4 tahun yang lalu.
Seperti biasa, para pengawal kerajaan diperintahkan turun ke setiap daerah untuk melakukan pengambilan darah. Namun, bedanya kali ini mereka harus membawa para pangeran yang masih berusia belia untuk ikut bersama mereka. Tujuannya adalah supaya para pangeran lebih mengenal lingkungan di luar kerajaan dan menunjukkan pada rakyat bahwa merekalah calon penerus yang akan memerintah mereka di masa depan. Ketiga pangeran yang sudah berusia 12 tahun seperti Jay, Jake, dan Sunghoon menaiki kuda mereka masing-masing. Sedangkan Sunoo, Jungwon, dan Ni-ki yang masih berusia di bawah 12 tahun menunggangi kuda dengan didampingi orang dewasa. Hanya Heeseung yang tidak ikut serta. Setelah menghabiskan waktu 30 menit dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai ke desa A. Desa yang jaraknya paling dekat dengan wilayah istana. Jika mereka melanjutkan perjalanan sekitar 12 km lagi, mereka akan menemui ibukota.
"Wah, inikah yang disebut desa?"
Sunoo mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Di sana, banyak sekali bangunan-bangunan yang beraneka ragam. Ada rumah-rumah penduduk, pasar, dan beberapa fasilitas masyarakat lainnya. Sedangkan Jake, Sunghoon, dan Ni-ki mulai merasa pusing karena banyaknya bau darah manusia yang bercampur aduk.
"Ugh .... Banyak bau darah di sini." Keluh Jake.
"Anda semua harus mulai terbiasa dengan hal seperti ini. Saat sudah menjadi pemimpin, anda akan lebih sering terjun ke lingkungan manusia biasa." Jelas salah satu ksatria yang memimpin barisan.
"Jadi, tujuan kita turun ke desa juga untuk melatih kemampuan menahan diri?" Tanya Jay.
"Ya, benar sekali tuan muda."
Jay menghela napasnya. Pengendalian diri merupakan sesuatu yang sangat mudah baginya. Penyakit yang menjangkit tubuhnya tidak separah vampir lain, sehingga kondisi tubuhnya begitu stabil sampai tidak ada bedanya dengan manusia biasa. Hal itu memudahkannya untuk turun langsung ke desa seperti ini.
"Setelah ini, kami akan mengambil darah para penduduk. Anda sekalian hanya perlu mengawasi kami bekerja. Tidak perlu ikut serta."
"Baiklah."
Para pengawal kerajaan pun turun dari kuda mereka untuk melaksanakan tugas. Terdengar seruan mereka yang bersahutan memerintah para rakyat untuk berbaris dengan rapi. Para pangeran memerhatikan dengan saksama bagaimana cara kerja mereka, kecuali Jake yang mudah bosan. Anak itu menguap seraya meregangkan tubuhnya. Karena terlalu bosan sampai merasa mengantuk, ia pun memilih untuk diam-diam turun dari kudanya, lalu pergi berkeliling desa sendirian.
Jake memilih untuk menelusuri ladang. Matanya dengan antusias memerhatikan para petani yang sibuk menggarap ladang. Itu merupakan hal yang baru baginya. Meskipun di akademi ia belajar banyak ilmu, tapi Jake belum pernah belajar tentang pertanian. Karena memang ilmu seperti itu hanya dipakai oleh manusia demi bertahan hidup. Dengan penasaran, Jake berjalan mendekati salah satu petani yang tengah menanam lobak dengan dibantu seorang anak perempuan.
"Hei, pak tua." Seru Jake. "Kalian menanam apa?"
Pria tua itu tersentak kaget saat menyadari kehadiran Jake di belakangnya, tak terkecuali anak perempuannya. Mereka mengernyit bingung, menerka-nerka siapa sosok yang tengah bertanya pada mereka. Hingga akhirnya sepasang ayah dan anak itu menyadari bahwa mata Jake berwarna merah menyala.
"Va .... Vampir!" Pekik anak perempuan itu, lalu bersembunyi di balik punggung ayahnya.
Jake tampak tersinggung. Ini pertama kalinya ia berbaur dengan manusia, tapi mereka langsung ketakutan padanya seolah Jake adalah monster.
"Hei, jangan begitu! Tidak sopan pada bangsawan." Bisik pria itu menegur anaknya. "Ah, maafkan anak saya, tuan. Ini pertama kalinya dia melihat vampir."
"Oh, tidak masalah." Jake langsung berdiri. "Toh, kenyataannya kami memang menakutkan. Kau juga tidak akan tahu kapan kami akan mengambil anak itu untuk dimangsa."
Mendengar nada bicara Jake yang tampak seperti mengancam, pria itu langsung berdiri. Ia bersujud di depan Jake seraya meminta ampunan.
"Tidak, tuan. Saya mohon ampuni anak saya. Kalian para vampir bukanlah makhluk menakutkan, kalian adalah dewa penyelamat kami. Saya mohon ampuni dosa kami."
Jake menatap pria itu dengan dingin. Namun, tak lama kemudian sebuah seringaian terpatri di bibirnya. Entah mengapa, ia merasa puas saat seseorang mengakui kekuatannya dan menganggapnya sebagai dewa.
"Aku dewa?" Tanya Jake.
Pria itu mengangguk berkali-kali.
"Benar. Anda adalah dewa kami. Penyelamat kami. Iya kan, Minjeong? Kau takut pada vampir karena kekuatan mereka sangat besar kan?"
Anak perempuan itu awalnya bingung ketika sang ayah bertanya. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju.
"Benar, ayah."
Jake tersenyum puas. Ia berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan pria itu. Tangannya terulur untuk mengelus kepala pria yang jauh lebih tua darinya itu.
"Hei, jauhkan tanganmu dari paman!"
Tiba-tiba sebuah kerikil melesat mengenai tangan Jake. Anak itu meringis kesakitan. Ia menoleh ke sumber suara dengan tidak terima. Dari kejauhan, tampak seorang anak perempuan lain yang datang dengan membawa keranjang ubi di punggungnya.
"Jihwa! Apa yang kau lakukan?!" Seru pria itu.
Gadis itu berjalan dengan penuh emosi ke arah mereka bertiga. Tidak peduli meskipun lututnya sedang terluka. Semakin ia mendekat, Jake mulai mencium bau darah yang begitu manis menyeruak darinya. Anak itu tertegun. Dari sekian banyak bau darah yang bercampur di desa ini, baru kali ini ia mencium bau yang mampu meningkatkan rasa hausnya.
"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang paman lakukan? Bersujud kepada orang lain seperti ini. Apa anak ini mengganggu paman?"
Jihwa menarik tangan pria itu agar mau berdiri. Sedangkan Jake hanya terdiam menatapnya. Ia semakin yakin kalau bau manis itu berasal darinya.
"Jihwa, jangan lancang! Dia adalah bangsawan!"
"Oh ya?" Jihwa bersedekap dengan angkuh. "Kalau dia bangsawan, memangnya aku harus apa?"
Pria itu langsung menarik tangan Jihwa agar gadis itu mendekat padanya.
"Kau mau mati? Minjeong baru saja selamat dari ancamannya. Kau jangan menambah perkara!" Bisik pria itu.
Di saat pria itu sibuk memarahi Jihwa, Jake tertawa sendiri. Reaksinya yang di luar ekspektasi semakin membuat pria itu ketakutan. Ia segera merengkuh putrinya dan juga Jihwa. Untuk berjaga-jaga jika seandainya Jake melakukan sesuatu yang tidak terduga.
"Hei, kau." Jake menunjuk Jihwa. "Siapa namamu?"
Jihwa terdiam sejenak. Ragu untuk menjawabnya.
"Yoon .... Jihwa."
"Yoon Jihwa?" Jake menyeringai. "Baiklah, akan aku ingat namamu. Sampai jumpa di lain kesempatan, Jihwa."
Tanpa melakukan sesuatu lagi, Jake berjalan meninggalkan mereka bertiga. Ia tidak akan marah atau mengadukan tindakan lancang Jihwa. Justru ia merasa senang. Kehadiran Jihwa yang menengahi perbincangannya membuatnya sadar bahwa ada banyak hal menarik di desa. Selain keyakinan warga desa akan kekuatan bangsawan, ternyata ada juga orang yang memiliki darah istimewa. Jake bahkan dibuat tercengang hanya dengan baunya. Namun, Jake sadar kalau ia tidak boleh tergesa-gesa, apalagi posisinya saat ini belum sekuat itu. Hanya dengan mengetahui identitasnya saja sudah cukup.
Suatu saat, Jake akan kembali ke desa A sebagai vampir yang lebih kuat. Ia akan mengambil kepercayaan para manusia dan menyesatkan mereka. Selain itu, ia akan mendapatkan darah yang sangat enak itu untuk memuaskan hasrat memangsanya. Ia akan mendapatkan banyak hal yang tidak bisa didapatkannya di lingkungan bangsawan. Hanya dengan memabayangkannya saja, Jake sudah tidak sabar untuk tumbuh dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast Land || Enhypen (END)
VampirosDi abad ke-14, muncul penyakit aneh yang menyerang para bangsawan di suatu negara. Penyakit itu membuat tubuh mereka bermutasi menjadi makhluk penghisap darah yang kuat dan tidak bisa menua. Karena kelainan yang membuat mereka menjadi makhluk yang t...