"Jake sayang, kau di mana nak?"
Suasana di istana ketiga mulai ricuh lantaran Jisoo, sang selir kedua turun dari kamarnya seraya menyerukan nama Jake. Mau tak mau, pelayan pun ikut berhamburan mencari di mana pemuda itu berada. Sebelum Jisoo menghajar mereka karena terlihat diam saja. Jisoo mengedarkan pandangannya kesana-kemari. Namun, bukannya Jake, Jisoo justru menemukan Sunghoon yang tengah meminum obat di dapur.
"Hei, di mana anakku?" Tanya Jisoo ketus.
Sunghoon menghela napasnya.
"Saya tidak tahu, ibu."
Jisoo tersenyum kecut. Ia berjalan mendekati pemuda itu, lalu melayangkan sebuah tamparan ke pipinya.
"Bukankah aku menyuruhmu untuk terus mengawasinya? Bagaimana kalau anak itu terluka? Kau mau tanggung jawab, hah?"
Sunghoon tidak bergeming. Pemuda itu hanya diam dengan tatapan datarnya.
"Aku sudah mengasuhmu susah payah meskipun aku tidak pernah melahirkanmu." Jisoo mendorong-dorong dada Sunghoon dengan telunjuknya. "Seharusnya kau bersyukur bisa hidup enak di istana ketiga. Setidaknya lakukan apapun demi Jake untuk balasannya."
Sunghoon mengangguk paham. Ia memang tidak memiliki hak untuk marah. Yang perlu ia lakukan hanyalah membalas jasa selir kedua karena telah membiarkannya tinggal di istana.
"Baik, saya akan mencarinya."
Sunghoon berjalan keluar dari dapur. Ia berpikir untuk mencari Jake di istana utama. Pemuda itu terlihat sering berkeliaran di sana karena adanya Jihwa. Sunghoon tahu kalau Jake memiliki ketertarikan pada darah Jihwa. Setelah menemukan Jake, Sunghoon akan menghajarnya habis-habisan karena telah membuat ibu mereka khawatir padanya.
Sesampainya di istana utama, Sunghoon mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru istana. Tapi, tidak ada sosok Jake di sana. Ia pun memperluas pencariannya ke lantai dua. Langkahnya terhenti ketika melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat. Tepat di depan kamar Jihwa, Sunghoon melihat gadis itu tengah berdiri berhadapan dengan Heeseung. Merupakan pemandangan yang langka ketika melihat Heeseung keluar dari kamarnya. Tak hanya berhadapan sambil membicarakan sesuatu, Heeseung juga sempat melakukan hal yang tidak senonoh, yaitu mencium leher selir itu. Kedua mata Sunghoon melebar melihatnya.
"Hei, kembali kau! Dasar lelaki mesum!"
Heeseung pergi begitu saja setelah mengatakan pada Jihwa, bahwa gadis itu harus mengambil outernya yang ada di gubuk Heeseung. Sunghoon merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Astaga, aku harus bagaimana?" Gumam Jihwa.
Saat Jihwa membalikkan tubuhnya, ia terkejut mendapati keberadaan Sunghoon di dekat kamarnya. Wajah gadis itu memucat seketika. Sudah berapa lama pemuda itu berdiri di sana?
"A .... Ada perlu apa anda kemari?" Tanya Jihwa gugup.
Sunghoon berjalan mendekat ke arahnya. Dengan ekspresinya yang menunjukkan rasa penarasan, sudah bisa ditebak kalau Sunghoon telah melihat semuanya.
"Apa hubungan anda dengan pangeran pertama?"
Sunghoon bertanya dengan to the point. Membuat tubuh Jihwa semakin menegang. Ia tidak tahu harus menjelaskan seperti apa. Lagipula, ia tidak yakin kalau Sunghoon akan percaya dengan kata-katanya.
"Anda berselingkuh?"
"Bukan, saya sama sekali tidak berselingkuh."
"Lalu?"
Jihwa meremas gaunnya dengan gugup. Sunghoon menunggu jawabannya dengan tatapan yang sangat mengintimidasi.
"Saya sendiri juga tidak tahu. Sejujurnya, sudah beberapa kali saya bertemu dengan pangeran pertama, dan semua itu memang murni ketidaksengajaan."
"Sampai barangmu tertinggal di tempatnya?"
"I .... Itu karena pangeran pertama pernah menolong saya di gubuknya."
Sunghoon terdiam. Sebenarnya ini bukan urusannya. Toh kalau mereka ketahuan, itu sudah merupakan masalah mereka dengan raja. Tapi, rasanya aneh ketika melihat seorang selir berinteraksi sampai seperti itu dengan pangeran. Dan yang mengejutkan, pangeran itu adalah Heeseung. Sedangkan Heeseung adalah aset berharga milik raja.
"Anda akan mengadukannya pada raja?" Tanya Jihwa.
"Tidak ada untungnya juga aku mengadukan ini." Ujar Sunghoon. "Tapi, mungkin aku akan dilirik oleh raja karena kejujuranku."
Tamat sudah riwayatnya. Setelah ini, Jihwa akan dihukum mati karena mengkhianati raja. Atau mungkin gadis itu akan semakin dikurung tanpa diberi kebebasan, karena bagaimanapun juga Sehun tetap membutuhkan darahnya.
"Baiklah, anda boleh mengadukan saya." Ujar Jihwa. "Tapi, bisakah anda melepaskan pangeran pertama?"
"Kenapa aku harus melepaskan Heeseung hyung?"
"Dia tidak bersalah. Sayalah yang selalu merepotkannya karena saya lemah. Saya tidak bisa mengatasi diri saya sendiri sehingga dia harus turun tangan demi menolong saya. Dia hanya berbaik hati pada orang yang putus asa."
Sunghoon tidak mengerti apa maksud Jihwa. Tapi, ia mengerti bagaimana perasaan gadis itu. Entah mengapa, sosok Jihwa saat ini mengingatkannya pada masa lalunya.
"Apa semua gadis manusia memang sebodoh ini?"
Jihwa mengernyit bingung.
"Maksud anda?"
"Padahal kalian lemah, tapi kenapa masih sempat-sempatnya memikirkan nyawa vampir?"
"Saya tidak membeda-bedakan antara manusia atau vampir. Yang terpenting, dia telah menolong saya."
Sunghoon menghela napasnya. Bisa-bisanya ia bertemu dua kali dengan manusia yang sifatnya sama-sama keras kepala. Dan Sunghoon selalu lemah pada manusia yang seperti itu.
"Baiklah, aku akan tutup mulut." Ujar Sunghoon.
Jihwa menghela napas lega.
"Terima kasih, tuan. Saya tidak tahu harus melakukan apa untuk berterima kasih."
"Kau hanya harus berhati-hati lain kali. Supaya tidak ketahuan lagi."
Wajah Jihwa memerah lantaran malu.
"Anda masih berpikir kalau saya selingkuh?" Tanya Jihwa. "Saya sudah bilang kalau hubungan kami tidak seperti yang anda pikir."
Sunghoon merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan sapu tangan dari sana. Ia menyodorkannya pada Jihwa.
"Hapus bekasnya dari lehermu. Supaya baunya tidak tercium."
Jihwa menerima sapu tangan itu dengan tangan yang gemetaran. Sungguh, ia benar-benar malu setelah dipergoki oleh Sunghoon. Padahal sebenarnya ia tidak punya hubungan apa-apa dengan Heeseung.
"Jangan lupa pakai 'pengaman' saat melakukan itu."
Setelah memperingatkan Jihwa, Sunghoon pergi begitu saja. Mulut gadis itu sampai terasa kaku, bingung ingin mengatakan apa. Pikiran Sunghoon terlalu jauh sampai membuat Jihwa tercengang.
"Dia pikir aku melakukan apa sampai butuh pengaman?"
~~~~~~~~
Di sisi lain, Jake menunggangi kudanya keluar dari wilayah kerajaan. Pemuda itu mengenakan pakaian kerajaan, lengkap dengan pedang di pinggangnya. Hingga ia sampai di sebuah gereja yang terletak di sudut kota. Saat turun dari kudanya, Jake disambut oleh banyak orang baik pria maupun wanita yang mengenakan pakaian serba hitam, lalu ia dipersilahkan masuk ke dalam.
"Selamat datang, tuanku yang maha agung."
Di dalam gereja, banyak masyarakat yang telah menanti kedatangan Jake. Mereka langsung bersujud kepada Jake ketika pemuda itu menginjakkan kakinya masuk ke dalam sana. Ia tersenyum melihat bagaimana para manusia biasa begitu patuh padanya.
"Bangunlah, hamba-hambaku. Mari kita mulai upacara persembahannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampirosDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...