Bagian_18

182 24 0
                                    


Karena senyuman adalah cara terbaik untuk menyembunyikan, hal yang menyakitkan.

***

Brakk

Terdengar suara pintu yang didobrak begitu keras. Ternyata itu Papah Abel yang sepertinya sedang emosi.

"Papah," ucap Abel yang langsung menyembunyikan Handphonenya ke bawah bantal.

"Mentang-mentang Mamah kamu pergi nginep, kamu berani banget ambil hp kamu!! Emang Papah izinin Bel? Makin ngelawan kamu," Ucap Heru dengan mata yang menatap tajam ke arah Abel.

Abel hanya menunduk hatinya sekarang sedang tidak baik-baik saja, dia baru saja dibuat patah hati oleh orang yang dianggap dia itu baik dan sekarang dia harus menghadapi amarah Papahnya.

Rasanya sakit itu semakin bertubi-tubi.

Abel hanya pasrah, karena dia tau melawan rasanya percuma. Dia ingin bahagia, dia ingin.. maksudnya dia ingin bahagia dengan keluarga, yang keadaanya menerima apa adanya.

Selalu dikekang bukan arti dari kasih sayang. Bukan?

"Maaf Pah.."

Abel pikir Papahnya juga akan ikut menginap di Rumah saudaranya yang ingin menggelar acara pernikahan. Jadi, Abel santai saja mengambil Handphonenya yang ada dilaci lemari Mamahnya.

Tentang acara keluarga atau berkumpul dengan keluarga besar Abel selalu tidak ingin ikut serta, karena dia selalu dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang tidak kalah pintar.

Pasti Mamah dan Papahnya makin mengekang Abel karena dikeluarga besar Abel seperti sebuah ajang lomba, yang harus anak-anaknya menjadi paling yang terbaik.

"Sekarang mana HP nya sini Bel. Kasih ke Papah," kata Heru sambil mendekati Abel.

"Ini," balas Abel yang menjulurkan tangannya yang memegang HP ke arah Papahnya.

"Bel dengerin Papah, ini buat kebaikan kamu. Kamu tau? Anak Tante kamu Melia Minggu kemarin dia menang olimpiade, Cuba tahun sekarang apa yang perlu Papah banggain ke saudara-saudara kamu itu. Gak ada Bel! yang ada nilai kamu turun. Buat Papah malu aja kamu," Ucap Heru yang kini sudah mengambil HP Abel.

"Iya Maaf.."

Apalagi selain kata Maaf yang harus Abel katakan? Karena melawan hanya akan membuat Papah nya semakin Marah.

"Dasar anak gak tau diri," ujar Heru sambil melangkah pergi dan menutup pintu dengan keras.

Abel hanya menatap kepergian Papahnya dengan air mata yang kini sudah mengalir. Wajahnya datar. Tak ada senyuman.

Abel hanya lelah.

Memang ya seribu kemenangan akan terlupakan dengan satu kekalahan.

***

"Ja.." Panggil Mamah Jaja.

"Iya Mah kenapa?"

"Seminggu lagi ya..."

Jaja hanya termenung mendengar ucapan Mamahnya, ada sesuatu hal yang tidak orang lain tau. Kecuali teman dekatnya.

"Gak bisa lebih Mah? Sebulan atau setahun lagi gitu hhe," balas Jaja dengan nada yang sulit diartikan, antara sedih atau bahagia.

"Gak Ja.." ucap Ira yang kini sudah mengeluarkan air matanya.

"Iya Mah. Mamah jangan sedih gitu dong."

"Besok kamu ajak Abel ke rumah yah. Katanya Papah pengen ketemu sama cewek pertama yang diajak kerumah sama Raja, Raja kan orangnya anti cewe, kayanyah ceweknya special ya.." ucap Ira dengan menirukan pesan kata Papah Jaja.

"Iya Mah.. kalo Abel nya mau."

***

Abel pagi ini berjalan menuju kelasnya dengan rasa malas, iya malas.. bertemu dengan orang yang membuatnya kecewa.

Abel pikir Jaja itu tulus tapi..

Itu benar-benar suara Jaja, Abel mungkin tidak akan percaya jika itu dari mulut orang lain, tapi ini memang suara Jaja. Dan hati Abel tidak bisa menyangkal hal itu.

Seseorang yang sekarang Abel tidak ingin melihat wajahnya kini malah sudah berdiri di depan kelasnya.

Abel terus masuk berjalan ke kelas tanpa menoleh sedikitpun kearah Jaja.

"Bel tunggu," ujar Jaja pada Abel yang sudah melewatinya.

Namun Abel tidak menghiraukan panggilan dari Jaja. Jajapun menyusul kearah meja Abel yang kini teman-temannya sudah menatap ke arah Jaja.

Teman-temannya mengira itu adalah sebuah adegan sepasang kekasih yang sedang marahan, si lelaki yang terlihat membujuk dan perempuan yang menekuk kepalanya seperti sedang kesal.

Tapi kebenarannya bukankan? Mereka hanya teman. Tidak lebih.

"Ada apa Ja."

Bukan. Yang menjawab bukan Abel tapi Safa yang terlihat bingung karena kedatangan Jaja ke kelas mereka, mungkin semua teman yang ada di kelas juga bingung.

"Gue mau ngomong sama Abel," balas Jaja menatap Abel yang kini sedang sibuk menulis sesuatu. Jaja tau, Abel kesal dengannya mungkin karena masalah dengan Koko waktu itu,- pikir Jaja.

"Bel tuh Jaja. Abel malah cuek bebek gini," ujar Sinta yang dari tadi hanya memperhatikan.

"Emang kenapa Ja? Marahan sama Abel?" tanya Dea pada Jaja.

"Hm... nanti kita ketemu di kantin ya Bel gue mau ngomong sesuatu. Selamat belajar," balas Jaja yang tersenyum dengan lembut dan melangkah pergi.

Kenapa Ja. Kenapa.. Jaja harus benci sama Abel, kenapa?

Sakitnya. Semua kebaikan yang Jaja beri itu palsu juga?













Bersambung...























🤍

RAJABEL ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang