"Nona, waktunya sarapan."
Seperti biasa, pelayan pribadi Jihwa masuk begitu saja sebelum si pemilik kamar mengizinkan. Jihwa sendiri hanya acuh. Matanya masih terfokus pada buku yang ia baca. Saat melihat posisi Jihwa yang membaca sambil merebahkan diri, wanita itu menghela napas jengah.
"Nona, matamu bisa sakit. Biasakan membaca sambil duduk."
"Oh, maaf." Jihwa langsung bangkit. "Punggungku pegal duduk terlalu lama."
"Sepertinya kau memang butuh beraktivitas di luar."
Si pelayan melirik pintu kamar Jihwa.
"Tapi sayangnya Tuan Jay belum memberikan perintah untuk membebaskanmu."
"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja di kamar." Jihwa tersenyum lembut. "Terima kasih ya sudah memerhatikan kesehatanku."
Setelah melihat senyuman itu, si pelayan tertegun. Padahal ia hanya melaksanakan tugasnya untuk menjaga selir raja.
"Itu sudah merupakan tugas saya." Wanita itu berdehem untuk mencairkan rasa canggung pada dirinya.
Setelah pelayan pergi, Jihwa tidak langsung menyentuh makanannya. Ia meregangkan tubuhnya yang kaku, lalu berjalan ke arah jendelanya untuk menghirup udara segar. Makanan di istana tidak seberapa enaknya dibanding makanan yang ia makan di desa. Itulah yang membuatnya selalu tidak selera untuk makan. Jihwa maklum, karena para pelayan itu bertugas melayani para vampir yang hanya mengkonsumsi darah. Juru masak istana baru ada saat ia datang. Jadi, Jihwa tidak berekspektasi terlalu banyak pada kinerjanya.
"Oh, Tuan Jay?"
Mata Jihwa tertuju ke arah Jay yang berjalan lewat di bawah kamarnya. Namun, kali ini ia tidak sendirian seperti biasa. Ada seorang gadis cantik berparas tinggi dan bersurai hitam panjang berjalan beriringan dengannya. Mereka tampak sedang berbincang santai, seolah memang sudah akrab. Jay pernah mengatakan kalau ia belum memiliki pasangan. Tapi, Jihwa yakin di luar sana pasti ada banyak gadis cantik yang tidak bisa menolak pesona dan ketampanan seorang Jay. Terlebih lagi, pemuda itu adalah pangeran yang memiliki masa depan menjanjikan.
"Mereka terlihat serasi." Jihwa memandangi keduanya dengan terpesona.
Dalam hatinya, Jihwa merasa lega saat mengetahui bahwa Jay memiliki seorang gadis di dekatnya. Jay selalu datang ke kamarnya untuk menjalankan tugas, dan pemuda itu terlihat stress dan kelelahan. Jihwa terkadang khawatir kalau Jay akan kesepian karena terlalu fokus pada pekerjaannya. Kini, ia bersyukur mengetahui kalau ternyata ada sosok sesempurna itu di sisi Jay.
Saat memandangi keduanya terlalu lama, tiba-tiba Jay mendongak menatap ke arah jendela kamar Jihwa. Sepasang mata mereka bertemu. Jay yang menyadari bahwa Jihwa melihatnya pun langsung berpamit kepada gadis itu, lalu berjalan meninggalkannya menuju kamar Jihwa. Jihwa menepuk jidatnya. Ia tidak bermaksud mengganggu momen kebersamaan di antara mereka. Padahal Jay sendiri tidak perlu terlalu sering mengunjunginya untuk menjalankan tugas.
"Selir Jihwa, ini aku."
Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Jihwa menghela napasnya.
"Silahkan masuk."
Pintu terbuka, menampakkan sosok Jay yang tengah mengatur napasnya. Jihwa mulai merasa bersalah. Sungguh, Jay tidak perlu datang apalagi dengan terburu-buru seperti itu.
"Maaf aku terlambat. Padahal sudah waktunya belajar bersama."
"Astaga, tidak apa-apa tuan. Anda juga bisa libur hari ini. Sudah saya bilang, jadwal kita fleksibel."
"Aku tidak ada keperluan penting. Kenapa harus libur?"
Jay menempatkan dirinya untuk duduk di kursi belajar milik Jihwa. Buku-buku yang diperlukan sudah ada di meja nakas, jadi Jay tidak perlu membawa sendiri dari istana kedua. Jihwa melirik ke luar jendela. Gadis cantik itu sudah tidak ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampireDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...