begitu .... Ah, ya sudah. Duduklah dulu."
Setelah dipersilahkan, Jay mengambil tempat duduk. Namun yang mengejutkan, di antara sekian banyak tempat, mengapa Jay harus duduk di tepi ranjangnya? Itu membuat jarak di antara mereka begitu dekat. Bukan hanya Jihwa, pelayan pun juga tercengang melihatnya.
"Saya siapkan dulu sarapan anda, nona."
"Ah .... Iya boleh."
Si pelayan pun sampai ikut tidak tahan dengan atmosfer yang terasa aneh di kamar Jihwa. Wanita itu memilih untuk pergi menyiapkan kebutuhan majikannya. Sedangkan Jihwa menatap punggung Jay dengan bingung. Pemuda itu masuk begitu saja tanpa menunggu Jihwa bersiap-siap terlebih dahulu. Jihwa bahkan masih mengenakan gaun tidur dan rambutnya masih berantakan. Sama sekali belum layak untuk dikunjungi tamu.
"Udara di sini enak." Ujar Jay. "Mungkin karena pohon besar itu?"
"Emm .... Begitulah."
Jihwa merasa begitu canggung. Tidak biasanya Jay seperti ini. Berbicara basa-basi dan bermain ke kamarnya tanpa ada tujuan yang jelas.
"Apakah kau merasa kesepian?"
Pertanyaan Jay membuat Jihwa heran. Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?
"Tidak juga. Saya baik-baik saja."
Jay tersenyum masam. Entah Jihwa jujur atau tidak, jawabannya membuat Jay merasa kecewa. Kalau memang tidak merasa kesepian, berarti dugaan Sunoo benar. Gadis itu merasa cukup dengan kehadiran Heeseung.
"Kau boleh mengandalkan aku." Ujar Jay. "Aku ditugaskan untuk menjagamu. Kukira setidaknya ada satu masalahmu yang bisa aku bantu. Tapi, kau selalu menyembunyikannya. Lalu, apa gunanya aku di sini? Aku datang bukan hanya sebagai pajangan."
Jihwa menundukkan kepalanya. Bukannya ia merasa tidak percaya pada Jay, Jihwa hanya takut menyusahkan orang lain. Selama menjaganya, Jihwa yakin kalau Jay pasti merasa kerepotan. Beban yang ditanggung Jay terlihat begitu banyak, dan Jihwa tidak mau menjadi salah satu bebannya.
"Saya hanya tidak mau merepotkan orang lain."
"Tapi, kau tidak sungkan mengandalkan orang lain selain aku kan?"
Ucapan Jay tepat sasaran. Jihwa mengernyit mendengarnya. Seolah pemuda itu sudah tahu kalau ada seseorang yang membantu Jihwa diam-diam.
"Atau kau menungguku berhasil menjadi raja? Barulah kau mengakui kekuatanku dan bersedia mengandalkan aku."
"Tuan, saya tidak mengerti kenapa anda tiba-tiba berkata seperti ini. Saya tidak ingin memaksa anda melakukan sesuatu untuk saya. Jadi-"
"Tapi aku ingin melakukan sesuatu untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampiriDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...