Chapter 64: Lost Control

1.5K 283 87
                                    

"Makan ini."

Salah satu penjaga penjaga memberikan nampan berisi makanan dengan kasar, sampai air minum yang diberikan hampir tumpah. Sedangkan Jihwa yang sedang duduk di dalam sel hanya menatap makanan itu dengan tatapan kosong. Ia sangat ketakutan. Di penjara bawah tanah tidak tertembus oleh cahaya matahari, sehingga ruangannya sangat gelap dan pengap. Ditambah para penjaganya yang bersikap kasar pada Jihwa, dan kerap kali melecehkannya secara verbal. Dan Jihwa sendiri tidak tahu kapan para pria bertubuh kekar itu memberanikan diri untuk menyerangnya.

"Memangnya masuk akal tahanan diberikan makanan yang enak?" Tanya salah satu penjaga penjara.

"Mau bagaimana lagi? Itu merupakan permintaan baginda raja."

"Cih, ini sama saja dengan tetap hidup enak, tapi hanya berpindah kamar saja."

Jihwa semakin takut ketika kedua pria itu berbincang seraya melirik ke arahnya. Entah mengapa, mereka sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari tubuh Jihwa barang sejenak.

"Ah, sudah lama aku tidak bercinta dengan istriku." Ujar salah satu pria. "Gara-gara raja sialan itu memberikan peraturan yang ketat, aku tidak bisa pulang dan harus berdiam di sini bersama pria-pria bau keringat seperti kalian."

"Berhenti mengomel. Kau hanya bisa berbicara seperti itu di belakang raja. Coba mengeluhlah di depan mukanya."

Pria itu mendengus kesal. Setelah berpaling sejenak untuk berbicara dengan rekannya, ia kembali melihat ke arah Jihwa yang sama sekali tidak menyentuh makanannya. Matanya memandangi gadis itu mulai dari kepala hingga ujung kaki, lalu menjilat bibirnya sendiri.

"Ada gadis muda yang cantik di sini."

"Kau gila? Dia milik raja. Kepalamu bisa dipenggal kalau berani menyentuhnya."

"Hei, aku hanya ingin meraba-raba badannya saja. Atau mungkin sedikit menciumnya. Raja tidak akan tahu kan? Selagi kita tidak meninggalkan bekas."

Kedua mata Jihwa membola mendengarnya. Ia langsung bersedekap melindungi tubuhnya dan juga bayi yang ada di dalam kandungannya. Sudah ia duga, cepat atau lambat, para pria itu pasti akan berpikir untuk melakukan sesuatu padanya. Bagaimana ini? Sehun tidak ada untuk mengawasi para bawahannya. Heeseung sendiri pasti tidak tahu kalau ia sedang ditahan di sini. Jihwa hanya bisa mengandalkan kekuatannya sendiri untuk melindungi diri. Tapi, apa yang harus dilakukannya? Apakah mungkin baginya melawan dua orang berbadan tinggi dan besar itu?

"Berpikir, Jihwa. Berpikir." Bisik Jihwa untuk menenangkan dirinya.

Salah satu pria yang awalnya menolak pun mulai mempertimbangkan usul temannya. Benar juga, Sehun memiliki Jihwa di sisinya hanya sebagai penghasil darah. Mungkin pria itu tidak akan peduli apakah Jihwa disentuh orang lain atau tidak, selagi darahnya dan tubuhnya aman.

"Kalau begitu, main bertiga atau bergiliran?"

Pria paruh baya itu menyeringai melihat rekannya mulai setuju.

"Bertiga sepertinya menyenangkan."

Kedua pria itu mulai membuka kunci sel yang ditempati Jihwa. Gadis itu semakin panik. Kepalanya menoleh kesana-kemari untuk mencari benda yang bisa digunakan untuk melindungi diri. Namun, yang ada di depan mata hanya ada makanan yang disajikan untuknya.

"Hei, manis." Panggil salah satu pria. "Cepat buka kakimu, atau kami akan bermain kasar."

Jihwa hanya terdiam. Tentu saja ia tidak akan mau menurut walau harus mati sekalipun. Harga dirinya lebih penting dari apapun. Sifat Jihwa yang tetap kukuh pada pendiriannya pun membuat kedua pria itu kesal. Salah satu dari mereka mendekat dengan tidak sabaran ke arah Jihwa. Gadis itu sudah siap dengan serangan yang disiapkannya. Ia meraih gelas yang ada di atas nampan, lalu melemparkannya ke wajah pria itu sampai benda itu pecah dan melukainya.

Beast Land || Enhypen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang